Perspektif

Anies Baswedan Kandidat Terkuat Capres 2024

2 Mins read

Anda boleh saja membikin meme gaya Anies Baswedan membaca buku sebagai bentuk ejekan. Anda boleh saja bilang tidak suka terhadapnya dengan memuntahkan ketidaksukaan kepadanya. Namun, anda tidak bisa mengelak dari data elektabilitas yang dikeluarkan oleh Indikator Politik, bahwasanya ia berada diurutan nomor tiga sebagai kandidat Pilpres 2024 dengan jumlah persentase sebesar 14,4 %, di atasnya ada Ganjar (18, 7%) di urutan pertama dan Prabowo di urutan kedua (16, 8 %). Dalam pilkada Jakarta 2017 kemarin, Anies-Sandi berada di urutan buncit di bawah Ahok dan Agus. Namun, hasil akhirnya, ia justru memenangkan pertandingan pilkada, terlepas bagaimana ia mendapatkan suara terbanyak dari pilkada Jakarta tersebut. Tak pelak, Anies Baswedan menjadi kandidat terkuat capres 2024.

Anies Baswedan yang Pintar dan Berbahaya

Dibandingkan dengan Ganjar dan Prabowo, bagi saya, Anies ini jauh lebih pintar sekaligus berbahaya. Sebagai lulusan ilmu politik Amerika Serikat, ia tahu benar bagaimana menguasai sentimen publik dan membangkitkan narasi ketidakadilan dalam masyarakat Islam. Retorikanya mungkin bisa kita anggap kosong, tapi ia bisa memainkan dengan baik mengikuti segmen massa yang didatanginya; perihal yang tidak mudah dilakukan oleh Prabowo dan Ganjar.

Bahkan, jika dilihat jejak sebelumnya, ia bisa melakukan transformasi secara total dari pendulum pendukung Jokowi menjadi barisan lawan politiknya hanya dalam hitungan bulan saja. Dalam kampanye di depan FPI, Ia bahkan bisa mengkritik warisan pemikiran Cak Nur di Paramadina padahal lembaga ini yang turut membesarkan namanya. Kondisi ini, tentu saja tidak mungkin dilakukan oleh orang yang memiliki mental politisi medioker, memiliki prinsip kuat, dan idealisme.

Pose ia membaca buku ini bukanlah bentuk kepolosan, melainkan representasi gambar yang ditunjukkan untuk konteks saat ini. Bagi pendukung Jokowi itu merupakan meme untuk diejek. Sementara bagi pendukung Rizieq Shihab dan oposisi, ini merupakan bentuk keberpihakan dan kritik atas kebijakan pencopotan baliho bergambar Rizieq Shihab. Hal yang seringkali tidak disadari adalah Anies berhasil membangun perhatian (attention) publik di media sosial.

Baca Juga  PM Muhyiddin, Mampukah Bertahan?

Dalam praktik media sosial, perhatian ini merupakan hal yang sangat krusial. Perhatian memang bisa direkayasa tetapi tidak mudah untuk menjadi viral. Selain adanya konteks, prokovasi, momentum memainkan peranan yang penting. Dalam konteks mengambil perhatian publik ini, tidak sedikit politisi membayar buzzers agar menjadi bagian dari perhatian publik. Tentu saja, membayar buzzers ini, sebagaimana kita tahu, lagi-lagi bukanlah harga yang murah.

Di sini, Anies, dengan sangat baik, bisa memicu kontroversi hanya dengan satu pose, mengakibatkan lawan politiknya sekaligus pendukung mereka menjadi naik pitam. Dengan kata lain, ia bisa menempatkan dirinya sebagai newsmaker: pusat perhatian sekaligus informasi, terlepas itu bentuk hinaan ataupun kebanggaan dari cara orang-orang merespon dirinya. Anies bisa menjadikan dirinya sebagai semesta perhatian. Kalau sentimen ini terus dimainkan, siapa bohir yang tidak mau mendanai?

Kerja Tulus vs Sentimen Agama

Sebagai bagian dari warganegara, publik tentu saja akan menagih kerja-kerjanya dalam membangun Jakarta, yang coba dibandingkan dengan Ahok. Namun, itu logika warganegara yang melihat pemimpinnnya. Selama ini, proses kerja yang dilakukan oleh Anies, meskipun mendapatkan kritik yang keras, ia tetap menguasai bursa elektabilitas pilpres 2024 dan selalu masuk dalam tiga besar. Dengan kata lain, kehadiran Anies dan peristiwa Ahok menjadi cermin betapa kerja-kerja tulus dalam membangun Jakarta itu seringkali tidak berbanding lurus dengan elektabilitas seseorang selama sentimen agama terus dimainkan.

Apalagi kita tahu, politik bukan persoalan mencari orang baik, tapi memenangkan pertarungan. Partai politik, apapun ideologinya, selalu punya pertimbangan persoalan itu. Sementara, oligarki, yang memiliki stok sumber uang yang tak terbatas punya kepentingan terhadap aset-asetnya. Mereka akan mendanai figur-figur yang memang dianggap mampu untuk berkompetisi. Tujuannya, ya apalagi kalau bukan mengamankan sekaligus memperluas aset-aset ekonomi mereka.

Baca Juga  Pembakaran Bendera PKI, Tanda Kecintaan pada Negeri?

Nah, Anies Baswedan memiliki prasyarat untuk didanai itu; elektablitas kuat, didukung oleh kelompok Islam konservatif, dan memiliki kemampuan membaca psikologi massa.

Editor: Nabhan
.

Avatar
83 posts

About author
Peneliti di Research Center of Society and Culture LIPI
Articles
Related posts
Perspektif

Fenomena Over Branding Institusi Pendidikan, Muhammadiyah Perlu Hati-hati!

4 Mins read
Seiring dengan perkembangan zaman, institusi pendidikan di Indonesia terus bertransformasi. Arus globalisasi tentu memainkan peran penting dalam menentukan kebutuhan pendidikan di era…
Perspektif

Hakim, Undang-Undang, dan Hukum Progresif

3 Mins read
Putusan hakim idealnya mengandung aspek kepastian, keadilan, dan kemanfaatan. Dalam implementasinya tidak mudah untuk mensinergikan ketiga aspek tersebut, terutama antara aspek kepastian…
Perspektif

11 Kategori Pengkritik Jurnal Terindeks Scopus, Kamu yang Mana?

2 Mins read
Dalam amatan penulis, ada beberapa kategori pengkritik jurnal terindeks scopus. Dalam tulisan ini, setidaknya ada 11 kategori yang saya temui. Berikut ulasan…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *