Tasawuf

Al-Mutanabbi, Penyair yang Mengaku Nabi

3 Mins read

Al-Mutanabbi dan Pengakuannya Sebagai Nabi

Dahulu di negeri Kufah, yang sekarang sudah menjadi negara Iraq, hiduplah seorang penyair ahli, sastrawan handal dan tersohor bernama Abu al-Tayyib Ahmad bin Hussayn (915-965 M) yang lebih dikenal dengan julukan Abu Thayyib al-Mutanabbi atau lebih masyhurnya ialah Al-Mutanabbi.

Ia dikenal sebagai ahli penyair, ada pula yang menjulukinya sebagai nabinya para sastrawan. Karya-karyanya telah tersebar luas di kalangan bangsa Arab hingga seluruh dunia. Meski raganya telah tiada, namun jiwa dan ruh syairnya masih hidup hingga saat ini. Hingga kini, syair-syairnya telah berhasil diterjemahkan ke berbagai bahasa di seluruh dunia.

Sesuai dengan namanya, Al-Mutanabbi, ia pernah mengklaim dirinya sebagai “calon nabi”. Hal semacam ini serupa dengan pengakuan Musailamah al-Kadzab yang pernah mengkalim dirinya sebagai nabi. Sehingga, menimbulkan problematika yang bersifat kontroversial. Lalu bagaimana dengan halnya penamaan penyair masyhur dengan gelar Al-Mutanabbi tersebut?

Kapan Julukan “Al-Mutanabbi” Muncul?

Pada dasarnya, julukan tersebut bukan berasal dari orang tuanya, melainkan oleh masyarakat sejak ia berusia muda. Imam al-Khatib al Baghdadi menjelaskan bahwasanya gelar Al-Mutanabbi tersebut muncul dikarenakan nasabnya yang bersandar pada keluarga Alawi Hasani (keturunan Ali bin Abi Thalib dari pihak Hasan)

Al-Mutanabbi diperkirakan hidup semasa pemerintahan Dinasti Abbasiyah. Tepatnya di periode akhir dinasti tersebut, yang mana sudah banyak muncul imarat (negeri-negeri kecil). Ia dilahirkan di keluarga yang sangat sederhana, akan tetapi keluarganya sangat memperhatikan aspek pendidikan, terkhusus dalam dunia sastra dan bahasa Arab.

Sejak muda, Al-Mutanabbi telah menunjukkan kepiawaiannya dalam menyusun syair-syair Arab yang indah dan menawan. Siapapun yang mendengar syairnya, seakan-akan telah terhipnotis oleh keelokan syair dan puisinya. Karena kecerdasannya itu, ia sukses menyusun syair-syair yang bertema keberanian, filosofi hidup, puji-pujian kepada ulama, dan suasana perang.

Baca Juga  Tasawuf, Jawaban atas Persoalan Krisis Spiritual

Kemasyhuran Al-Mutanabbi mulai memuncak pada masa pemerintahan Saifud Daulah al-Hamdani (916-967) yang pada saat itu menjabat sebagai pemimpin Imarah Aleppo. Ia bahkan pernah dipenjara karena dituduh pernah mengklaim dirinya sebagai nabi.

Ia mempunyai banyak kisah yang penuh warna dan kontroversial. Terlepas dari itu, Al-Mutanabbi memang mepunyai kualifikasi yang sangat tinggi dalam hal kesusastraan. Dan hal itu telah diakui oleh para penyair pada zamannya hingga penyair di zaman modern ini.

Singkat cerita, al-Mutanabbi pernah diminta untuk menunggangi unta liar betina milik Bani Adi di Irak. Sebagai gantinya, apabila ia mampu melakukannya, maka masyarakat akan mengakuinya sebagai nabi. Tanpa ragu-ragu Al-Mutanabbi pun mulai naik ke punuk unta tersebut dan mampu menungganginya dengan lihai. Dari kejadian inilah akhirnya masyarakat percaya bahwa Al-Mutanabbi mempunyai suatu kekuatan tersembunyi layaknya seorang Nabi.

Kisah lain menceritakan bahwa terdapat seorang yang terluka parah akibat terkena sayatan pisau. Lalu datanglah Al-Mutanabbi dengan meludahi bagian yang terluka tersebut. Dan akhirnya luka orang itu pun sembuh. Hal ini menambah keyakinan masyarakat bahwasanya Al-Mutanabbi adalah nabi.

***

Kemudian terdapat kisah yang sangat populer mengenai hujan. Yakni ia pernah mengaku sebagai nabi dengan membacakan 114 kalimat dari Al-Qur’an pada saat hujan. Setelah membacanya hujan tidak membasahi tubuhnya melainkan hanya turun di sekelilingnya saja. Peristiwa ini seakan memperlihatkan mukjizat kepada masyarakat setempat.

Namun, Ibrahim al-Yajizi, seorang pakar bahasa dan sastra Arab merespon bahwa kisah-kisah tersebut ialah hanya kisah fiktif belaka. Ia pun menyusun buku berjudul “Diwanul Mutanabbi” dengan cara mengumpulkan seluruh syair-syair karya Al-Mutanabbi. Sebenarnya hal itu dilakukannya untuk membantah pernyataan orang-orang bahwasanya Al-Mutanabbi pernah mengklaim dirinya sebagai Nabi setelah Nabi Muhammad.

Baca Juga  Jalan Rohani Menuju Tuhan adalah Inti Kebudayaan Islam

Menurutnya, gelar Al-Mutanabbi diberikan kepadanya lantaran kelihaian dan kemampuannya dalam merangkai syair-syair yang begitu hebat. Begitu pula pendapat dari al Sa’labi yang mengatakan bahwa Al-Mutanabbi memang seorang sastrawan yang mempunyai kemampuan diatas rata-rata para penyair-penyair lainnya.

Al-Mutanabbi wafat pada tahun 965 di kota Baghdad. Penyebab kematiannya ialah ia dibunuh karena puisinya dianggap mengandung penghinaan besar terhadap “Dabbah al-Asadi”. Lalu ia dan putranya dicegat dan berhasil dibunuh dalam suatu perjalanan safar. Ibnu Rachik mengatakan bahwasanya pada saat Al-Mutanabbi hendak melarikan diri, para tentara di belakangnya mengumandangkan syair-syairnya tentang Syaja’ah (keberanian) hingga akhirnya ia berjuang melawan ketakutan dan mati dalam kepahlawanan melawan musuhnya.

Dengan demikian, telah jelaslah bagi kita bahwa gelar Al-Mutanabbi adalah julukan yang diberikan oleh masyarakat pada waktu itu. Gelar yang disematkan kepadanya oleh orang-orang yang dibuat kagum dan terpesona oleh lantunan syair-syair dari Al-Mutanabbi.

Meskipun banyak cercaan dan kritikan mengenai Al-Mutanabbi. Namun syair-syair karyanya menjadi standar bagi para penyair generasi selanjutnya yang ingin mengungguli kemahiran Al-Mutanabbi.

Editor: Yahya FR

Zakaria Adjie Pangestu
2 posts

About author
Mahasiswa Syariah dan Hukum di Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya
Articles
Related posts
Tasawuf

Tasawuf di Muhammadiyah (3): Praktik Tasawuf dalam Muhammadiyah

4 Mins read
Muhammadiyah tidak menjadikan tasawuf sebagai landasan organisasi, berbeda dengan organisasi lainnya seperti Nahdlatul Ulama. Akan tetapi, beberapa praktik yang bernafaskan tentang tasawuf…
Tasawuf

Tasawuf di Muhammadiyah (2): Diskursus Tasawuf dalam Muhammadiyah

4 Mins read
Muhammadiyah pada awal mula berdirinya berasal dari kelompok mengaji yang dibentuk oleh KH. Ahmad Dahlan dan berubah menjadi sebuah organisasi kemasrayarakatan. Adapun…
Tasawuf

Urban Sufisme dan Conventional Sufisme: Tasawuf Masa Kini

3 Mins read
Agama menjadi bagian urgen dalam sistem kehidupan manusia. Manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan, pasti memiliki titik jenuh, titik bosan, titik lemah dalam…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds