Kitab Al-Milal wa An-Nihal karya Syahrastani memang mencakup topik yang telah lazim ditulis pada zamannya, seperti karya Abdul Qahir al-Baghdadi, Ibnu Hazm, al-Biruni, al-Qifti, dan lain-lain. Namun demikian, karya ini menjadi berbeda dengan kitab-kitab yang ditulis pada zamannya karena dikemas dalam bentuk ensiklopedi tematik tentang agama, kepercayaan, sekte, dan pandangan para filosof. Berkaitan dengan pandangan para filosof terdahulu, terutama dari kalangan bangsa Yunani, Asy-Syahrastani mendapat apresiasi dan sekaligus kritik dari para peneliti belakangan.
Apresiasi Haarbrucker
Kitab Al-Milal wa An-Nihal karya Asy-Syahrastani telah diterjemahkan ke dalam bahasa-bahasa lain di Eropa. Seperti seorang pakar dari Jerman bernama Haarbruker telah menterjemahkan karya Syahrastani ke dalam Bahasa Jerman. Apreasiasi diberikan kepada Syahrastani yang telah mendokumentasikan pemikiran-pemikiran para filosof Yunani yang hampir tidak terrekam oleh para penulis pada masanya.
Dalam kata pengantar terjemahan Al-Milal wa An-Nihal dalam Bahasa Jerman, Haarbrucker memberikan komentar, “…melalui buku Syahrastani yang berjudul Al-Milal wa An-Nihal kami mengetahui sejarah filsafat, baik di masa kuno maupun di masa sesudahnya…”
Tidak hanya Haarbrucker yang memberikan apresiasi positif atas karya Syahrastani. Seorang pakar asal Jerman bernama Maleisch memberikan komentar, “…kebenaran yang ditulis oleh Syahrastani tentang ucapan-ucapan yang dinisbahkan kepada Democritus tidak bisa diragukan lagi, sekalipun ucapan-ucapan itu tidak kami temukan dalam buku-buku filsafat Yunani dari Democritus.”
Kritik Ahmad Amin
Di kalangan intelektual muslim modern, tidak banyak yang memberikan kritik atas karya Syahrastani. Akan tetapi, Ahmad Amin justru mengritik metode penulisan Al-Milal wa An-Nihal yang dianggap mencampur-aduk antara kebenaran dan fiksi.
Dalam kitab Qishah Falsafah al-Yunaniyyah, Ahmad Amin menulis, “…saya melihat penulis-penulis Arab seperti Syahrastani, al-Qifti, dan lain-lain telah mencampuradukkan kebenaran dan kebatilan. Banyak pernyataan-pernyataan dinisbahkan kepada tokoh yang sebenarnya bukan yang mengucapkannya. Mencantumkan biografi secara keliru dari para filosof, yang tujuannya hanya untuk menyelamatkan pemikiran Islam yang bertentangan dengan pemikiran Yunani kuno.”
Kritik Ahmad Amin terhadap karya Syahrastani memang terkesan agak meremehkan. Terutama berkaitan dengan validitas sumber yang ia gunakan, seperti ucapan-ucapan hikmah dari para filosof Yunani terdahulu. Sebagaimana kesaksian Maleisch, seorang penulis asal Jerman, yang menilai banyak ungkapan-ungkapan dari para filosof Yunani terdahulu yang tidak ditemukan dalam buku-buku filsafat Yunani, tetapi terdapat dalam Al-Milal wa An-Nihal. (Bersambung)
Editor: Yahya FR