Falsafah

Asghar Ali Engineer: Jihad yang Utama itu Melawan Kemiskinan!

3 Mins read

Asghar Ali Engineer – Agama seringkali menjadi penopang sendi-sendi makna kehidupan, sehingga mampu tegak dan eksis. Agama dengan beragam norma yang bersumber dari kitab suci, menjadi pedoman untuk laku kehidupan. Baik yang sifatnya berorientasi pada jalan menuju Tuhan, maupun pada ranah kemanusian. Bahkan, agama pun jadi modal untuk memperjuang pembebasan dari berbagai penindasan. Jika meminjam untaian dari Ibnu Arabi “agama itu malah memberikan pembebasan dari belenggu dunia”.

Sebut saja salah satunya begini, agama mampu mengejawantah dalam bentuk pembebasan sosial, pembebasan politik, pembebasan ekonomi, dan sebagainya. Jikalau dulu teologi coraknya begitu teosentris yang melulu berkutat pada problem ketuhanan, Asghar Ali Engineer hadir memberikan konsepsi teologi pada aspek kemanusiaan. Khususnya pada ranah sosial-kemasyarakatan, dia menyebutnya sebagai teologi pembebasan Islam.

Ia adalah sosok yang mempunyai perhatian besar terhadap problematika sekitar, terlebih pada kebebasan manusia. Selain sebagai penulis, ia merupakan aktivis sosial India. Salah satu karya yang terkenal dari sekian banyak yakni tentang teologi pembebasan dalam Islam yang memiliki tujuan terbentuknya masyarakat yang egaliter dan adil.

Dengan begitu lihai, bagaimana pesan-pesan langit dipungut untuk kepentingan bumi. Bahkan dikatakan, Asghar Ali Engineer memiliki keunikan yang khas yakni ia memiliki wirid menulis, jadi kesehariannya tidak lepas dari tulisan-tulisannya.

Ashgar Ali Engineer dan Teologi Pembebasan

Asghar Ali Engineer begitulah nama lengkapnya tapi lebih biasa dikenal dengan Asghar Ali Engineer. Kelahiran Rajasthan, India pada tanggal 10 Maret 1939 dan wafat pada umur 74 tahun.  Memang tidak bisa dimungkiri lagi, sejak kecil ia sudah dididik ayahnya sendiri soal ilmu keagamaan melalui jalur informal. Tidak heran jika ia banyak menguasai berbagai ilmu, baik dari teologi, tafsir, hadis.

Baca Juga  Ketika Kata Jihad "Disalahgunakan" Saat Perang Dunia 1

Teologi pembebasan Asghar Ali Engineer hadir dengan maksud menitiktekankan pada aspek praksis daripada aspek teoritis-metafisis yang sarat akan hal-hal abstrak dan ambigu. Atau bisa dikatakan teologi pembebasan ala Asghar Ali Engineer yang tidak hanya sebagai amanah yang diberikan Allah pada manusia sebagai khalifah (wakil) di bumi, melainkan juga bertanggung jawab atas penerima amanah itu.

Paling tidak teologi pembebasan memiliki tujuan menjauhkan dari kata penindasan, dengan tetap pada prinsip kesetaraan atau keadilan. Hal ini meningkatkan derajat pembebasan terhadap baik secara personal ataupun secara kolektif.

Pernah tidak kita berpikir kalau iman saja tidak cukup tanpa disertai amal sholeh. Betapa banyak ayat-ayat suci Al-Qur’an memberikan pengulangan yang terus menerus, dengan narasi “aamanu wa ‘amilu as-sholihaat”.  

Dari sinilah teologi pembebasan Asghar Ali Engineer menemukan momentumnya guna menekankan pada ranah praktis yang membebas ketertindasan, ketidakadilan, kezhaliman, dan sebagainya dari beragam sektor kehidupan.

Selain itu juga berupaya untuk menjadikan atau mentransformasikan yang lemah menjadi manusia yang super kuat, yang pasif menjadi aktif dan independen, yang tertindas dibela, dan yang terzalimi diberi keadilan.

Contoh Praktik Teologi Pembebasan

Contoh menarik dari salah satu gagasan teologi pembebasan ini adalah konsep kafirnya. Jika sebagian tokoh-tokoh menyatakan kafir adalah mereka yang keluar dari rel Islam atau pengingkaran ketidakpercayaan pada Allah dan Rasulnya saja, namun berbeda bagi Asghar Ali Engineer. Menurut Asghar Ali Engineer kafir adalah mereka yang melihat ketertindasan, ketidakadilan, kezholiman dan sebagainya yang hanya diam saja dan pura-pura tidak melihat itulah (secara tidak langsung) kafir.

Hal ini dilandaskan pada hadis nabi yanng menyebut bahwa kefakiran dekat dengan kekufuran, “kaada al-faqru an yakuuna kufran”, jika saja kemiskinan sedang melanda, apapun dan segala cara, akan dihalalkan agar terkabul apa yang dicitakannya.

Baca Juga  Filsafat Intuisionisme: Antara Barat dan Islam

Menjual diri bisa saja menjadi jalan alternatif meraih rizki asal anak-anaknya senang dan bisa makan, bahkan apapun lainnya akan dilakukan untuk kebutuhan ekonominya. Termasuk dalam pindah agama, orang akan rela meninggalkan akidah yang lama dianut menuju agama baru yang lebih menjamin kehidupan ekonominya. Jika hal itu terjadi siapa yang menjamin?

Al-Quran apalagi? Dengan tegas, Asghar Ali Engineer menyebut bahwa Al-Qur’an telah jelas mengutuk perbuatan yang menindas dan menzhalimi siapapun yang lebih lemah. Sehingga, redaksi teks yang memuat unsur-unsur ekonomi, sosial kemasyarakat, harus menjadi perhatian yang perlu diekstrak dan disampaikan pada khalayak luas. Agar mereka menyadari betapa pentingnya konsep pembebasan yang harus senantiasa dimiliki setiap individu menuju masyarakat egaliter dan nir keadilan tadi.

Teologi Pembebasan Menumpas Kefakiran

Dari problem tersebut, Asghar Ali Engineer dengan teologi pembebasannya memberikan kewajiban untuk menumpas kefakiran karena dengan demikian sama halnya menumpas kekafiran, dan ini menurutnya merupakan bagian dari syarat sebagai masyarakat Islam.

Sehingga, jihad yang pertama dan utama seharusnya adalah jihad melawan kefakiran atau menumpas ketertindasan untuk menciptakan keadilan dan masyarakat egaliter yang bebas dari penindasan serta praktik-praktik ketidakadilan lainnya. Sehingga, terwujud keadilan yang dicita-citakan, pembebasan struktur sosial yang sarat akan penindasan yang tak kasat mata dan sebagainya.

“Ini loh Islam yang menghadirkan spirit pembebasan” kurang lebih begitu teriakan lantang sosok Asghar Ali Engineer selaku aktivis sosial yang menginginkan keadilan yang bebas dari beragam konflik kemanusiaan.

Editor: Yahya FR

Yusrolana Nor Haqiqi
3 posts

About author
Mahasiswa Aqidah dan Filsafat Islam Universitas Islam Negeri Sunan Ampel
Articles
Related posts
Falsafah

Deep Ecology: Gagasan Filsafat Ekologi Arne Naess

4 Mins read
Arne Naess adalah seorang filsuf Norwegia yang dikenal luas sebagai pencetus konsep “ekologi dalam” (deep ecology), sebuah pendekatan yang menggali akar permasalahan…
Falsafah

Sokrates: Guru Sejati adalah Diri Sendiri

3 Mins read
Dalam lanskap pendidikan filsafat, gagasan bahwa guru sejati adalah diri sendiri sangat sesuai dengan metode penyelidikan Sokrates, filsuf paling berpengaruh di zaman…
Falsafah

Homi K. Bhabha: Hibriditas, Mimikri, dan Ruang Ketiga

4 Mins read
Homi K. Bhabha, salah satu tokoh terkemuka dalam teori pascakolonial, berkontribusi membangun wacana seputar warisan kolonialisme secara mendalam, khususnya melalui konsepnya tentang…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds