Fikih

Zakat untuk Memperbaiki Perekonomian

3 Mins read

Zakat Perekonomian | Bulan Ramadhan merupakan bagian dari bulan Hijriyah yang ikonik karena menjadi momentum umat Muslim dalam menunaikan 2 (dua) ibadah rukun Islam sekaligus yakni puasa dan zakat.

Zakat berasal dari bentuk kata “zaka” yang berarti suci, baik, berkah, tumbuh, dan berkembang. Secara bahasa, zakat berarti membersihkan, subur, bertambah dan tumbuh. Zakat sebagai ibadah istimewa yang memiliki corak sosial-ekonomi mengingat bahwa sebagai bagian dari kewajiban seorang muslim atau badan hukum yang dimilikinya untuk mengeluarkan sebagian harta kepada pihak yang berhak untuk menerimanya (mustahik) supaya tercipta pemerataan ekonomi yang berkeadilan.

Indonesia sebagai negara berpenduduk Muslim terbesar di dunia yang memiliki keunikan dengan perkembangan yang signifikan dalam penghimpunan dan pendistribusian, maupun tatakelola perzakatannya. Data dari BAZNAS RI menyebutkan bahwa potensi dana zakat tahun 2022 mencapai Rp 327 triliun.

Sedangkan target pengumpulannya pada angka Rp 26 triliun dari akumulasi dari total target pengumpulan seluruh 562 organisasi pengelola zakat resmi secara nasional dengan target jumlah muzakki secara nasional sebanyak 10,7 juta jiwa. 

Angka-angka tersebut menunjukkan masih adanya gap yang besar antara potensi dan total penghimpunan dana zakat yang sudah terkumpul. Persoalan klasik yang masih terus diupayakan solusinya dalam upaya mengoptimalkan dan menggerakkan kontribusi zakat di kancah perekonomian nasional dan global.

Manfaat dan Hikmah Zakat

Selain itu, dipertegas lagi bahwa Zakat mengandung manfaat dan hikmah besar baik bagi muzaki (pihak wajib zakat), mustahik, harta benda yang dikeluarkan zakatnya dan bagi masyarakat secara keseluruhan secara garis besar sebagai berikut;

Pertama, bagian dari cara mensucikan dan fungsi sosial. Bagi muzaki dan mustahik sebagai sarana mensucikan diri dari sifat dengki, iri, amarah, rakus dan kikir. Bagi harta, zakat mensucikan dari kotoran dan syubhat yang ada padanya. Secara sosial, zakat mampu menciptakan kehidupan bermasyarakat yang tentram, harmonis, berkah dan adil.

Baca Juga  PSIPP ITB AD Kembali Serukan Zakat untuk Korban Kekerasan terhadap Perempuan

Kedua, bagian dari mengembangkan fungsi ekonomi. Bagi Mustahik maupun Muzakki, zakat berfungsi meningkatkan pendapatan dan konsumsi yang berdampak pada peningkatan sisi permintaan (demand) dan sisi penawaran (supply). Bagi harta, zakat dapat berdampak secara makro berupa pertumbuhan ekonomi berkelanjutan dan kerkeadilan (sustainable growth with equity).

Dalam Fakhriddin (2008) Adapun hikmah disyariatkannya zakat menurut para ulama dibagi menjadi tiga macam aspek: diniyyah (segi agama), khuluqiyyah (Segi Akhlak), ijtimaiyyah (segi sosial kemasyarakatan).

Adapun dari aspek ijtimaiyyah (segi sosial kemasyarakatan) inilah zakat memiliki hikmah diantaranya; 1. sarana untuk membantu memenuhi hajat hidup para fakir miskin yang merupakan kelompok mayoritas, 2. Memberikan support kekuatan bagi kaum muslimin dan mengangkat eksistensi mereka, 3. Mengurangi kecemburuan sosial, dendam, dan rasa iri, 4. Meningkatkan pertumbuhan ekonomi suatu masyarakat, 5. Membayar zakat berarti meningkatkan daya beli masyarakat (mustahik) dan memperluas peredaran harta benda atau uang. Ketika harta dibelanjakan maka perputarannya akan meluas dan lebih banyak pihak yang mengambil manfaat.

Zakat untuk Menumbuhkan dan Menyuburkan Ekonomi

Salah satu definisi dari kata Zakat adalah bertumbuh dan subur. Mengapa demikian? Karena dengan adanya kerelaan hati muzakki untuk memberikan sebagian hartanya pada fakir miskin dan lain-lain yang merupakan hak mereka yang terdapat dalam harta benda muzakki, maka menunjukkan adanya peredaran atau sirkulasi uang dalam masyarakat yang mengakibatkan berkembangnya fungsi uang itu dalam kehidupan perekonomian di masyarakat.

Sebagaimana firman Allah dalam Al-Qur’an surat Al-baqarah ayat 261, “Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir: seratus biji. Allah melipatgandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha luas (kurnia-Nya) lagi Maha Mengetahui.” (Q.S al-Baqarah :261)

Baca Juga  Apa Hukum Khitan Bagi Perempuan?

Ayat tersebut menggambarkan secara implisit efek multiplier dari zakat. Pelaksanaan ibadah zakat bila dilakukan secara sistematis dan terorganisasi akan mampu memberikan efek pengganda yang tidak sedikit terhadap peningkatan pendapatan nasional suatu negara, dikarenakan percepatan sirkulasi uang yang terjadi dalam perekonomian.

Gambaran sederhana mekanisme efek multiplier (efek pengganda) zakat dalam bentuk konsumtif kepada mustahik maka akan meningkatkan pendapatan mustahik. Pendapatan mustahik bertambah yang berarti daya beli mustahik atas suatu produk yang menjadi kebutuhannya akan meningkat. Bertambahnya daya beli mustahik berdampak pada peningkatan produksi industri/perusahaan. Peningkatan produksi perusahaan berarti perusahaan akan membutuhkan tenaga kerja lebih banyak sehingga menyerap pengangguran.

***

Di sisi lain, produksi yang meningkat akan berakibat pada meningkatnya pendapatan negara dari adanya pajak, baik pajak perusahaan, pajak pertambahan nilai maupun pajak penghasilan. Bertambahnya penerimaan negara dari pajak, maka negara akan mampu menyediakan sarana dan prasarana untuk pembangunan serta mampu menyediakan fasilitas publik bagi masyarakat. Dan apabila zakat mampu dikumpulkan secara signifikan akan mampu memberikan peningkatan pelayanan pendidikan dan kesehatan gratis bagi rakyatnya.

Artinya, berdasarkan penjelasan tersebut menunjukkan bahwa pembayaran zakat dapat menghasilkan efek pengganda (multiplier effect) dalam pertumbuhan perekonomian. Distribusi zakat yang diberikan dalam bentuk bantuan konsumtif saja sudah mampu memberikan efek pengganda yang cukup signifikan. Terlebih jika zakat diberikan dalam bentuk bantuan produktif seperti modal kerja atau dana bergulir, maka tentu efek pengganda yang didapat akan lebih besar lagi dalam sebuah perekonomian.

Hal tersebut dikarenakan zakat memberikan efek dua kali lipat lebih banyak dibandingkan dalam zakat dalam bentuk bantuan konsumtif. Karena sejatinya dengan mengeluarkan zakat, maka efeknya tidak hanya dirasakan oleh mustahik saja namun akan simultan berdampak pada unit ekonomi lain hingga sampai pada pertumbuhan ekonomi nasional dan global.

Baca Juga  Hilman Latief: Fatwa Zakat Tidak Progresif, Tapi Gerakannya Progresif

Editor: Yahya FR

Avatar
6 posts

About author
Dosen Prodi Perbankan Syariah FAI Universitas Muhammadiyah Surabaya
Articles
Related posts
Fikih

Mana yang Lebih Dulu: Puasa Syawal atau Qadha’ Puasa Ramadhan?

3 Mins read
Ramadhan telah usai, hari-hari lebaran juga telah kita lalui dengan bermaaf-maafan satu sama lain. Para pemudik juga sudah mulai berbondong meninggalkan kampung…
Fikih

Apakah Fakir Miskin Tetap Mengeluarkan Zakat Fitrah?

4 Mins read
Sudah mafhum, bahwa zakat fitrah adalah kewajiban yang harus dilaksanakan sebagai puncak dari kewajiban puasa selama sebulan. Meskipun demikian, kaum muslim yang…
Fikih

Bolehkah Mengucapkan Salam kepada Non-Muslim?

3 Mins read
Konflik antar umat beragama yang terus bergelora di Indonesia masih merupakan ancaman serius terhadap kerukunan bangsa. Tragedi semacam ini seringkali meninggalkan luka…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *