Hukum khitan akhir-akhir ini sedang ramai diperdebatkan, banyak orang mempermasalahkan hukum khitan atau sunnat bagi perempuan. Perbedaan Madzhab, ketentuan hukum yang berubah-ubah membuat masyarakat semakin bimbang. Tetapi yang jelas menurut Madzhab yang kita anut yakni Madzhab Syafi’i, hukum khitan adalah wajib bagi laki-laki dan perempuan.
Menurut sebagian keterangan dalam literatur Madzhab Syafi’i, khitan bagi perempuan mempunyai manfaat untuk mengontrol syahwat perempuan supaya tidak terlalu liar. Oleh karena itu, yang wajib dalam khitan perempuan ini adalah memotong sedikit saja bagian atas vagina. Memotongnya pun tidak boleh berlebihan karena jika berlebihan itu akan berdampak buruk bagi perempuan. Seperti lemah syahwat dan tidak bisa merasakan kenikmatan seksual yang maksimal.
وفي الأنثى بقطع جزء يطلق عليه اسم الخاتم من اللحمة الموجودة بأعلى الفرج فوق ثقبة اابول تشبه عرف الديك وتسمى البظر
(نهاية الزين)
“Khitan bagi perempuan yaitu dengan memotong sebagian kecil dari daging yang berada di bagian paling atas vagina, tepatnya diatas lubang kencing yang mana daging tadi mirip cengger ayam, dan daging tersebut dinamakan bidzir (clitoris)”.
Masalahnya adalah ada sebagian ulama yang menentang, bahkan ada juga yang mengharamkan khitan bagi perempuan, karena menurut mereka khitan justru membahayakan dan merampas hak seksual perempuan. Syaikh Ali Goma misalnya, beliau mengatakan bahwa khitan perempuan adalah tindakah kriminal dan tidak ada dalilnya dalam syariat islam.
Waallahua’alam, yang jelas dalam kitab al-Fiqh al-Islami-dalam lingkup empat madzhab-hukum khitan bagi perempuan menurut Madzhab Syafi’i dan Hambali adalah wajib, sedangkan menurut Madzhab Hanafi dan Maliki makrumah.
Khitan untuk Perempuan Bahaya?
Female Genital Multilation atau khitan bagi perempuan itu banyak tipenya, ada yang pemotongan bagian vaginanya hanya sedikit, sedang, dan ada juga yang sampai menutup seluruh lubang vagina, semakin banyak yang dipotong risikonya juga akan semakin tinggi.
Khitan perempuan memang ditentang dan tidak direkomendasikan oleh WHO baik yang parsial maupun total, karena dalam praktiknya khitan perempuan ini seringkali dilakukan oleh non tenaga medis, sehingga banyak menyebabkan masalah kesehatan seperti kista, pendarahan, infeksi, pembengkakan jaringan genital, permasalahan sistem urinaria dan sebagainya.
Jadi menurut pandangan WHO, khitan bagi perempuan dianggap salah satu tindakan yang melukai hak asasi perempuan untuk sehat, dan sekarang pun sangat jarang ada tenaga medis yang mau mengkhitan perempuan karena dinas kesehatan melarang mereka untuk melakukan tindakan itu.
Dan setelah saya membaca keterangan dari seorang kyai di Madura, beliau telah membaca jurnal-jurnal yang membahas tentang khitan bagi perempuan, di Indonesia kebanyakan menganalisis dari sisi sosial budaya dan gender dan belum ada keterangan bahwa khitan perempuan di Indonesia ini aman dan tidak menimbulkan bahaya kesehatan kelak.
Ketetapan Pemerintah
Pada tahun 2006 Kemenkes sempat melarang khitan perempuan lalu diprotes oleh MUI karena praktik khitan perempuan di Indonesia dinilai berbeda dengan praktik khitan perempuan ekstrim lainnya. Akhirnya pada tahun 2010 terbit Permenkes yang mengatur metode praktik yang aman, namun masih menimbulkan pro dan kontra yang pada akhirnya tahun 2013 dicabut.
Dari British Journal yang sempat menyinggung soal regulasi khitan perempuan di Indonesia, yang kemudian ditanggapi oleh NU yang memperbolehkan khitan perempuan dengan syarat yang dikhitan sedikit saja.
Ikatan Dokter Anak Amerika tahun 2010 pernah menyatakan bahwa khitan perempuan yang hanya sedikit masih bisa ditoleransi, tapi penyataan itu ditarik lagi dan diprotes oleh Health Professional yang lain kemungkinan karena khawatir dijadikan pembenaran oleh praktisi khitan perempuan yang sedang ekstrim.
Nah, meskipun dalam Madzhab kita mewajibkan khitan untuk perempuan namun saya tidak menganjurkan ibu-ibu yang sudah berumah tangga dan mempunyai anak untuk berkhitan ya, toh masih ada juga Madzhab yang tidak mewajibkannya.
Terlepas dari perbedaan Madzhab, pendapat para ulama dan pandangan medis tentang khitan bagi perempuan, saya berpendapat bahwa khitan bagi perempuan ini (bagi yang belum menikah dan belum mempunyai anak*) akan ada manfaatnya jika dilakukan dengan prosedur yang baik dan benar.
Editor: Dhima Wahyu Sejati