Perspektif

‘New Normal’ Bagai Metamorfosis Kupu-kupu

3 Mins read

Selama hampir tiga bulan kita menjalani kehidupan di tengah bayang-bayang pandemi corona hingga menuju wacana new normal. Berbagai aktivitas harus disesuaikan dengan protokol kesehatan untuk meredam penyebaran virus tersebut. Bahkan kegiatan ibadah di bulan Ramadan dibatasi guna mematuhi aturan pembatasan sosial berskala besar (PSBB).

New Normal

Salat Jumat berjamaah dimasjid ditiadakan, salat tarawih dilaksanakan di rumah, acara ifthar jama’i yang biasanya semarak di masjid maupun tempat publik lainnya tak terlihat. Puncaknya kita merayakan Idulfitri dalam pembatasan jarak (physical distancing) karena tradisi mudik juga tak diperbolehkan.

Hingga hari ini pasien positif terinfeksi virus covid-19 masih menunjukan adanya penambahan. Data yang dihimpun pada Selasa 19 Mei 2020 pukul 12.00 WIB, menyebutkan jumlah pasien positif Corona bertambah 486 orang. Sehingga total menjadi 18.496 orang. Sementara pasien yang berhasil sembuh dari Corona bertambah 143 pasien.

Jumlah pasien sembuh secara akumulatif mencapai 4.467 orang. Untuk data pasien yang meninggal dunia bertambah 30 orang. Kasus meninggal dunia secara akumulatif mencapai 1.221 orang. (Merdeka.com)

Sejumlah pihak menyarankan jika saat ini kita mesti bersiap menjalani apa yang dinamakan ‘new normal life’ pasca pandemi. Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Covid-19 Achmad Yurianto menegaskan, istilah ‘new normal’ lebih menitikberatkan perubahan budaya masyarakat untuk berperilaku hidup sehat.

Menurutnya, new normal dalah perubahan budaya, contohnya selalu menerapkan pola hidup bersih dan sehat (PHBS), memakai masker kalau keluar rumah, mencuci tangan dan seterusnya.

Sebelumnya Presiden Jokowi juga menyerukan agar masyarakat bisa berdamai dengan Corona. Kita harus hidup berdampingan dengan Covid-19. Alasannya karena virus ini tak akan segera menghilang dan tetap ada di tengah masyarakat.

Baca Juga  Menggagas Jurnalisme Mazhab Kritis

Maka yang terpenting sekarang ini kita harus melakukan perubahan perilaku untuk tetap menjalankan aktivitas normal namun dengan ditambah menerapkan protokol kesehatan guna mencegah terjadinya penularan Covid-19.

Hidup Bersih dan Sehat

Pandemi Corona mengajarkan kepada kita untuk selalu menjaga kebersihan dalam keseharian. Menjaga daya tahan tubuh dengan selalu mengkonsumsi makanan yang halal dan menyehatkan. Tapi apakah kemudian kita harus menaruh curiga dengan semua orang karena khawatir akan terkena penularan?

‘New Normal Life’ harus dimaknai sebagai bentuk kehati-hatian secara fisik tapi jangan sampai merenggangkan relasi sosial dengan orang lain. Kita menyadari sebagai mahluk sosial tentu tidak bisa hidup sendirian, kita memerlukan bantuan dan pertolongan orang lain dalam menjalani aktivitas keseharian.

Demikian halnya rangkaian ibadah yang kita jalani selama ramadan, diharapkan dapat menjadikan diri kita layaknya ‘manusia baru’ yang terlahir di dunia. Puasa yang kita laksanakan dari terbit fajar hingga terbenam matahari, menahan lapar dan dahaga sepatutnya memberikan perubahan positif dalam kehidupan.

Betapa banyak orang yang berpuasa namun dia tidak mendapatkan dari puasanya tersebut kecuali rasa lapar dan dahaga.” (HR. At-Thabrani).

Jangan sia-siakan puasa kita dengan hanya mendapatkan lapar dan dahaga saja. Marilah kita menjauhi berbagai hal yang dapat mengurangi kesempurnaan pahala puasa kita. Sungguh sangat merugi orang yang melewatkan ganjaran yang begitu melimpah dari puasa yang dia lakukan. Selepas Ramadan kita seyogyanya mampu menampilkan keindahan akhlak dan kesalehan sosial.

Metamorfosis Menjadi Kupu-kupu

Ibadah puasa yang kita jalani adalah proses yang ditempuh untuk melahirkan perubahan yang lebih baik. Laksana kupu-kupu sebelum terlihat indah maka ia bersemayam di dalam kepompong terlebih dulu. Selama beberapa waktu ia menahan dirinya dari makan dan beraktifitas. Ia tidak lagi melakukan pengrusakan dan membuat orang enggan menghampirinya.

Baca Juga  Ahmad Bin Hanbal Melawan Fatwa, Saya Mana Berani?

Seorang mukmin yang berpuasa ibarat seekor ulat yang sedang mengubah diri dan kehidupannya. Hasil perubahan yang dialami hingga menjadi kupu-kupu bisa menjadi parameter dalam menjalankan ibadah ramadannya.

Pasca Ramadan kita semestinya memiliki eksistensi diri yang sama sekali berbeda dengan sebelum memasuki Ramadan. Selayaknya kita memiliki penampilan yang indah, segala sikap dan perilaku, baik cara berpakaian, berucap, bergaul, beraktivitas, dan lain-lainnya, akan menjadi lebih indah dipandang mata.

Banyaknya kupu-kupu yang berterbangan di sekitar kita menandakan bahwa lingkungan tersebut sedang dalam keadaan yang baik. Jika jumlah kupu-kupu di lingkungan kita berkurang, itu artinya ada perubahan fisik dan kimiawi yang sedang terjadi di sana. Kehadiran kupu-kupu menjadi pertanda yang baik bagi siklus kehidupan di alam raya.

Seorang muslim yang telah menjalani ramadan diharapkan dapat memberikan pengaruh positif bagi masyarakat sekitarnya. Keberadaannya memberikan manfaat bagi banyak orang sehingga dapat mempengaruhi lingkungan menjadi lebih baik.

“Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia” (HR. Ahmad, ath-Thabrani, ad-Daruqutni).

Rasullullah menganjurkan umat islam selalau berbuat baik terhadap sesama dan mahluk yang lain. Hal ini menjadi indikator bagaimana menjadi mukmin yang sebenarnya. Eksistensi manusia sebenarnya ditentukan oleh kemanfataannya pada yang lain. Adakah dia berguna bagi orang lain, atau malah sebaliknya menjadi parasit buat yang lainnya?

***

Setiap perbuatan maka akan kembali kepada orang yang berbuat. Seperti kita memberikan manfaat kepada orang lain, maka manfaatnya akan kembali untuk kebaikan diri kita sendiri dan juga sebaliknya. Allah Jalla wa ‘Alaa berfirman:

 “Jika kalian berbuat baik, sesungguhnya kalian berbuat baik bagi diri kalian sendiri” (QS. Al-Isra:7).

Sekiranya kita harus menjalani ‘new normal life’ karena mesti membiasakan diri beraktivitas ditengah pandemi corona. Maka jadilah pelopor dalam menjaga kesehatan dan kebaikan lingkungan sekitar. Layaknya kupu-kupu yang memberi keindahan di taman kehidupan.

Baca Juga  "Mengemis Online" adalah Penyakit Sosial

Editor: Nabhan

Related posts
Perspektif

11 Kategori Pengkritik Jurnal Terindeks Scopus, Kamu yang Mana?

2 Mins read
Dalam amatan penulis, ada beberapa kategori pengkritik jurnal terindeks scopus. Dalam tulisan ini, setidaknya ada 11 kategori yang saya temui. Berikut ulasan…
Perspektif

Murabahah dalam Tinjauan Fikih Klasik dan Kontemporer

3 Mins read
Jual beli merupakan suatu perjanjian atau akad transaksi yang biasa dilakukan sehari-hari. Masyarakat tidak pernah lepas dari yang namanya menjual barang dan…
Perspektif

Sama-sama Memakai Rukyat, Mengapa Awal Syawal 1445 H di Belahan Dunia Berbeda?

4 Mins read
Penentuan awal Syawal 1445 H di belahan dunia menjadi diskusi menarik di berbagai media. Di Indonesia, berkembang beragam metode untuk mengawali dan…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *