Inspiring

Ali bin Abi Thalib, Imamul Muttaqin yang Mulia Sifatnya

4 Mins read

Ali bin Abi Thalib dilahirkan di halaman Ka’bah 15 September 601. Ia diberi nama ayahnya Zaid. Sedang ibunya memberi nama Asad dan Haydar. Nabi Muhammad Saw dan Abu Thalib saat itu sedang ke luar kota Makkah. Sewaktu nabi pulang, menamainya Ali yang berarti agung dan tinggi. Nabi mengatakan nama itu adalah nama yang ditetapkan Allah.

Allamah Ali bin Muhammad memberikan gambaran tentang Ali sebagai seorang yang berperawakan sedang mata hitam, bulat besar dan tajam, paras yang cakap dan kulit kuning langsat. Bahunya bidang, leher berotot tegap, kening lapang, dan sedikit rambut di puncak kepalanya.

Abdul Syukur Al Azizi (2021) mencatat bahwa Ali diambil dari Abu Thalib saat berusia 6 tahun. Kedekatan Ali dan Rasulullah sudah terbangun bahkan sejak Ali bayi.

Ali bin Abi Thalib sendiri memberi pengakuan ini, “Aku masih bayi merah ketika Nabi Saw merawatku dari orangtuaku. Aku selalu lengket bersamanya dan dia menyuapiku, dan ketika menginjak kanak-kanak, dia tidak pernah mendapatinya berkata bohong atau berpura-pura. Bagiku, dia seperti bintang yang selalu memberiku petunjuk dan aku selalu mengikuti perilaku dan perbuatannya dengan seksama” (Najhul Balagah, Khutbah 190).

Ali dikenal sebagai seorang yang berhati lembut. Baik hati tetapi tegas. Ia adalah orang yang cerdas, sulit mengalahkannya dalam berdebat. Ia adalah keturunan keluarga terhormat dan kaya. Sekalipun dia kaya, ia makan dan berpakaian hidup layaknya orang miskin (Askari Jafari, Syed M, 2007 :22).

Ia dikenal sebagai seorang yang jernih dan bernilai suaranya. Ia dianggap sebagai orang paling mumpuni yang mewarisi ilmu Rasulullah.

Ia tidak pernah jauh dari Rasulullah. Ketika ia jauh, ia selalu dikhawatirkan Rasul. Ali adalah pemuda yang menemani Rasul dan mengiringi hari-hari kenabian Muhammad Saw selain Khadijah. Kaum sufi menganggap Ali sebagai seorang sufi agung.

Baca Juga  Sosialisme Islam Menurut H.O.S. Tjokroaminoto

Penggambaran Nabi dan Beberapa Ulama terhadap Sosok Ali

Nabi sendiri menggambarkan bagaimana kepribadian dan keagungan sikapnya.

“Beliau adalah orang yang paling lapang dada, kata-katanya paling bisa dipercaya, tata kramanya paling halus, dan keluarganya adalah yang paling mulia. Beliau selalu bergaul, bersenda gurau, dan berbincang bersama sahabat-sahabatnya. Bahkan, beliau sangat menyayangi anak kecil, selalu memenuhi undangan orang yang mengundangnya, selalu mengunjungi orang sakit, dan selalu menerima permintaan maaf.”

Ibnu Sina menggambarkan bagaimana keagungan karakter Ali dengan mengatakan, “Para filosof melahirkan murid, bukan pengikut. Pemimpin sosial menciptakan pengikut, tetapi bukan manusia yang utuh. Pata quthb dan syaikh sufi menciptakan “ahli penyerahan”, bukan pejuang yang aktif untuk Islam. Dalam diri Ali, kita temukan karakter filosof, pemimpin sosial, syaikh sufi, dan beberapa sifat para nabi. Sekolahnya adalah sekolah akal dan pemikiran, sekolah penyerahan dan disiplin. Sekolah kebajikan, keindahan, gairah cinta dan gerakan.” (Muthahhari, Murtadha, 2002 :10).

Dididik langsung oleh Nabi Muhammad, menyaksikan dari pintu paling dekat kehidupan nabi. Ali Bin Abi Thalib mengakui kenabian nabi dan mengikuti secara sembunyi, sampai terang-terangan.

Ia adalah pembela dan benteng nabi paling depan. Ia juga dikenal sebagai seorang yang kuat, pemberani dan tidak kenal takut melindungi nabi.

Keagungan Ali yang dikagumi kaum sufi diungkap oleh Ali Al-Rudzbari, seorang sufi angkatan pertama mengatakan “Dia dianugerahi ilmu ladunni (ilmu dari sisi Allah).”

Ia adalah orang yang paling zahid. Cak Nun menggambarkan bahwa Ali telah menalak tiga dunia. Sikap dan kehidupannya yang zuhud membuat kita takjub. Ketika ditanya tentang iman, ia menjawab “ Iman dilandaskan atas empat tonggak yakni kesabaran, keyakinan, keadilan, dan jihad.” (Al wafa’, Abu, 1997 :52).

Baca Juga  Dinasti Umayyah (3): Kebangkitan Amir Muawiyah I, Merancang Sebuah Wangsa

Sifat Ali yang Layak Diteladani

Sifat-sifat Ali yang cerdas, santun, dan hormat kepada siapapun, menjadi teladan kita semua. Ali juga memiliki sifat zuhud yang membuat Rasul kagum. Di saat menjelang hasrat hatinya hendak menikahi Fatimah, ada pesan simbolik yang menghantam kita semua.

Dialog antara Nabi dan Ali menjadi pengingat penting untuk kita bahwa pernikahan tidak sekadar urusan harta semata. Harta/mas kawin dianggap nomor dua.

Keteguhan, prinsip hidup, dan juga ketundukan Ali kepada Allah dan Rasul menjadi sesuatu yang dipandang lebih dari Rasul ketimbang harta semata.

Ia menjadi menantu Rasulullah dan melahirkan cucu Rasul Hasan dan Husein, dan satu calon bayi bernama Muhsin. Ia juga dikaruniai dari Fatimah puteri Zainab al-Kubra dan Ummu Kultsum al-Kubra.

Pewaris Nabi

Ali dianggap sebagai seorang yang menguasai banyak ilmu dari nabi. Keberanian Ali dalam berperang dan berjuang menegakkan agama Islam membuat semua orang kagum.

Setelah Nabi wafat, banyak orang kebingungan mencari penerus Nabi. Karen  Amstrong mencatat dalam bukunya Islam Sejarah Singkat (2002) menulis “Ali mewarisi sesuatu yang khusus dari kharisma Muhammad. Akan tetap, kendati kesalehan Ali tidak perlu disangsikan, ia masih muda dan belum berpengalaman.”

Pengorbanan dan perjuangannya di saat Nabi Hijrah menjadi catatan keberaniannya berkorban demi Nabi dan Islam sendiri. Ia rela mengalami penyiksaan dan penderitaan selama tiga hari di Mekkah demi menyelamatkan Nabi dan agamanya.

Ali tidak hanya menjadi khalifah dan mewariskan ilmu dari Nabi Muhammad Saw. Ali menjadi orang yang menyerap kebijaksanaan-kebijaksanaan Nabi.

Kedudukan Ali bin Abi Thalib di surga digambarkan tak berjarak. Nabi pun bersabda “Tidak ada yang mencintaimu kecuali mukmin, dan tidak ada yang membencimu kecuali orang munafik.” (HR Muslim).

Baca Juga  Tjokroaminoto : Misionaris Sosialisme Islam

Kepemimpinan

Pada masa kepemimpinan Ali bin Abi Thalib telah melakukan beberapa hal penting di antaranya adalah mengganti orang yang tidak cakap, memajukan ilmu bahasa, membenahi baitul mal, membangun Kota Kuffah (Akhmad Saufi dan Hasmi Fadillah, 2015:112-114).

Ali juga telah memberikan keteladanan kepada keluarga dan juga kepada semua orang tentang bagaimana bersikap zuhud terhadap dunia. Ali menunjukkan keteladanannya dalam memperlakukan dan menghargai kemanusiaan dan keadilan. Apa yang dilakukan ali adalah bagian dari apa yang diajarkan Nabi.

Pada masa kepemimpinan Ali bin Abi Thalib, wilayah Islam juga sudah mencapai Saudi, Zaman, Oman, Uni Emirat Arab, dan juga Wilayah Iran dan Iraq.

Akhir Hayat Sang Imam  

Pembunuhan Ali sebenarnya sudah diketahui oleh Ali sendiri. Tetapi Ali tidak mau menghakimi orang yang belum melakukan apa-apa terhadapnya. Ali dibunuh saat shalat Subuh.

Semua orang berhamburan dan tidak menyelesaikan shalat subuh kecuali Ali sendiri. Ia ditusuk lehernya hingga darah keluar deras ke tubuhnya.

Usai shalat, ia melihat Abdur Rahman Ibn Muljam ditangkap dan ditali cukup erat sehingga membuat kulit tubuhnya mengelupas. Seolah tidak peduli terhadap luka yang hampir merenggut nyawanya. Ali memerintahkan melonggarkan ikatannya.

Imam Ali masih sempat bertahan dua hari. Sebelum wafat, ia sempat berpesan jangan sampai si pembunuh disiksa, jasadnya tidak boleh dirusak, dan anggota keluarganya tidak boleh menderita, dan harta bendanya tidak boleh disita (Jafari, Askari, Syed.M, 2007: 207).

Itulah kisah dan teladan hidup dari Imamul Muttaqin (Pemimpin orang yang bertakwa), Ali bin Abi Thalib. Ia telah mewariskan keteladanan hidup, kesederhanaan, dan juga cinta kasih yang luas kepada manusia.

Editor: Yahya FR

Avatar
35 posts

About author
Pegiat Literasi
Articles
Related posts
Inspiring

Kenal Dekat dengan Abdul Mu'ti: Begawan Pendidikan Indonesia yang Jadi Menteri Dikdasmen Prabowo

3 Mins read
Abdul Mu’ti merupakan tokoh penting dalam dunia pendidikan dan organisasi Islam di Indonesia. Ia dikenal sebagai Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah periode…
Inspiring

Beda Karakter Empat Sahabat Nabi: Abu Bakar, Umar, Utsman, dan Ali

4 Mins read
Ketika berbicara tentang sosok-sosok terdekat Nabi Muhammad SAW, empat sahabat yang paling sering disebut adalah Abu Bakar ash-Shiddiq, Umar bin Khattab, Utsman…
Inspiring

Spiritualitas Kemanusiaan Seyyed Hossein Nasr

3 Mins read
Islam memiliki keterikatan tali yang erat dengan intelektual dan spiritual. Keduanya memiliki hubungan yang sangat dekat dan merupakan dua bagian realitas yang…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds