Review

“Agama Baru” Bangsa Indonesia

3 Mins read

Agama merupakan suatu kepercayaan dan keyakinan. Bagi pemeluknya merupakan suatu yang suci dan jalan untuk meraih tujuan hidup. Karena dalam ajaran agama, ada tuntunan untuk mendapatkan kebahagian di dunia dan akhirat. Agama merupakan isu yang sensitif di banyak negara termasuk di Indonesia.

Pernyataan atau tindakan yang menyinggung suatu agama akan menimbulkan gejolak besar bahkan bisa memunculkan tragedi kemanusiaan. Maka dari itu, di banyak negara, banyak orang benar-benar menjaga perkataan dan perbuatannya agar tidak menyinggung agama tertentu, apalagi agama tersebut diakui oleh negara dimana orang tersebut tinggal.

Indonesia sebagai negara yang berasaskan pancasila yang sila pertamanya “Ketuhanan Yang Maha Esa” menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan mengakui enam agama meski Indonesia sendiri bukan negara agama. Namun saat ini banyak masyarakat Indonesia yang sudah tidak menjalankan nilai-nilai agama, meski di KTPnya terlihat jelas meletakan agama tertentu. Bahkan meski ada yang rajin melaksanakan ritual keagamaan tapi sudah meninggalkan nilai-nilai agama di ranah sosial.

Padahal agama tidak hanya mengajarkan tatacara ibadah dengan Tuhan tetapi juga mengajarkan tatacara bersosial. Salah satu yang menyebabakan masyarakat Indonesia sudah meninggalkan nilai-nilai agama karena perubahan orientasi hidup yang lebih mementingkan materi yang bisa diperoleh dengan uang. Sehingga segala cara dilakukan agar bisa mendapatkan uang, tidak peduli benar atau tidak dalam pandangan agama.

Uang inilah yang disebut agama baru oleh penulis buku ini, bukan tanpa alasan kenapa penulis buku ini sampai mengatakan uang sebagai agama. Dalam pengantarnya di halaman xiii, salah satu alasan utamanya karena uang adalah pemersatu masyarakat dalam banyak perbedaan dan dijadikan tujuan untuk mendapatkan kesejahteraan dan kemakmuran. Bahkan uang dijadikan segala-galanya.

Baca Juga  Apakah Ideologi Komunis Masih Diminati?
***

Namun, meskipun penulis buku ini berani mengatakan bahwasannya dalam soal uang setiap orang punya agama yang sama, menegaskan bahwasannya tidak ada maksud mereduksi makna agama di tengah masyarakat, dan tidak menyamakan agama dengan uang. Penyataan uang sebagai agama hanyalah analogi penulis buku sendiri dengan melihat kenyataan bahwasannya masyarakat sudah menjadikan uang sebagai tujuan utama yang seharusnya agamalah yang dijadikan tujuan utama. Penulis buku ini menyadari logika ini bisa jadi tidak benar, tetapi tidak seratus persen salah.  

Alasan-alasan lain kenapa uang sampai dikatakan sebagai agama, dijelaskan secara terperinci dalam buku ini dengan bahasa yang renyah dan mudah dipahami oleh semua kalangan. Buku ini menyajikan berbagai fenomena menarik pada setiap judulnya dengan ulasan yang unik. Selain itu, buku ini menyindir realitas kehidupan masyarakat saat ini dengan berbagai ambisinya.

Bisa dikatakan membaca satu buku ini sama dengan membaca banyak buku yang setiap judul bukunya hanya membahas satu peristiwa, sedangkan dalam buku ini setiap judul pembahasan dalam setiap bab membahas fenomena yang berbeda yang mana inti dari fenomena tersebut ujung-ujungnya adalah urusan perut. Judul-judul tulisan dalam buku ini dikelompokan menjadi empat bagian sesuai dengan tema besar setiap bagiannya, sehingga pembaca memahami banyak peristiwa yang berhubungan atau memiliki banyak kesamaan antara satu judul dengan judul lainnya meskipun setiap judulnya berbeda-beda.

