Tafsir

Apakah Ahli Kitab Satu Keyakinan dengan Umat Muslim?

4 Mins read

Ahli KItab adalah umat para nabi yang diturunkan kepada mereka kitab suci (wahyu Allah). Isu general terhadap masalah keagamaan di era modern telah membangkitkan semangat di antara para pemuka agama. Khususnya tiga agama besar Kristen, Yahudi, dan Islam untuk berdialog dan bersatu mengatasi kemrosotan religiusitas masyarakat modern. Salah satu agenda dari dialog tersebut adalah penekanan elan vital yang menjadi titik pertemuan dari ketiga agama besar tersebut.

Sebagaimana disinggung dalam buku 3 Agama 1 Tuhan, ketiga agama tersebut memiliki satu persamaan mendasar. Persamaan tersebut adalah sama-sama berasal dari agama nabi Ibrahim dan memiliki satu visi ke-tauhidan. Sisi perbedaan dari ketiga agama hanya ada pada jalan yang mereka tempuh. Meskipun jalan yang ditempuh berbeda, ketiga agama tersebut memiliki muara yang sama

Apakah Ahli Kitab termasuk Golongan Kafir?

Gagasan di atas kemudian menimbulkan pertanyaan. ‘jika umat Yahudi dan Nasrani punya keyakinan yang sama dengan Islam, lantas apakah hal itu berarti mereka bukan termasuk orang kafir?’. Ditambah lagi ada ayat al-Qur’an surat al-Baqarah ayat 62 yang menyatakan:

إِنَّ ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ وَٱلَّذِينَ هَادُواْ وَٱلنَّصَٰرَىٰ وَٱلصَّٰبِ‍ِٔينَ مَنۡ ءَامَنَ بِٱللَّهِ وَٱلۡيَوۡمِ ٱلۡأٓخِرِ وَعَمِلَ صَٰلِحٗا فَلَهُمۡ أَجۡرُهُمۡ عِندَ رَبِّهِمۡ وَلَا خَوۡفٌ عَلَيۡهِمۡ وَلَا هُمۡ يَحۡزَنُونَ

 Artinya: “Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang Yahudi, orang-orang Nasrani dan orang-orang sabi’in, siapa saja (di antara mereka) yang beriman kepada Allah dan hari akhir, dan melakukan kebajikan, mereka mendapat pahala dari Tuhannya, tidak ada rasa takut pada mereka, dan mereka tidak bersedih hati”.

Ayat di atas berarti bahwa orang Yahudi dan Nasrani, pun jika mereka beriman kepada Allah dan hari akhir dan beramal shalih maka mereka akan diberi pahala oleh Allah Swt.

Jika dipahami secara sepintas, maka dapat dikatakan bahwa orang Yahudi dan Nasrani tidak termasuk orang Kafir dan akan mendapatkan kebaikan dari Allah. Lantas apakah benar bahwa Ahli Kitab (Yahudi dan Nasrani) bukan termasuk golongan Kafir?

Penuis lewat tulisan singkat ini, ingin menjabarkan hakikat kekafiran dalam diri Ahli Kitab sesuai dengan Islamic worldview (pandangan Islam). Tidak sekedar berlandaskan kebutuhan praktis untuk menghadapi masalah dekadensi agama di era modern ini.

Siapakah Ahli Kitab?

Ahli kitab adalah frasa yang terdiri dari dua kata ‘ahl’ dan ‘al-kitab’. Secara bahasa ahlul kitab berarti orang-orang yang beragama sesuai dengan al-kitab. Sedangkan secara istilah, ahlul kitab berarti umat nabi yang diturunkan kepada mereka kitab suci.

Baca Juga  Perumpamaan Nyamuk dalam Al-Qur'an

Dari pengertian bahasa dan istilah, dapat dipahami bahwa Ahli Kitab adalah kaum Yahudi dan Nasrani. Hal ini sebagaimana disebutkan oleh Imam Baidhawi ketika menafsirkan QS. al-Maidah: 5, bahwa Ahli Kitab mencakup orang-orang yang diberikan kepada mereka kita yaitu Yahudi dan Nasrani.

Perbedaan Dasar Ahli Kitab dan Umat Islam

Meskipun secara umum, dapat dikatakan bahwa Islam, Kristen, dan Yahudi memiliki elan vital ketauhidan kepada Allah Swt. Namun, jika dieksplorasi lebih lanjut, maka akan didapatkan perbedaan yang mencolok di antara umat Islam dan Ahli Kitab. Allah berfirman dalam Q.S al-Baqarah ayat 135-137:

وَقَالُواْ كُونُواْ هُودًا أَوۡ نَصَٰرَىٰ تَهۡتَدُواْۗ قُلۡ بَلۡ مِلَّةَ إِبۡرَٰهِ‍ۧمَ حَنِيفٗاۖ وَمَا كَانَ مِنَ ٱلۡمُشۡرِكِينَ  ١٣٥ قُولُوٓاْ ءَامَنَّا بِٱللَّهِ وَمَآ أُنزِلَ إِلَيۡنَا وَمَآ أُنزِلَ إِلَىٰٓ إِبۡرَٰهِ‍ۧمَ وَإِسۡمَٰعِيلَ وَإِسۡحَٰقَ وَيَعۡقُوبَ وَٱلۡأَسۡبَاطِ وَمَآ أُوتِيَ مُوسَىٰ وَعِيسَىٰ وَمَآ أُوتِيَ ٱلنَّبِيُّونَ مِن رَّبِّهِمۡ لَا نُفَرِّقُ بَيۡنَ أَحَدٖ مِّنۡهُمۡ وَنَحۡنُ لَهُۥ مُسۡلِمُونَ  ١٣٦ فَإِنۡ ءَامَنُواْ بِمِثۡلِ مَآ ءَامَنتُم بِهِۦ فَقَدِ ٱهۡتَدَواْۖ وَّإِن تَوَلَّوۡاْ فَإِنَّمَا هُمۡ فِي شِقَاقٖۖ فَسَيَكۡفِيكَهُمُ ٱللَّهُۚ وَهُوَ ٱلسَّمِيعُ ٱلۡعَلِيمُ  ١٣٧

Artinya: “Dan mereka berkata, “Jadilah kamu (penganut) Yahudi atau Nasrani, niscaya kamu mendapat petunjuk.” Katakanlah, “(Tidak!) Tetapi (kami mengikuti) agama Ibrahim yang lurus dan dia tidak termasuk golongan orang yang mempersekutukan Tuhan.” (135). Katakanlah, “Kami beriman kepada Allah dan kepada apa yang diturunkan kepada kami, dan kepada apa yang diturunkan kepada Ibrahim, Ismail, Ishak, Yakub dan anak cucunya, dan kepada apa yang diberikan kepada Musa dan Isa serta kepada apa yang diberikan kepada nabi-nabi dari Tuhan mereka. Kami tidak membeda-bedakan seorang pun di antara mereka, dan kami berserah diri kepada-Nya.” (136). “Maka jika mereka telah beriman sebagaimana yang kamu imani, sungguh, mereka telah mendapat petunjuk. Tetapi jika mereka berpaling, sesungguhnya mereka berada dalam permusuhan (denganmu), maka Allah mencukupkan engkau (Muhammad) terhadap mereka (dengan pertolongan-Nya). Dan Dia Maha Mendengar, Maha Mengetahui.” (137).

Pada ayat 135, diceritakan perihal seseorang dari kalangan Yahudi dan Nasrani yang meminta nabi Muhammad untuk mengikuti agama yang mereka peluk. Maka Allah menyeru untuk menjawab tidak. Yakni kita (umat Muslim) tidak akan mengikuti agama Yahudi dan Nasrani, melainkan kami hanya akan mengikuti agama nabi Ibrahim yang lurus.

Baca Juga  Harun Yahya, Ilmuwan Penggila Wanita yang Dipenjara Seribu Tahun

Agama yang Hanifah

Arti dari lafal hanifah secara bahasa adalah lurus sebagaimana menurut Muhammad Ibn Ka’ab al-Qurazi. Dari makna bahasa, maka ayat ini mengandung makna implisit bahwa agama Yahudi dan Nasrani pada zaman nabi Muhammad tidaklah lurus dan telah menyimpang dari ajaran awalnya.

Lafal hanifah juga diartikan sebagai orang yang beriman kepada semua rasul sebagaimana diungkapkan oleh Abu Qilabah. Penafsiran ini sesuai dengan bunyi ayat berikutnya di mana Allah memerintahkan kepada nabi Muhammad untuk menyeru kepada kaum Yahudi dan Nasrani untuk beriman kepada Allah dan terhadap apa yang diturunkan kepada nabi Muhammad, Ibrahim, Ismail, Ishaq dan nabi-nabi lainnya.

Pada ayat 136 inilah kita bisa melihat perbedaan yang mendasar antara umat Islam dan umat Yahudi Nasrani dalam hal keimanan. Meskipun mereka umat Yahudi dan Nasrani termasuk orang yang bertauhid, namun ketauhidan terhadap Allah memiliki relasi yang kuat dengan rasa keimanan terhadap-Nya serta kepada para utusan-Nya secara keseluruhan. Dan jika mereka beriman seperti apa yang diimani oleh umat Islam, maka mereka termasuk orang yang diberi hidayah serta meniti jalan yang lurus.

Keyakinan Mereka akan Putra Allah

Tidak hanya pada keimanan terhadap rasul Allah, kekafiran umat Yahudi dan Nasrani nampak juga dalam keyakinan mereka yang menganggap bahwa Allah memiliki anak. Sebagaimana terekam dalam firman Allah:

وَقَالَتِ ٱلۡيَهُودُ عُزَيۡرٌ ٱبۡنُ ٱللَّهِ وَقَالَتِ ٱلنَّصَٰرَى ٱلۡمَسِيحُ ٱبۡنُ ٱللَّهِۖ ذَٰلِكَ قَوۡلُهُم بِأَفۡوَٰهِهِمۡۖ يُضَٰهِ‍ُٔونَ قَوۡلَ ٱلَّذِينَ كَفَرُواْ مِن قَبۡلُۚ قَٰتَلَهُمُ ٱللَّهُۖ أَنَّىٰ يُؤۡفَكُونَ

Artinya: “Dan orang-orang Yahudi berkata, “Uzair putra Allah,” dan orang-orang Nasrani berkata, “Al-Masih putra Allah.” Itulah ucapan yang keluar dari mulut mereka. Mereka meniru ucapan orang-orang kafir yang terdahulu. Allah melaknat mereka; bagaimana mereka sampai berpaling?.” (QS. At-Taubah: 30)

Orang-orang Yahudi mengatakan bahwa Uzair adalah putra Allah, sedangkan orang-orang Nasrani mengatakan bahwa al-Masih adalah putra Allah.

Kontradiksi Makna Ayat

Lantas bagaimana dengan ayat Allah tentang orang beriman, Yahudi, Nasrani yang beriman kepada Allah dan hari akhir serta beramal shalih tetap mendapatkan pahala dari sisi Allah?. Sebagaimana termaktub dalam QS. al-Baqarah ayat 62 ini:

Baca Juga  Imam Al-Ghazali: Mereka yang Muslim dan Mereka yang Kafir

إِنَّ ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ وَٱلَّذِينَ هَادُواْ وَٱلنَّصَٰرَىٰ وَٱلصَّٰبِ‍ِٔينَ مَنۡ ءَامَنَ بِٱللَّهِ وَٱلۡيَوۡمِ ٱلۡأٓخِرِ وَعَمِلَ صَٰلِحٗا فَلَهُمۡ أَجۡرُهُمۡ عِندَ رَبِّهِمۡ وَلَا خَوۡفٌ عَلَيۡهِمۡ وَلَا هُمۡ يَحۡزَنُونَ

 Artinya: “Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang Yahudi, orang-orang Nasrani dan orang-orang sabi’in, siapa saja (di antara mereka) yang beriman kepada Allah dan hari akhir, dan melakukan kebajikan, mereka mendapat pahala dari Tuhannya, tidak ada rasa takut pada mereka, dan mereka tidak bersedih hati.”

Menurut Sebagian besar mufassir, ayat ini merujuk kepada umat Yahudi dan Nasrani terdahulu sebelum zaman nabi Muhammad. Mereka berpegang teguh kepada al-kitab dan ajaran yang masih murni dan tidak merujuk kepada golongan Yahudi dan Nasrani di zaman nabi Muhammad. Di mana telah terjadi banyak perubahan dalam kitab dan ajaran mereka.

Ibnu Abbas dalam tafsir ibnu Katsir, menyatakan bahwa ayat ini terkait dengan hakikat amal perbuatan. Adapun amal apapun tidak diterima kecuali yang sesuai dengan syariat yang dibawa oleh nabi Muhammad sebagai pembawa risalah terakhir. Adapun umat sebelum diutusnya nabi Muhammad, maka mereka tetap berada di jalan petunjuk dan jalan keselamatan. Yaitu mereka yang mengikuti rasul di zamannya

Kesimpulan

Sebagaimana telah disinggung di muka, upaya dialog para pemuka agama modern dilandasi dengan penemuan suatu elan vital diantara ketiga agama. Elan vital tersebut adalah kesatuan dalam keyakinan tauhid. Jika ditelaah lebih lanjut, sebenarnya upaya para intelektual modernis ini dapat mengarahkan kepada pemahaman liberal dan plurarisme agama. Dengan anggapan bahwa semua agama adalah sama. Hal ini tentu berbahaya jika kemudian dibaca oleh masyarakat awam yang tidak memiliki sikap Kritis.

Dari beberapa signifikasi ayat al-Qur’an di atas, dapat kita tarik kesimpulan bahwa umat Yahudi dan Nasrani termasuk dalam golongan kafir. Hal ini dikarenakan keyakinan mereka yang telah menyimpang dari ajaran awal mereka yang murni. Maka hendaknya kita tidak terjebak dalam paham liberalisme dan plurarisme agama. Kita harus tetap menjaga batas-batas toleransi dengan menjunjung tinggi perbedaan keyakinan antara umat Islam dan Ahli Kitab.

Editor: Faiq

Avatar
13 posts

About author
Ketua BEM Sekolah Tinggi Ilmu Al-Qur'an dan Sains Al-Ishlah (STIQSI) Sendangagung Paciran Lamongan Jawa Timur Indonesia
Articles
Related posts
Tafsir

Tafsir at-Tanwir: Relasi Antar Umat Beragama

4 Mins read
Relasi antar umat beragama merupakan diskursus yang selalu menarik untuk dikaji. Khususnya di negara kita, hubungan antar umat beragama mengalami pasang surut….
Tafsir

Puasa itu Alamiah bagi Manusia: Menilik Kembali Kata Kutiba pada Surah Al-Baqarah 183

3 Mins read
Salah satu ayat yang amat ikonik tatkala Ramadhan tiba adalah Surah Al-Baqarah ayat 183. Kendati pernyataan itu terbilang asumtif, sebab saya pribadi…
Tafsir

Surah Al-Alaq Ayat 1-5: Perintah Tuhan untuk Membaca

2 Mins read
Dewasa ini, masyarakat Indonesia, khususnya umat Islam, tampaknya memiliki minat baca yang sangat rendah. Tidak mengherankan jika banyak orang terpengaruh oleh banyak…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *