Berkaitan dengan kelompok aliran Syi’ah dan pengaruh ajarannya terhadap hadis memiliki banyak sisi yang menarik untuk dijadikan sebagai bahan kajian penelitian. Adapun di antaranya yaitu ketika dilihat dari sisi historisnya. Faktanya, kelompok Syi’ah memiliki peran yang signifikan dalam ijtihad para ulama ahli hadis untuk menciptakan epistimologi kritik hadis yang lebih tersetruktur dan komprehensif. Tujuannya, untuk menghindarkan hadis dari berbagai pelamsuan yang telah dilakukan atas tendensi kelompok tertentu dalam memperkuat ideologinya.
Konsep Hadis Perspektif Aliran Syi’ah
Kelompok aliran Syi’ah memiliki persepsi yang berbeda tentang hadis dengan pendapat dari ulama kalangan Sunni. Adapun ajaran Syi’ah dan pengaruhnya terhadap hadis diantaranya yaitu sebagai berikut:
Pertama, berkaitan dengan hadis, menurut aliran Syi’ah hadis adalah segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi Muhamad saw. melalui periwayatan para imam Syi’ah, baik berupa ucapan, berbuatan maupun ketetapan. Dalam hal ini, Syi’ah tidak mengakui adanya perbedaan antara nubuwwah dan imamah. Hal ini seperti yang telah dikatakan oleh imam besar Syi’ah al-Majlisi bahwa keshahihan hadis menurut Syi’ah tidak mensyaratkan ketersambungan sanad kepada Nabi.
Kategori ini menjadikan konsep hadis Syi’ah berbeda dengan seperti yang dilakukan oleh para ulama Sunni. Akan tetapi, bagi Syi’ah yang terpenting adalah harus bersambung dengan imam-imam mereka.
Kedua, hadis dijadikan sebagai sarana mencapai ambisi politik, terutama untuk melegistimilasi peran khalifah Ali sebagai pengganti Nabi, baik dalam bidang kepemerintahan maupun dalam bidang kenabian. Disinyalir bahwa Nabi pernah memberi wasiyat kepada Ali dan salah satu familiar bagi Syi’ah adalah hadis Ghadir Khaum. Hal ini dikaitkan dengan akidah pokok Syi’ah yaitu Imamah.
Muhammad Jawwad mendefinisikan Imamah sebagai berkumpulnya tanggung jawab kepemimpinan dalam suatu pemerintahan dan keagamaan pada seseorang setelah wafatnya Nabi Muhammad saw. Imamah sudah terjadi pada masa Nabi dan terus berlanjut kepada keturunan Nabi.
Dalam hal ini, Ali dan keturunannya yang berjumlah 12 orang diklaim oleh aliran Syi’ah sebagai para imam yang mendapatkan mandat secara langsung dari Nabi untuk meneruskan perjuangannya.
Ketiga, Syi’ah telah dikatakan terlibat dalam usaha pemalsuan tehadap hadis-hadis Nabi. Bahkan, Syi’ah menjadi golongan terbanyak yang melakukan pemalsuan dan penyebaran hadis-hadis palsu. Adapun hadis-hadis palsu yang telah dibuat oleh kelompok Syi’ah sebagai penguat atas ideologinya dan berawal dari problematika politik pengangkatan kekhalifahan ‘Ali ibn Abi Thalib.
Kelompok Syi’ah hanya mau menerima hadis yang diriwayatkan oleh imam-imam mereka yang diklaim sebagai keturunan Nabi yang langsung mendapatkan mandat dari Nabi. Dengan demikian, muncul klaim bahwa kelompok Syi’ah ingkar terhadap hadis-hadis yang telah diriwayatkan oleh para perawi sebagaimana pemahaman kelompok Sunni.
Kelompok Syi’ah merupakan kelompompok pendukung kekhalifahan ‘Ali ibn Abi Thalib sebagai imamah dan khalifah yang menurut mereka ditetapkan dalam nash dan wasiat baik secara langsung maupun secara tersembunyi. Dengan demikian, sebagai alat untuk mempertahankan ajaran serta prinsipnya agar mendapatkan pendukung yang lebih besar, kelompok Syi’ah melakukan pemalsuan terhadap hadis-hadis Nabi.
Dalam hal ini, Syi’ah tidak menemukan celah untuk melakukan tahrif terhadap Alquran atau mentakwilnya sesuai dengan keinginannya dalam rangka memperkuat ideologinya.
Kriteria Hadis Shahih Perspektif Syi’ah
Seperti yang telah dilakukan oleh kalangan Sunni, kelompok aliran Syi’ah juga telah menentukan beberapa kriteria keshahihan hadis. Berdasarkan penjelasan dalam kitab Bidayah Fi Ilm al-Riwayah karya Zainuddin al’Amily bahwa syarat-syarat keshahihan hadis menurut Syi’ah, yaitu sebagai berikut:
Pertama, suatu hadis dapat dikatakan shahih apabila sanadnya bersambung kepada ulama yang ma’shum melalui jalur orang ‘adil dari kalangan Syi’ah Imamiyah di setiap tingkatannya. Dengan demikian, sanadnya harus bersambung melalui ulama-ulama yang telah diklaim oleh Syi’ah mendapatkan mandat secara langsung dari Nabi Muhammad saw.
Kedua, perawi yang meriwayatkan hadis dari kalangan Syi’ah Imamiyah harus bersifat dhabit atu kuat hafalannya pada seluruh tingkatan sanad. Dapat diketahuinya kualitas masing-masing perawi tentu dibutuhkan penelitian terhadap masing-masing perawi yang telah meriwayatkan hadis. Syarat tersebut tentu hampir sama dengan syarat yang ditetapkan oleh kalangan Sunni, namun pada kalangan Syi’ah ini hany menerima perawi hadis yang berasal dari kalangannya saja.
Ketiga, suatu hadis dapat dikatakan shahih apabila terbebas dari syadz dan ‘illat dalam jalur sanadnya. Adapun syarat tersebut bertujuan untuk menjaga kemurnian hadis yang berasal dari para perawi kalangannya (Syi’ah Imamiyah). Dengan demikian, untuk menentukan kualitas hadisnya harus dilakukan penelusuran terlebih dahulu.
Berkaitan dengan kualitas hadis, kelompok aliran Syi’ah telah memiliki kitab pokok yang dijadikan standar bagi mereka yaitu kutubu al-Arba’ah. Kitab tersebu merupakan empat kitab utama bagi kalangan Syi’ah yang dapat dijadikan rujukan bagi umat Islam ketika melakukan pencarian terhadap hadis baik sebagai sumber hukum, sebagai petunjuk maupun sebagai bahan penelitian dalam sebuah kajian keilmuan.
***
Berdasarkan pemaparan di atas, dapat disimpulkan bahwa ajaran aliran Syi’ah memiliki pengaruh besar terhadap hadis. Pasalnya, mereka juga melakukan kajian hadis seperti yang telah dilakukan oleh kalangan Sunni.
Namun, kajian hadis tersebut dilakukan berdasarkan prinsip-prinsip kalangan Syi’ah sendiri. Dengan demikian, keberadaan Syi’ah dan pengaruh ajarannya terhadap hadis sangat menarik untuk diteliti.
Editor: Shidqi Mukhtasor