Review

Ulas Film “Atas Nama Percaya”: Nasib Penganut Aliran Lokal

3 Mins read

Keanekaragaman Indonesia

Negara Indonesia yang terkenal dengan beranekaragamnya suku, bahasa, budaya, dan juga agama, merupakan sebuah ciri khas dari negara ini. terdapat beberapa agama yang diakui di Indonesia seperti halnya Islam, Katholik, Protestan, Hindu, Buddha, dan juga Konghucu.

Tetapi, dalam meningkatkan dan mempercayai adanya Dzat Yang Maha Tinggi, tidak hanya melalui beberapa agama yang diakui di Indonesia, namun juga ada beberapa aliran kepercayaan yang diwarisi oleh leluhur terdahulu dan juga menjadi salah satu penyebab timbulnya aliran kepercayaan.

Ketika manusia berkeinginan meningkatkan kepercayaan spiritualitas, tentu di setiap daerah memiliki berbagai budaya dan ciri khas masing-masing dalam mengimplementasikan rasa penghambaan terhadap Yang Maha Kuasa.

Selain agama yang merupakan sandaran dan jalan hidup bagi masyarakat Indonesia baik untuk keselamatan dunia maupun setelah meninggal, ternyata terdapat ratusan bahkan ribuan aliran kepercayaan yang ada di Indonesia.

Aliran Kepercayaan Marapu

Penayangan film dokumenter yang bertajuk “Atas Nama Percaya”, di dalamnya berisi tentang aliran kepercayaan yang ada di beberapa sudut Indonesia. Salah satunya adalah aliran-aliran kepercayaan/agama lokal Marapu yang berkembang di Sumba, dan aliran kebatinan Perjalanan yang tumbuh di Cianjur, Jawa Barat.

Marapu sendiri merupakan aliran kepercayaan yang mengklaim apa yang ia percayai didapatkan secara turun-temurun dari leluhurnya. Setiap salah anak dari anggota keluarga dalam tradisi harus ada yang meneruskan perjuangan mempertahankan kepercayaan Marapu, baik secara moral maupun tradisi yang dibangun sejak lama.

Dahulu, di kawasan Sumba, sempat terjadi kristenisasi yang dilakukan oleh penjajah. Maka dari itu, dampaknya ialah masyarakat sekitar cenderung dekat dan mayoritas yang menganut Kristen Katholik.

Para penganut Marapu dalam memutuskan dan melihat/sistem peramalan suatu kejadian masih menggunakan tradisi leluhur dengan menyembelih ayam dan mengambil hati dari ayam tersebut, kemudian sesepuh yang memiliki keahlian dalam menerawang dapat menafsirkan apa yang ada di hati ayam sesuai dengan konteks apa yang akan di lihat.

Baca Juga  ‘Gadis Kretek’ dari Sudut Pandang Bukan Perokok

Dengan begitu, masyarakat Marapu percaya terhadap petuah atau tokoh yang menafsirkan hal-hal demikian. Masyarakat Marapu dalam hal hubungan spiritual dibagi menjadi tiga hal: Pertama, Lara Ina, yang disebut dengan jalan Bapak. Kedua, yakni Lara Ama, yang disebut dengan jalan ibu, dan Ketiga, yaitu leluhur.

Selain Marapu yang ada di pulau Sumba, juga terdapat aliran kepercayaan di Cianjur, Jawa Barat. Aliran kepercayaan tersebut bernama Kebatinan Perjalanan. Aliran ini juga percaya terhadap adanya Dzat yang Maha Kuasa, namun tata caranya berkomunikasi dengan Tuhan dengan jalan yang berbeda.

Sebagai minoritas, dahulu aliran ini dikucilkan dan dianggap sebagai antek-antek PKI pada tahun 1965, karena mereka tidak menganut agama resmi yang diakui pemerintah Indonesia.

***

Kerap kali terjadi kekerasan secara fisik oleh para aparat dan sekelompok orang yang tidak suka dengan adanya aliran kepercayaan ini. Namun, seiring berkembangnya zaman, aliran ini perlahan dapat diterima oleh masyarakat setempat.

Namun semenjak tahun 1965 terdapat UU NO 1/PNPS tentang pencegahan penyalahgunaan dan atau penodaan agama. Ketika tahun 1973 TAP MPR RI Nomor IV/MPR tentang GHBN: kepercayaan setara dengan agama. Tentang pernyataan TAP MPR tersebut seolah olah kepercayaan yang ada di Indonesia harus diakui sebagai agama karena juga bertuhan dan hanya saja cara melakukan ritual keagamaannya berbeda.

Hari besar dari aliran kepercayaan ditetapkan pada 1 Suro yang juga dihadiri oleh Menteri Agama kala itu. Namun pada tahun 1978, terdapat peraturan baru dari TAP MPR RI IV/MPR yang berbunyi bidang agama dan kepercayaan; kepercayaan kepada Tuhan yang Maha Esa tidak merupakan agama. Dari adanya peraturan tersebut, sudah menjadi masalah lagi terkait aliran kepercayaan yang tidak dianggap agama karena penganutnya yang masih minoritas dan tidak diakui pemerintah Indonesia.

Baca Juga  Manajemen Kalbu, Bukan Buku Manajemen Biasa

Namun, seluruh warga Indonesia wajib mengisi kolom agama yang ada di kartu tanda penduduk masing-masing. Masyarakat Marapu dan sebagian dari penganut aliran kepercayan ada yang mengisi kolom agama Katholik dan ada pula yang tidak  mengisi kolom agama karena masih berpegang teguh dengan identitas kepercayaannya.

***

Untuk sekarang, pengisian kolom agama tidak diwajibkan dengan mengisi salah satu agama yang diakui di Indonesia. Namun juga, bisa diisi dengan penganut aliran kepercayaan, seperti halnya aliran kepercayaan Perjalanan yang berkembang di Cianjur tersebut.

Dari respon film di atas, sangat disayangkan ketika hak-hak dalam memilih suatu kepercayaan disekat dengan sebagaimana aturan yang ditetapkan petinggi pemerintah. Dengan adanya cuplikan-cuplikan baik berupa gambar maupun video yang terhimpun dalam satu video documenter yang berdurasi 36:45 menit itu, seakan memposisikan agama lokal sebagai agama yang illegal. Padahal inilah yang menjadi identitas tersendiri masyarakat Indonesia dengan segala keragamaan kepercayaannya.

Pada akhirnya, dengan diberi kebebasan dalam mencantumkan nama identitas kepercayaan di kartu tanda penduduk, setidaknya memberi kebebasan dan HAM setiap warga negara terpenuhi dalam memilih.

Dengan begitu, hal ini sangat perlu menjaga eksistensi puluhan bahkan ratusan agama lokal/aliran kepercayaan yang tersebar di seluruh penjuru bumi pertiwi. Setidaknya, identitas Indonesia yang ramai diperbincangkan dunia yang kaya akan budaya, ras, suku bangsa, dan agama tetap terjaga sebagaimana mestinya. 

Editor: Yahya FR

Ali Mursyid Azisi
12 posts

About author
Mahasiswa Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya
Articles
Related posts
Review

Kumandang Dakwah Sang Pembaharu dari Paciran: Kiai Muhammad Ridlwan Syarqawi

3 Mins read
Muhammadiyah dikenal sebagai gerakan pembaharu (tajdid) sekaligus pemurnian akidah Islam. Sejak awal berdirinya di Yogyakarta, Kiai Ahmad Dahlan telah menancapkan pakem kokoh…
Review

Memahami Teks, Menyadari Konteks: Review Buku Interaksi Islam Karya Mun'im Sirry

5 Mins read
Buku ini, Interaksi Islam, karya terbaru Prof. Mun’im Sirry, mengusung tiga tema besar: Pertama, penelusuran aktivitas relasi antaragama di masa awal Islam,…
Review

Belajar Kehidupan dari Dilarang Mencintai Bunga-Bunga Karya Kuntowijoyo

4 Mins read
“Membaca karya Kuntowijoyo ini pembaca akan merasakan bagaimana sensasi imajinasi yang membuat pikiran merasa tidak nyaman.” (Buku Cerpen Dilarang Mencintai Bunga-Bunga, Kuntowijoyo)…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds