Penghinaan Nabi Muhammad SAW terjadi di Prancis sudah berlalu, kronologi awalnya seorang guru bernama Samuel Paty yang mengajar di kelas memperlihatkan beberapa karikatur Nabi Muhammad SAW kepada murid-muridnya. Lalu puncaknya Samuel Paty dibunuh remaja 18 tahun pada tanggal 16 Oktober 2020 di kawasan luar kota Prancis, Conflans, Sainte, Honorine sepulang dari sekolah menuju rumahnya.
Banyak dari negara Islam mengecam kelakuan Samuel yang dianggap menistakan agama. Namun, kecaman yang terlontar seperti tidak ada gunanya setelah presiden Prancis, Emmanuel Macron mengeluarkan pernyataan pembelaan kepada penghina Nabi Muhammad SAW dengan dalih membela kebebasan berbicara dan nilai-nilai sekuler yang berlaku di negaranya.
Peristiwa ini menjadi perdebatan di kalangan umat Islam sendiri, antara kelompok yang mendukung pembunuhan dan pemboikotan, dengan kelompok yang menyerukan untuk tidak berlaku anarkis, yang lebih memilih jalur ishlah (perdamaian).
Sebagai orang awam mungkin bingung mana yang benar dari kedua pendapat tersebut. Bagaimana Islam memandang, apakah ada solusi terbaik dalam menyikapi hal ini tanpa merugikan orang lain, dengan menemukan jalan tengah sebagai sikap tawasuth (moderat) dan i’tidal (berkeadilan).
Hukuman Bagi Orang yang Menghina Nabi
Dalam kitab Al-Sharim Al-Maslul Ala Syatimi Al-Rasul karya syaikhul Islam Ibn Taimiyah telah menjelaskan panjang lebar tentang hukuman bagi orang yang menghina maupun mencaci Nabi SAW baik itu seorang muslim atau kafir. Kitab ini berisi hukum-hukum beserta dalilnya, pendapat para imam madzhab empat serta alasan-alasanya, dan menjelaskan mana pendapat yang harus diikuti sebagai penjelas hukum syar’i dalam berfatwa atau menetapkan hukum.
Ibn Taimiyah membagi kitabnya menjadi empat bagian masalah; pertama, orang yang menghina Nabi mau itu muslim atau kafir maka wajib dibunuh. Kedua, orang yang menghina merupakan kafir dzimmi maka tidak dibunuh. Ketiga, hukumnya penghina ketika bertaubat. Keempat, menjelaskan makna penghinaan, kategori yang termasuk penghinaan, dan perbedaan diantara muslim dan Kafir.
Dari empat madzhab yang di jelaskan, yakni madzhab Hanafi, Maliki, Syafi’i, dan Hambali semuanya bersepakat bahwa had atau hukuman bagi penghina Nabi yaitu dibunuh, baik itu Muslim maupun Kafir. Namun, sebagian ulama tidak terlalu keras dalam menentukan hukuman mati bagi para penghina, terutama madzhab Syafi’i.
Ia berkata, telah diceritakan dari an-Nu’man bahwa, “tidak ada pembunuhan bagi penghina Nabi jika mereka kafir dzimmi, hanya saja mereka melakukan kesyirikan besar”.
Imam Syafi’i dalam kitab Al-Umm menentukan untuk memutus perjanjian dan membunuh orang yang menghina Nabi SAW dari golongan dzimmi. Tetapi dikalangan ashab al-Syafi’i sendiri terdapat perbedaan bentuk penghinaan kafir dzimmi.
Ada dua pendapat; pertama, ia terkena hukuman ketika ia secara mutlak melakukan penghinaan terhadap Nabi dan agama Islam disertai pengakuan dan alasannya. Kedua, jika ia beralasan karena dalam keyakinan agamanya ia tidak meyakini kerasulan Nabi Muhammad SAW, dan Al-Qur’an bukan dari kalam Tuhan seperti mereka yang mempercayai Al-Masih dan Tritunggal atau Trinitas. Maka kesemuanya hanya diberi hukuman ta’zir.
Bagaimana Sikap Kita?
Sebagai umat Islam yang mengedepankan toleransi dan keadilan harus bisa bijak dalam bersikap terhadap non-muslim yang melukai kita. Jika kita membunuh, banyak konsekuensi yang diterima umat Islam. Bukan hanya sebagai individu, citra Islam yang ramah, moderat, toleran akan runtuh akibat kekerasan satu oknum dari umat Islam.
Habib Jindan Bin Novel pengasuh Pesantren Al-Fachriyah menyinggung fenomena penghinaan terhadap Nabi di acara Damai Indonesiaku yang disiarkan oleh tvOne. Beliau berkata agar kita tidak sibuk membersihkan lantai yang basah sebelum mematikan kerannya, sumbernya dari mana. Dalam artian ada orang melukis dia pasti memiliki modelnya. Orang yang melukis, menghina mereka terinspirasi oleh siapa, padahal mereka tidak melihat langsung Rasulullah, tidak menjumpai sahabat. Yang paling dekat dengan mereka hanyalah umaat Rasulullah sekarang ini.
Kebetulan mereka menjumpai model (umat) yang cacat, yang rusak, dan itu yang mereka lukiskan, dikira nabinya seperti itu. Ada orang yang gemar cacimaki, jangan-jangan nabinya seperti itu, dan seterusnya. Maka rubahlah model yang cacat, yang buruk menjadi model yang benar dengan cara menunjukkan akhlak Nabi, sifatnya, dan budipekertinya. Kalau ini ditunjukkan maka demi Allah tidak ada yang benci kepada Nabi Muhammad SAW, melainkan mereka akan cinta.
Umat Islam harus tetap mementingkan rasa keadilan dan meninggalkan sikap permusuhan. Sebagaimana Habib Umar Bin Hafidz berpesan, “yang menjadi perhatian kami kepada siapapun yang mengatasnamakan Islam agar semestinya ia memahami hakikat Islam dan tidak bertindak kecuali dengan nilai-nilai yang diajarkan.”
“Jika demikian, maka tidak mungkin dia akan berlebihan dalam menunaikan hak orang lain, baik atas nama agama maupun lainya. Tindakan apapun yang didasari atas rasa keadilan, jujur, dan memberikan hak bagi yang pantas menerimanya maka akan diterima. Dan tindakan yang didasari atas keinginan balas dendam, permusuhan, dan ketidakwajaran dalam menunaikan hak orang lain maka itu ditolak,” diambil dari Instagram habibomarcom.
Editor: Dhima Wahyu Sejati