Kongres PAN ke-V di Kendari, Sulawesi Tenggara telah berakhir. Kongres tersebut mengeluarkan nama Zulkifli Hasan sebagai pemenang setelah melalui dinamika yang cukup panjang dan menegangkan.
Saking tegangnya, sempat terjadi aksi lempar kursi dan botol di antara peserta. Aksi yang kemudian memperburuk citra PAN di mata publik. Namun terlepas dari itu, Zulhas (sapaan akrab Zulkifli Hasan) adalah orang yang pertama kali memecah ke-tabu-an di PAN, yakni dapat menjadi ketua umum selama dua periode.
Seluruh ketua umum sebelum dia hanya menjabat selama satu periode. Baik itu Amien Rais yang mendirikan PAN, Soetrisno Bachir, dan Hatta Rajasa. Semua itu tidak lepas dari ketentuan yang dibuat Amien Rais: Ketua Umum PAN hanya boleh menjabat satu periode. Hal itu dimaksudkan agar roda pergantian pimpinan di PAN terus berjalan, tidak ada yang mendominasi.
Selanjutnya, dua kali kemenangan yang dicapai oleh Zulkifli Hasan tersebut menyeruakkan pertanyaan di kalangan para pengamat: apakah pengaruh Amien di PAN luntur dan telah memudar? Hal itu seperti yang disampaikan oleh Abdillah Toha. Toha mengatakan, dalam sejarah PAN yang lalu-lalu, sosok yang didukung Amien Rais pada kongres pasti selalu menang. Seperti Soetrisno Bachir, Hatta Rajasa, dan Zulkifli Hasan.
Ketika Zulhas menang pada periode pertama, pihak yang menjadi lawannya adalah Hatta Rajasa. Saat itu Hatta ingin maju dua periode. Malangnya, keinginan Hatta itu tidak direstui dan dihadang oleh Amien Rais dengan alasan di atas tadi, yakni ketentuan hanya boleh satu periode.
Ditampilkan dan didukunglah Zulkifli Hasan oleh Amien Rais dan menang. Namun pola yang demikian gagal ketika dilakukan Amien Rais di kongres kemarin. Kegagalan itu adalah bukti pengaruhnya memudar.
Untuk persoalan itu, saya tidak akan berpanjang-panjang membahasnya. Karena memang telah berjibun tulisan yang tampil untuk mengulasnya. Saya coba akan lompat pada persoalan lain, persoalan yang mungkin luput dari perhatian para pengamat.
Yakni tentang bagaimana nasib hubungan PAN dan Muhammadiyah? Apakah berakhir atau tetap terjalin. Menimbang adanya kecendrungan dari lawan politik Amien Rais untuk menghapus peran tokoh Muhammadiyah tersebut di partai yang didirikannya.
PAN dan Muhammadiyah
Tidak ada yang bisa membantah bahwa PAN memiliki hubungan yang dekat dengan Muhammadiyah. Hal itu karena partai ini didirikan oleh tokoh Muhammadiyah, Prof. Dr. Amien Rais. Apalagi pada saat deklarasi berdirinya, rata-rata yang hadir dan diundang adalah pimpinan wilayah, daerah, cabang dan bahkan ranting Muhammadiyah.
Latar belakang berdirinya partai ini berawal dari sidang Tanwir Muhammadiyah di Semarang bulan Mei tahun 1998. Saat itu Komisi C merekomendasikan kepada Pimpinan Pusat Muhammadiyah agar mempersiapkan berdirinya satu partai politik. Kemudian di sidang penutupan, Amien Rais mengumumkan akan membentuk partai politik baru yang kini dikenal dengan PAN. Dideklarasikan di Istora Senayan Jakarta, pada tanggal 23 Agustus 1998.
Perluasan infrastruktur PAN di awal berdirinya tidak bisa lepas dari adanya keterlibatan yang cukup masif dan intens dari aktivis, pengurus serta warga Muhammadiyah. Mudahnya pendeklarasian PAN di daerah-daerah, semuanya adalah berkat jaringan infrastuktur Muhammadiyah yang sudah lebih dulu ada di seluruh wilayah republik ini.
Begitu PAN dideklarasikan 23 Agustus 1998, kemudian diikuti pembentukan PAN di wilayah provinsi dan kabupaten/kota, mereka yang terlibat menjadi inisiator dalam komite pendirian PAN mayoritas berasal dari aktivis, pengurus dan warga Muhammadiyah. Meskipun tidak semuanya. Tetapi semua itu sudah cukup menjadi bukti bahwa Muhammadiyah memang memiliki hubungan dengan PAN.
Sulit untuk memutus hubungan keduanya, apalagi ketika mengingat sisi historis dan kultural kelahiran partai ini adalah hasil ijtihad Muhammadiyah sendiri. Sehingga tidak berlebihan jika kita mengatakan PAN adalah parpol yang lahir dari rahim Muhammadiyah. Namun hubungan tersebut kini mengalami ancaman, terutama setelah kemenangan Zulkifli Hasan di Kongres PAN di Kendari kemarin. Bukan karena kekalahan jagoan Amien Rais, melainkan karena adanya kecendrungan penghilangan pengaruhnya di PAN.
PAN dalam Ancaman?
Banyak kader PAN yang sangat berambisi untuk menghilangkan pengaruh Amien Rais di partai tersebut. Puncaknya adalah kemenangan Zulkifli Hasan di Kongres kemarin. Bahkan semacam ada keinginan ‘bersih-bersih’ bukan hanya Amien Rais, tapi seluruh kelompok-kelompoknya. Itu terlihat saat Bara Hasibuan mengatakan kepada awak media: akhirnya PAN lepas dari belenggu satu sosok. Meskipun tanpa meyebut nama, semua orang akan tahu pasti yang dimaksudnya adalah Amien Rais.
Bukan hanya itu, hingga saat ini belum jelas jabatan yang hendak diberikan PAN kepada Amien di periode kedua Zulhas ini. Berbeda halnya dengan jabatan Hatta Rajasa yang diumumkan saat itu. Malah, masih pikir-pikir untuk memberikan jabatan ke Amien. Saat ditanya oleh wartawan mengenai posisi Amien di PAN, Zulhas hanya mengatakan: nanti kita diskusikan.
Mereka terlalu berambisi untuk ‘bersih-bersih’. Tapi ada satu hal yang mungkin mereka lupa dan kecolongan, yakni soal basis suara PAN yang berasal dari warga Muhammadiyah. Padahal itu sangat genting. Peran warga organisasi ini tidak bisa dinafikan pengaruhnya dalam mendongkrak suara PAN pada pemilu ataupun pilkada. Mereka tidak sadar bahwa upaya menyingkirkan Amien Rais di PAN sama saja dengan menggerus dan memperburuk suara partai matahari tersebut di masa mendatang.
Hal ini sejak awal telah diwanti-wanti oleh Buhari Kahar Muzakkar, seorang kader senior PAN Sulawesi Selatan, yang juga mantan Sekretaris DPW PAN Sulsel. Ia sebagaimana dilansir tribunnews.com mengatakan: Jika sekiranya calon yang secara terbuka didukung Pak Amien Rais dikalah secara voting di Kongres PAN di Kendari, maka hal itu tidak semata mereduksi pengaruh Pak Amien Rais di PAN tapi bisa berdampak lebih jauh, yaitu akan menurunkan dukungan dari konstituen warga Muhammadiyah di pemilu akan datang kepada PAN. Karena harus diakui, Amien Raislah yang hingga kini menjadi perekat antara PAN dengan Muhammadiyah.
Hubungan PAN Muhammadiyah Akan Berakhir?
Dan benar, calon yang didukung Amien Rais kalah. Akibatnya kita akan bertanya, apakah itu sebuah annoncement tentang berakhirnya hubungan PAN dan Muhammadiyah? Jawabannya adalah tergantung kebijakan Zulkifli Hasan. Apakah tetap memberikan posisi yang strategis kepada Amien Rais atau tidak.
Jika tidak, maka kemungkinan akan berakhir sangat besar. Warga Muhammadiyah pasti akan berat memberi dukungannya terhadap PAN. Mereka, dengan hilangnya Amien Rais di PAN, tentu akan berpikir lagi untuk menjadikan partai tersebut sebagai rujukan politiknya. Karena PAN tanpa Amien Rais, meminjam bahasa Nurbani Yusuf, akan kehilangan legitimasinya di Muhammadiyah.
Karenanya menurut sebagian pengamat, jika ingin aman, PAN harus tetap menjaga citra Amien di tubuh partai berlambang matahari tersebut guna mempertahankan dukungan dari Muhammadiyah. Hal tersebut misalnya dilakukan dengan masih memberikan posisi strategis bagi anak Amien, Hanafi Rais di jabatan struktural PAN. Mari kita tunggu.