Zakat Pertanian – Zakat merupakan salah satu rukun Islam kelima yang harus dilakukan setiap umat Islam. Secara bahasa, zakat berasal dari kata zaka yang artinya berkah, bersih, dan baik. Sedangkan secara istilah fiqh, zakat adalah sejumlah harta tertentu yang diwajibkan Allah untuk diserahkan kepada orang-orang yang berhak.
Dikatakan zakat, karena dari harta yang dikeluarkan akan bertambah banyak, menjadi lebih berarti, serta melindungi kekayaan dari kesengsaraan.
Pada umumnya, zakat terbagi menjadi dua, yakni zakat fitrah dan mal. Adapun zakat pertanian, adalah termasuk zakat mal, karena sebagian besar merupakan zakat yang harus dikeluarkan dari harta tertentu. Sehingga, di sini zakat pertanian sering diartikan sebagai zakat yang harus dikeluarkan dari hasil pertanian berupa biji-bijian, buah-buahan, bisa dimakan, bisa disimpan, bisa ditakar, awet, dan kering.
Dalil tentang Zakat Pertanian
Dasar masyru’iyah zakat pertanian, terdapat dalam firman Allah Swt yang berbunyi:
وَهُوَ الَّذِي أَنْشَأَ جَنَّاتٍ مَعْرُوشَاتٍ وَغَيْرَ مَعْرُوشَاتٍ وَالنَّخْلَ وَالزَّرْعَ مُخْتَلِفًا أُكُلُهُ وَالزَّيْتُونَ وَالرُّمَّانَ مُتَشَابِهًا وَغَيْرَ مُتَشَابِهٍ ۚ كُلُوا مِنْ ثَمَرِهِ إِذَا أَثْمَرَ وَآتُوا حَقَّهُ يَوْمَ حَصَادِهِ ۖ وَلَا تُسْرِفُوا ۚ إِنَّهُ لَا يُحِبُّ الْمُسْرِفِينَ
Artinya: “Dan Dialah yang menjadikan kebun-kebun yang berjunjung dan yang tidak berjunjung, pohon korma, tanam-tanaman yang bermacam-macam buahnya, zaitun dan delima yang serupa (bentuk dan warnanya) dan tidak sama (rasanya). Makanlah dari buahnya (yang bermacam-macam itu) bila dia berbuah, dan tunaikanlah haknya di hari memetik hasilnya (dengan disedekahkan kepada fakir miskin); dan janganlah kamu berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan.” (QS. Al-An’am: 141).
Dalam ayat di atas, diriwayatkan dari Anas bin Malik dan Ibnu Abbas ra, Thawus, al-Hasan, Ibnu Zaid, adh-Dhahhak dan Said al-Musayyib, sebagaimana disebutkan oleh Imam al-Qurthubi bahwa kalimat “tunaikan haknya” mengandung makna sebagai kewajiban untuk mengeluarkan zakat dari hasil panennya.
Macam-macam Zakat Pertanian
Pada zaman Rasulluah Saw, zakat yang dikarenakan pada produk pertanian, setiap panen dan mencapai nisab ini, terdiri dari gandum, jewawut, kurma, dan anggur. Abu Dardah meriwayatkan bahwa Abu Musa dan Muadz diutus oleh Rasulullah ke Yaman untuk mengajari agama Islam. Beliau memerintahkan kepada mereka berdua supaya tidak menarik zakat (pertanian), kecuali dari empat macam; gandum, jewawut, kurma, dan anggur.
Ibnu Mandzur berkata, “Menurut Ibnu Abdilbar, para ulama’ telah sepakat bahwa zakat pertanian yang wajib adalah gandum, jewawut, kurma, dan anggur.” Di dalam riwayat Ibnu Majah, Rasulullah menetapkan zakat untuk gandum, jawawut, kurma, anggur, dan jagung.” Di dalam mata rantai sanad ini ada Muhammad bin Ubaidilah al-‘Arzami, seorang yang riwayatnya diabaikan.
Sedangkan dari madzhab Hanafi, Syafi’i dan Hambali, menyatakan bahwa tanaman yang wajib dikeluarkan zakatnya adalah tanaman yang oleh petani memang sengaja ditanam sebagai harta yang diusahakan untuk nafkah. Adapun tanaman yang tumbuh dengan sendirinya di tanah seseorang, meskipun pada akhirnya jika dijual bisa memberikan pemasukan bagi pemiliknya, tidak perlu ada kewajiban untuk mengeluarkan zakat.
Ketentuan Nisab
Ada dua kategori yang harus di lakukan untuk mengeluarkan zakat pertanian. Jikalau tanaman dialiri dengan air hujan, maka zakat yang harus dikeluarkan sebanyak 10%, sedangkan tanaman yang dialiri dengan media peralatan, maka zakat yang dikeluarkan sebesar 5%.
Syarat hasil pertanian yang harus dikeluarkan zakatnya adalah jika telah mencapai haul dan nisabnya, yakni sebesar 652,8 kg. Adapun jika tidak mencapai nisab, maka tidak diharuskan untuk zakat. Diriwayatkan dalam hadits yang artinya:
“Tanaman yang dialiri dengan air hujan dan mata air atau tumbuh sendiri, zakatnya adalah sepersepuluh (1/10). Sedangkan yang dialiri melalui telaga (saluran air yang sengaja dibuat), zakatnya adalah seper dua puluh (1/20)”. (HR. Bukhari).
Waktu Pembayaran
Tentunya, zakat pertanian ini tidak dikeluarkan setiap tahun, akan tetapi setiap kali panen. Sebagaimana sudah jelas ditegaskan dalam firman Allah yang berbunyi:
وَآتُوا حَقَّهُ يَوْمَ حَصَادِهِ
Artinya: “Dan tunaikanlah haknya di hari memetik hasilnya (dengan disedekahkan kepada fakir miskin).” (QS. Al-An’am: 141).
Kalimat: “tunaikanlah haknya di hari memetik hasilnya” adalah lafadz yang secara tegas menyebutkan bahwa pada hari di mana seseorang memanen hasil tanamannya, maka di hari itu juga harus ditunaikan zakatnya.
Hasil Pertanian dengan Buah-buahan Digabung?
Tinjauan terkait penggabungan hasil pertanian dengan buah-buahan, para ulama’ telah sepakat bahwa keberagaman buah yang bermacam-macam boleh dikumpulkan menjadi satu (agar mencapai nisab) walaupun kualitas dan warnanya berbeda. Macam-macam anggur, gandum, dan biji-bijian boleh juga dicampur menjadi satu.
Mereka juga sepakat bahwa barang perniagaan bisa dicampur dengan uang dan begitu pula sebaliknya (agar mencapai nisab). Namun, Imam Syafi’i tidak membolehkan mencampurkan barang perniagaan, kecuali dengan barang-barang sejenisnya, karena nisab barang-barang tersebut diperhitungkan berdasarkan kadar jual beli.
Dengan demikian, uraian di atas dapat disimpulkan bahwa menggabungkan hasil pertanian dengan buah-buahan. Walaupun banyak yang berpendapat setuju, tentunya ada pula yang tidak menyetujuinya, dan hal ini sangat wajar. Maka dari itu, lebih spesifiknya adalah mengambil yang lebih baik dan jangan terlalu fanatik.
Editor: Soleh