Definisi Azab
Kata azab berasal dari Bahasa Arab aqaba-yuqibu yang berarti balasan, siksaan, teguran atau peringatan bagi umat manusia yang melanggar larangan agama.
Muhammad Husein Ath-Thabathaba’i mendefinisikan azab sebagai siksaan yang menimpa manusia sebagai akibat dari kesalahan yang pernah atau sedang dilakukan atas larangan Tuhan.
Sedangkan Quraish Shihab mendefiniskan azab sebagai suatu kemurkaan Allah akibat pelanggaran yang dilakukan manusia yaitu pelanggaran sunnatullah di alam semesta dan pelanggran syariat Allah yang diturunkan kepada para Nabi dan Rasul-Nya.
Azab selalu dalam bentuk suatu kejadian yang dibenci atau tidak disukai oleh manusia. Konteks penggunaan kata azab di dalam Al-Qur’an selalu berkaitan dengan hukuman atau siksaan bagi orang-orang yang membangkang atau durhaka, baik itu siksaan di dunia maupun nanti di akhirat.
Penggunaan kata azab sebagai hukuman atau siksaan di akhirat misalnya firman Allah dalam surat Al-Isra’ [17]: 10 berikut ini:
وَأَنَّ الَّذِينَ لَا يُؤْمِنُونَ بِالْآخِرَةِ أَعْتَدْنَا لَهُمْ عَذَابًا أَلِيمًا
“Dan sesungguhnya orang-orang yang tidak beriman kepada kehidupan akhirat, Kami sediakan bagi mereka siksa yang pedih.”
Juga dalam surat Al-Baqarah [2]: 7 berikut ini:
خَتَمَ اللَّهُ عَلَىٰ قُلُوبِهِمْ وَعَلَىٰ سَمْعِهِمْ ۖ وَعَلَىٰ أَبْصَارِهِمْ غِشَاوَةٌ ۖ وَلَهُمْ عَذَابٌ عَظِيمٌ
“Allah telah mengunci-mati hati dan pendengaran mereka, dan penglihatan mereka ditutup. Dan bagi mereka siksa yang amat berat.”
Menurut ulama tafsir, yang dimaksud mereka dalam ayat tersebut adalah golongan yang telah dikuasai oleh sikap ingkar (kufr), hingga hati mereka seolah tertutup rapat oleh sekat yang tidak akan pernah dimasuki cahaya petunjuk.
Pendengaran mereka terkunci kuat, hingga tidak sanggup mendengarkan kebenaran. Penglihatan mereka terhalang gelap, hingga tak mampu melihat tanda-tanda kekuasaan Tuhan yang akan menuntun kepada keimanan.
***
Sedangkan siksaan yang diberikan di dunia misalnya tergambar dalam surat Al-Isra’ [17]: 58 berikut ini:
وَإِنْ مِنْ قَرْيَةٍ إِلَّا نَحْنُ مُهْلِكُوهَا قَبْلَ يَوْمِ الْقِيَامَةِ أَوْ مُعَذِّبُوهَا عَذَابًا شَدِيدًا ۚ كَانَ ذَٰلِكَ فِي الْكِتَابِ مَسْطُورًا
“Tak ada suatu negeripun (yang durhaka penduduknya), melainkan Kami membinasakannya sebelum hari kiamat atau Kami azab (penduduknya) dengan azab yang sangat keras. Yang demikian itu telah tertulis di dalam kitab (Lauh Mahfuzh).”
Siksa yang diberikan di dunia juga terdapat di dalam surat Al-Qashash [28]: 59 berikut ini:
وَمَا كَانَ رَبُّكَ مُهْلِكَ الْقُرَىٰ حَتَّىٰ يَبْعَثَ فِي أُمِّهَا رَسُولًا يَتْلُو عَلَيْهِمْ آيَاتِنَا ۚ وَمَا كُنَّا مُهْلِكِي الْقُرَىٰ إِلَّا وَأَهْلُهَا ظَالِمُونَ
“Dan tidak adalah Tuhanmu membinasakan kota-kota, sebelum Dia mengutus di ibukota itu seorang rasul yang membacakan ayat-ayat Kami kepada mereka; dan tidak pernah (pula) Kami membinasakan kota-kota; kecuali penduduknya dalam keadaan melakukan kezaliman.”
Dalam surat Ad-Dukhân [44]: 37 Allah juga berfirman:
أَهْلَكْنَاهُمْ ۖ إِنَّهُمْ كَانُوا مُجْرِمِينَ
“Kami telah membinasakan mereka karena sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang berdosa.”
Namun, siskaan yang seharusnya diberikan di dunia tersebut bisa tertangguhkan sebab keberadaan orang-orang shalih di dalamnya dan diatara mereka ada yang memohon ampun (istighfar). Allah berfiman:
وَمَا كَانَ اللَّهُ لِيُعَذِّبَهُمْ وَأَنْتَ فِيهِمْ وَمَا كَانَ اللَّهُ مُعَذِّبَهُمْ وَهُمْ يَسْتَغْفِرُونَ
“Allah tidak akan menyiksa mereka selama kamu ada di tengah mereka. Dan Allah tidak akan menghukum mereka, sementara mereka memohon ampun.” (QS. Al-Anfal [8]: 33)
***
Dalam surat yang lain Allah juga berfirman:
لَوْ تَزَيَّلُوا لَعَذَّبْنَا الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْهُمْ عَذَابًا أَلِيمًا
“Sekiranya mereka tidak bercampur-baur, tentulah Kami akan mengazab orang-orang yag kafir di antara mereka dengan azab yang pedih.” (QS. Al-Fath [48]: 25).
Dalam Shafwât At-Tafâsîr, Ali Ash-Shabuni menjelaskan ayat ini bahwa, “Seandainya orang-orang kafir itu dipisahkan satu dengan yang lain, kemudian dipisahkan antara yang mukmin dengan yang kafir, tentulah Allah akan mengadzab orang-orang kafir dengan adzab yang sangat keras, berupa pembunuhan, penawanan, maupun pengusiran dari negeri-negeri mereka.”
Hal ini menegaskan bahwa pentingnya kita dekat dengan orang-orang yang shalih serta berada di lingkungan dan sistem yang baik. Karena orang-orang yang shalih bisa menjadi penyelamat kita. Itulah mengapa Allah memerintahkan kepada kita untuk mencintai dan bergaul dengan orang-orang yang shalih yang ada disekitar kita. Ayat ini juga menegaskan bahwa bergaul atau berteman dengan orang-orang dhalim atau berada di lingkungan dan juga sistem yang dhalim sangat berbahaya, bukan hanya karena kita dapat dipengaruhinya, namun jika azab itu datang, maka orang yang beriman juga dapat terkena imbasnya. Allah berfirman:
وَاتَّقُوا فِتْنَةً لاَ تُصِيبَنَّ الَّذِينَ ظَلَمُوا مِنْكُمْ خَاصَّةً وَاعْلَمُوا أَنَّ اللهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ
“Peliharalah diri kalian dari siksaan yang tidak khusus menimpa orang-orang yang zalim saja di antara kalian. Ketahuilah bahwa Allah amat keras siksaan-Nya.” (QS. Al-Anfal [8]: 25)
Dalam kitab Lisân Al-‘Arab, Ibnu Mandzur menyatakan bahwa azab adalah peringatan bagi yang lain, dan siksaan atau hukuman bagi yang lainnya.
Dari pendapat Ibnu Mandzur ini, dapat dipahami bahwa azab bisa memiliki dua fungsi, yaitu sebagai peringatan dan sekaligus hukuman. Namun dalam konteks sekarang, di mana orang-orang yang beriman telah tersebar keberbagai penjuru dunia.
Fungsi Bencana
Menurut hemat penulis, suatu peristiwa buruk seperti bencana atau malapetaka yang terjadi di suatu tempat dapat berfungsi tiga hal; sebagai ujian, musibah, dan sekaligus bisa sebagai azab untuk yang lain.
Misalnya dalam kenteks mewabahnya Covid-19 atau yang lebih dikenal dengan virus korona yang tengah melanda dunia, banyak yang bertanya, apakah ini azab, bala’, atau musibah?
Mewabahnya korona bisa berfungsi sebagai ujian bagi orang-orang yang taat kepada Allah, namun bagi orang yang terkadang masih berbuat maksiat virus ini bisa berfungsi sebagai peringatan.
Sadangkan untuk orang-orng yang zalim dan sudah melampuai batas, virus ini dapat dipahami sebagai azab.
Di situlah mengapa Ibnu Mandzur menggunakan sitilah “bagi yang lain” tidak untuk semua orang.
Covid-19 Sebagai Teguran
Apapun sifat disematkan, munculnya Covid-19 adalah teguran untuk dunia karena kezaliman dan keserakahan manusia dalam menguasai dunia yang telah melampaui batas.
Dengan adanya Covid-19 ini, manusia telah disadarkan bahwa sehebat apapun manusia sesungguh dia adalah makhluk yang lemah. Covid-19 telah meruntuhkan dinding-dinding keangkuhan dan kesombongan umat manusia.
Bagaimana tidak, virus ini hanya bisa dilawan dengan kedisiplinan, seperti rajin mencuci tangan, menggunakan masker, menerapakan social distancing dan phsycal distancing.
Virus ini tidak bisa dilawan dengan sejata secanggih apapun, seperti senjata nuklir dan lain-lainnya. Bahkan negara yang mengklaim dirinya paling hebat sekalipun, tetap runtuh di bombardir oleh virus ini.
Itulah peringatan dan hukuman dari Allah agar manusia menyadarai kesalahan dan kesombongannya.