Bagian pertama membahas tentang adanya pluralitas di dalam masyarakat dan masyarakat menyadari akan hal ini, karena sejak kecil sebagian besar masyarakat Indonesia sudah terbiasa menghadapi kelompok yang berbeda, baik bertemu secara tatap muka maupun lewat media massa (televisi dan internet). Namun, sebagian masyarakat ada yang melawan kenyataan ini dengan memaksakan kehendaknya sehingga memunculkan konflik-konflik sosial.

Baca Juga  Review Buku Ekofeminisme V: Menafsirkan Ulang Kata "Nafkah"

Jelas, hal ini tidak sesuai dengan semboyan negara Indonesia yang artinya “berbeda-beda tapi tetap satu”. Anehnya, ada pihak pemerintah sebagai sekelompok orang yang dipercaya untuk mengelola negara malah menjadi pemicu munculnya konflik di masyarakat disebabkan ketidakadilan dalam memutuskan suatu permasalahan.

***

Bagian kedua membahas terlalu kuatnya peran pemerintah menguasai negara, bahkan mampu membungkam oposisi dan Dewan Perwakilan Rakyat yang seharusnya menjadi garda terdepan dalam membela kepentingan masyarakat. Pembungkamannya tentunya bisa dengan uang ataupun bagi-bagi kekuasaan. Karena yang menjadi oposisi dan DPR tujuannya bukan untuk membela rakyat tapi untuk memperkaya dirinya sendiri.

Terlalu kuatnya peran pemerintah ini tentunya memperlemah peran negara, dalam buku ini dijelaskan pemerintah dan negara itu berbeda. Pemerintah hanyalah sekelompok orang yang diberi kepercayaan untuk mengurus negara, bukan pemilik negara, sebab negara adalah milik semua warga negara.

Bagian ketiga membahas tentang kepentingan yang bisa menyatukan. Heterogenitas bangsa Indonesia dikebiri agar tidak bisa hidup dan berkembang. Sebab hal tersebut menjadi ancaman bagi pemerintah. Namun, perbedaan-perbedaan tersebut mudah disatukan hanya dengan uang.

Bagian keempat membahas tentang pemerintah yang selalu mencurigai gerakan masyarakat karena dianggap sebagai ancaman untuk mempertahankan kekuasaan. Sehingga pemerintah menciptakan ketakutan-ketakutan di tengah-tengah masyarakat. Padahal tugas pemerintah adalah menciptakan kedamaian dan melindungi masyarakat.

Meskipun isi buku ini mengkritisi segenap perilaku sosial lapisan masyarakat, terutama pemerintah. Namun, dalam buku disertai dengan solusi-solusi bijak. Jadi kritikan-kritikan dalam buku ini adalah kritikan membangun. Buku ini sebenarnya adalah kumpulan tulisan ilmiah populer dengan karakter yang melekat, tetapi tulisan dalam buku ini ada yang ditulis layaknya cerita pendek yang menampilkan dialog para tokoh. Hal ini tentunya menambah sisi unik dari buku ini.

Baca Juga  Lima Jalan Pencerahan Hidup Buya Syafii

Data Buku

Judul                : Agama Saya Adalah Uang

Penulis             : Nurudin

Penerbit           : Intrans Publishing

Cetakan           : Februari 2020

Halaman          : xvi + 182

ISBN               : 978-602-6293-90-9

Editor: Yahya FR
1 posts

About author
Penulis yang suka berbicara, Pembicara yang suka menulis
Articles
Related posts
Review

Ketika Agama Tak Berdaya di Hadapan Kapitalisme

4 Mins read
Globalisasi merupakan revolusi terbesar dalam sejarah kehidupan manusia. Dalam buku berjudul Beragama dalam Belenggu Kapitalisme karya Fachrizal A. Halim dijelaskan bahwa globalisasi…
Review

Kitab An-Naja, Warisan Filsafat Ibnu Sina

4 Mins read
Kitab An-Naja adalah salah satu karya penting dalam filsafat Islam yang berisi tentang gagasan besar seorang filsuf bernama Ibnu Sina, yang juga…
Review

Kitab Al-Fasl Ibnu Hazm: Mahakarya Filologi Intelektual Islam Klasik

3 Mins read
Ibnu Hazm (994–1064 M), seorang cendekiawan Andalusia, dikenal sebagai salah satu pemikir paling produktif dan brilian dalam sejarah intelektual Islam. Karya-karyanya mencakup…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds