Oleh: Zainal Arifin
Ayat-ayat Allah
Menurut Yudian Wahyudi (2006: 7), kehendak Allah diekspresikan dalam tiga ayat yang berbeda tetapi saling melengkapi. Ayat-ayat Allah meliputi: pertama, ayat Qur’aniyah (Qauliyah). Yaitu, tanda-tanda kebesaran Allah yang ada di dalam Qur’an (dan Hadits Sahih). Di antara hukum yang terpenting di sini adalah Tauhid (Keesaan Allah), akhlak (moralitas), dan keadilan (hukum kepasangan positif dan negatif atau maslahat dan mafsadat).
Fungsi terbesar akidah ”Tiada Tuhan selain Allah” adalah sebagai kunci ketika menyeberang dari dunia menuju akhirat, sedangkan syirik sebagai satu-satunya dosa yang tidak dapat diampuni Allah.
Ayat Kauniyah
Ayat kauniyah yaitu, tanda-tanda kebesaran atau ayat-ayat Allah yang ada di jagad raya (kosmos). Tanda kebesaran Allah yang terpenting di sini adalah hukum kepasangan yang dititipkan Allah pada setiap benda alamiah. Sunnatullah atau takdir Allah (hukum alam) ini memegang peran kunci dalam menentukan keselamatan atau kedamaian di dunia.
Jadi, islami pada tingkat alam adalah menyeimbangkan potensi negatif dan potensi positif setiap benda. Islami di sini dapat ditarik sampai pada titik memaksimalkan potensi positif dan meminimalkan potensi negatif suatu benda. Hukum alam ini berlaku bagi siapa saja tanpa mengenal batas-batas kemanusiaan apapun seperti ras, agama, dan status sosial.
Pada tingkat alam inilah semua agama sama, karena siapapun yang melanggar hukum kepasangan ini pasti dihukum Allah seketika. Sebaliknya, siapapun yang taat (”tunduk” pada hukum kepasangan ini), pasti diberi pahala oleh Allah, yaitu keselamatan (Yudian, 2006: 7-8).
***
Dalam hal ini, Yudian Wahyudi mencontohkan: jika seorang Yahudi, Kristen, Islam, Budha, atau Hindu menyeberang Samudera Pasifik dari Vancouver (Canada) menuju Hongkong dengan berenang (tanpa alat penyeimbang), pasti dia akan dihukum Allah. Dia akan tenggelam dan mati, karena dia telah berbuat kafir dan zalim (mengingkari dan merusak hukum keseimbangan yang mengatur dirinya dan samudera alias hukum berat jenis).
Sebaliknya, jika seorang komunis (yang tidak mengakui Tuhan) menyeberangi samudera ini dengan kapal besar bahkan pesawat, maka dia akan selamat karena dia pada hakekatnya adalah muslim. Pada hakekatnya, dia beriman kepada hukum kepasangan sebagai hukum terbesar yang ”mengatur” kehidupan kosmos, sehingga dia mencapai keamanan (seakar dengan kata iman).
Seperti halnya Islam, iman adalah proses yang tujuannya adalah aman atau safety yang bahasa Indonesianya menjadi keamanan. Keselamatan, kedamaian, atau keamanan di sini hanya pada tingkat kosmos atau duniawi. Untuk menyeberang ke akhirat dibutuhkan kunci: Tauhid (Yudian, 2006: 8).
Ayat Insaniah
Ayat insaniah yaitu, tanda-tanda kebesaran atau ayat-ayat Allah yang mengatur kehidupan manusia (kosmis). Lagi-lagi, hukum yang terpenting di sini adalah hukum kepasangan. Islam dan iman (sehingga selamat dan aman) pada tingkat ini adalah menyeimbangkan potensi positif dan negatif, yaitu menciptakan keseimbangan atau keadilan sosial.
Allah sudah mendelegasikan hukum ini kepada manusia seperti tercermin dalam hadis ”Kerelaan Allah tergantung pada kerelaan manusia” (Sabda Nabi Muhammad SAW, Ridha Allah fi Ridha al-Walidain wa Sukhthu Allah fi Sukhthu al-Walidain (HR Tirmidzi, Ibn Hibban, dan al-Baihaqy).
Hukum ini diperkuat dengan prinsip mutual agreement (saling merelakan/mengikhlaskan). Kesalahan sosial harus terlebih dahulu diselesaikan antar pihak-pihak terkait. Jika pihak yang terkait belum memaafkan, Allah juga belum mau mengampuni.
***
Posisi ayat insaniah berada di tengah: lebih pasti dari ayat Qur’aniah (dosa vertikal mudah diampuni Allah), tetapi lebih fleksibel dibandingkan ayat kauniyah karena kesalahan sosial dapat diampuni tetapi kesalahan alamiah seringkali tidak dapat diampuni. Jika, misalnya, orang berenang dari Vancouver ke Hongkong dan mati, maka dia tidak bisa hidup kembali (taubat alamiahnya ditolak).
Jadi, Islam adalah tauhid. Yaitu mengintegrasikan kehendak Allah yang ada di dalam Kitab Suci, alam, dan manusia, sehingga terbebas dari bencana teologis, kosmos, dan kosmis. Inilah yang disebut takwa yang puncaknya sering disebut ihsan, yaitu proses kesadaran menghadirkan Tuhan di mana pun (pada tingkat teologis, kosmos, dan kosmis) dan kapan pun. Inilah yang disebut dengan Islam kaffah.
Selengkapnya baca di sini
* Dosen Prodi MPI UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
E-mail: [email protected]
Editor: Arif