Aula Syahid
Bulan-bulan terakhir di penghujung 2019 ini Allah memberi nikmat sering bertemu dengan Prof. Yunahar Ilyas sebab diamanahi menjadi asisten dosen beliau di UMY. Pertama kali bertemu di kediaman beliau bersama ustadzy Fajar Rachmadhani, adalah hal yang sangat saya syukuri.
Setelah itu, beberapa kali bertemu di kediaman Buya Yunahar malam hari. Sembari memberikan arahan dalam proses pembelajaran nanti di perkuliahan, beliau sering menyelenginya dengan persoalan-persoalan umat, dakwah-dakwah di berbagai tempat dan candaan-candaan yang segar. Betapa semua itu memberi kesan pada saya, bahwa tak pernah lepas dari diri beliau untuk senantiasa memikirkan umat. Salah satu ciri keulamaan yang Prof. Syamsul dan Buya Yunahar sendiri sering petuahkan; “selalu lekat dan tak bosan membina umat”
Sering pula bertemu beliau di jam-jam perkuliahan. Tepatnya di senin dan kamis siang hari. Padahal di dua hari itu jadwal beliau cuci darah. Artinya selepas cuci darah, beliau tak langsung istirahat, lebih memilih untuk segera ke kampus mengamati jalannya perkuliahan. “Cuci darah itu rasanya sakit sekali,” respon ibu selepas sy memberitahukan kebiasaan Prof. Yun itu. Di hari-hari lain, beliau lebih seringnya tidak di Jogja. Menghadiri berbagai macam undangan dari mulai ranting hingga pwm, termasuk ortom-ortom yang mengundang beliau, juga berbagai acara di luar Muhammadiyah, baik sebagai Pimpinan Pusat Muhammadiyah maupun sebagai Wakil ketua MUI. Tidak ada waktu yang terpakai kecuali untuk dakwah, hatta sekalipun kondisi fisik tidaklah sehat dan bugar, itu satu pelajaran penting yang saya ambil dari mengamati berbagai aktifitas beliau tersebut.
Saat berkunjung ke rumah Ustadz Fahmi Muqoddas, ayahanda kami itu bertanya tentang kondisi Buya Yunahar. Saya jawab apa adanya sesuai informasi yang didapatkan. Ustadz Fahmi lalu bercerita, terakhir ia menjenguk di RS Sarjito, masih bisa bercakap-canda bersama. Saat itu ustadz Fahmi mengatakan “segeralah sembuh Prof. Yun, ummat masih membutuhkan antum.” Mendengar itu sungguh saya betul-betul berdoa dan berharap demikian.
Allah Tidak Sabar Menunggu Hambanya yang Shalih…..
Qadarullah, Ma syaa’a Allahu Fa’ala. Takdir berkehendak lain, Allah sudah tidak sabar bertemu hambanya yang Shalih. Buya Yunahar kini telah diwafatkan oleh Allah swt. Semoga segala kebaikan diridhai, segala kekhilafan diampuni, dari segala bakti dan juang dakwah dijadikan jariyah. Dan semoga Allah menumbuhkan tunas pengganti untuk menjadi suluh bangsa, meskipun disadari mencari ulama seperti beliau dari segi; kesalihan, kefaqihan, dan loyalitas terhadap agama, organisasi dan bangsa sungguh sangatlah susah.
Sebagai manusia, tentu saya merasakan sedih. Tiba-tiba muncul kerinduan kepada beliau. Semua lapisan umat tentu pula merasakan demikian. Merasakan pula ketakukan dan kekhawatiran. Di zaman yang banyak cobaan ini, kehilangan sosok panutan merupakan musibah yang tak kalah hebatnya dengan bencana banjir. Tapi segera diri mengingat pesan Abu Bakar tatkala Rasulullah wafat, “barang siapa menyembah Muhammad, maka Muhammad telah wafat, barang siapa yang menyembah Allah, Allah tidak akan pernah mati”
.
Editor: Yahya FR