Perspektif

Babisme: Jejak-jejak Revolusi Sosial di Wilayah Iran

4 Mins read

Babisme merupakan gerakan protes sosial—pemberontakan yang didirikan oleh Sayyid Ali Muhammad di Iran. Sebenarnya gerakan ini didirikan tidak terlalu struktural dan terencana, melainkan dari proses yang kultural yang berjalan dengan keadaan serta kondisi pada saat itu.

Sayyid Ali Muhammad dan Bab

Sayyid Ali Muhammad merupakan putra dari Muhammad Rida dan ibu Fatimah Begum, Syiraz, Iran. Dari kedua orang tuanya, sudah nampak jelas bahwa ia memiliki jalur khusus dalam genealogi keturunan yang sampai kepada Nabi Muhammad Saw melalui Husayn.

Masa kanak-kanak dihabiskan bersama paman dari pihak ibunya yaitu Agha Sayyid Ali. Sehingga sedari kecil seorang Ali Muhammad sudah tidak mendapat pelukan hangat dari sosok seorang ibu. Namun, dari didikan ayahnya dan beberapa gurunya yang kemudian membentuknya sebagai orang yang pemberani dan kuat.

Pada umur 9 tahun ia dikirim ayahnya untuk belajar agama di Karbala. Di sana ia berkenalan dengan Sayyid Kazim Rasyti. Setelah wafatnya Sayyid Kazim 1843, ia memerintahkan pengikutnya untuk mencari Mahdi dalam kesesuaian ramalannya di wilayah Persia.

Maka, salah seorang pengikut yang bernama Mulla Husayn Basyruya melihat sosok Ali Muhammad yang tampan dan memiliki pesona yang baik serta budi pekerti yang baik. Maka, ia kemudian mengakui bahwa Ali Muhammad sebagai mahdi yang dijanjikan oleh Sayyid Kazim. Di usia 24 tahun ia mendeklarasikan diri sebagai mahdi yang dijanjikan dan mengakui dirinya sebagai Bab (pintu), yaitu pintu menuju kebenaran.

Dalam waktu yang sangat singkat ia mendapatkan banyak pengikut. Tak ayal, kemunculannya disaat momentum yang tepat. Yaitu di kala kondisi sosial-politik Iran yang memanas atas banyaknya korupsi di mana-mana, sehingga kemunculan  gerakan Bab tersebut memberikan udara yang segar, sejuk dan cerah.

Dengan menarik simpatik masyarakat Iran yang merasa perlu dibela akan hak kemanusiaannya, dalam beberapa tahun ia dan kelompoknya melakukan gerakan-gerakan sporadis terhadap kepemerintahan Muhammad Syah di Iran.

Baca Juga  Kritik Atas Munculnya Kaum Anarko Dalam Situasi Pandemi Covid-19

***

Uniknya, gerakan ini begitu sangat berani, dalam lafal adzan ia tambahkan “dan saya mengakui bahwa Ali di hadapan Nabil (Bab) adalah cermin nafas Tuhan”. Akibatnya Gubernur Syraz, Husayn Ajudanbasyi menangkap Ali dan pengikutnya. Ali sendiri di penjara di Mahku, pegunungan terpencil di Azerbaijan, dan kemudian dipindahkan ke Chirik, terakhir ke Tabriz dengan diintrogasi oleh para pemuka agama mujtahid.

Merasa cemas dan khawatir, pemerintah Iran pada 10 Juli 1850 menembak mati Ali Muhammad. Sebab dikhawatirkan terjadinya pemberontakkan yang tidak diinginkan dan penyerangan secara massif. Sesuatu yang dikhawatirkan pun terjadi, di tahun 1848 hingga 1853 terjadilah sebuah pemberontakan yang diprakarsai dari gerakan Bab ini.

Akibat daripada terjadinya pemberontakan itu sendiri tidak lain karena ada beberapa faktor, yaitu sosial-ekonomi dan militer Iran. Terjadinya inflasi dan kenaikan mata uang dunia, mengakibatkan kenaikan harga barang-barang pokok Iran pun naik, seperti gandum dan jamawut.

Dampak dari kenaikan itu semua, menjadikan Iran mengimpor banyak barang dari Barat dan menjadikan pabrik-pabrik tradisional di Iran tidak beroperasi.  Secara militer, Iran pernah kalang dengan Rusia pada 1804-1813 dan 1926-1828 dan dipermalukan Inggris pada 1838.

Babisme dan Revolusi Kecil Iran

Ini membuktikan kekuatan militer yang dibangun oleh Iran lemah. Pasca runtuhnya Syafawi, Iran modern semakin lemah. Ditambah lagi dengan keadaan negara yang korupsi yang merajalela. Maka dari itu, situasi tersebutlah yang menjadi terjadinya revolusi-revolusi kecil, sebelum terjadinya revolusi Iran pada masa Syah Reza Pahlavi. Antara lain:

Pertama, sebuah pembrontakan yang terjadi tahun 1848 sampai 1849. Gerakan ini dipimpin oleh Mulla Husayn Busyruya atas perintah Bab (Ali Muhammad). Gerakan ini mulanya dengan mengibarkan bendera hitam di Khurasan.

Menurut penguasa dan ulama Iran bahwa dengan naiknya bendera hitam di Khurasan, berarti sebuah simbolisasi akan implikasi agama dan politis. Tidak lain, naiknya bendera hitam di Khurasan memberikan isyarat pada sebuah masa di mana datangnya seorang Mahdi.

Baca Juga  Penyebab Kemunduran Umat Islam Menurut Al-Afghani dan Abduh

Namun, pemerintah Iran mengetahui bahwa keberadaan hal tersebut merupakan tindakan dan gebrakan dari kelompok bawah tanah yang tidak pro dengan pemerintahan Muhammad Syah kala itu. Dugaan tersebut bermula dari masa di mana kala itu belum menandai akhir zaman, sehingga Bab menggunakan hadis tersebut hanya untuk mengabsahkan gerakannya.

Maka, tak segan pemerintah Iran mengirimkan pasukan untuk melawan gerakan Babisme. Pecahnya gerakan tersebut juga bersamaan dengan meninggalnya Muhammad Syah. Puncak dari pemberontak tersebu pada Mei 1849. Selain Husayn Busyruya, juga terdapat Husayn Barfurushi, Qurrat al-Ayn, dan Sayyid Husain Yazdi sekertaris Bab. Dalam pemberontakan tersebut, Babisme mengalami kekalahan dan diperkirakan 1500 an pasukan dari Babisme meninggal dunia.

Kedua,  sebuah pemberontakan yang dilakukan oleh Sayyid Yahya Darabi di Nayriz pada 1850 dan 1853. Ia kemudian diberi gelar oleh Bab yaitu Wahid. Gerakan ini bermula ketika Wahid melakukan penyerangan ke Nayriz, dan dia menarik pasukannya mundur ke luar benteng Nayriz dan justru lantas mereka mempertahankan diri dengan mengangkat senjata.

Namun, kondisi bertahan tersebut, mengakibatkan sebagian kelompok Babis berjatuhan. Bukan di situ saja, kelompok Babis terus melakukan konfrontasi besar-besaran di luar perbukitan Nayriz. Awalnya, tentara pemerintah Iran cukup kuwalahan, akan tetapi pada akhirnya mereka mampu menumpas serangan tersebut.

Sebab nafsu yang membara, Sayyid Yahya disiksa dan hingga menghabisi nyawanya. Setidaknya kurang lebih terdapat 1000 pasukan Babis yang ikut ambil dalam pertempuran di Nayriz.

***

Ketiga, pemberontakan di Zanjan. Pemberontakan ini dipimpin oleh Muhammad Ali Zanjan. Muhammad Ali Zanjan diberi gelar Bab dengan sebutan Hujjat. Sebelum bergabung dalam gerakan Babisme, ia pernah belajar di Karbala dan Najaf. Ia menganut paham aliran Akhbari yang anti terhadap mujtahid dan pernah berselisih dengan beberapa mujtahid di Zanjan.

Tidak begitu jelas dalam uraian Faisal, pasca adanya panggilan oleh Muhammad Syah yang hendak diuji kemampuannya yaitu dengan mendatangkan pakar agama dan ulama di Teheran, kemudian ia bergabung dengan Babisme.

Baca Juga  Kerja Sama Indonesia-Iran Wujudkan Jaminan Produk Halal Global

Bergabungnya dengan Babisme membuat Hujjat/ Muhammad Ali Zanjan banyak melakukan kontak fisik dengan pemerintah Iran. Sehingga menyebabkan kota Zanjan terpecah menjadi 2 kubu, di bagian timur di bawah kontrol kaum Babis, sedang di bagian barat di bawah kontrol pemerintah Iran. Karena kota yang lebih luas dari pada Nayriz, maka menyebabkan pemberontakan kaum Babis di Zanjan jauh lebih banyak.

Pemberontakan ini terjadi pada Mei 1850 hingga Januari 1851. Konflik tersebut pada akhirnya dimenangkan oleh pemerintah Iran dengan banyaknya berjatuhan korban pada kelompok Babis.

Keempat, pemberontakan di Teheran. Pemberontakan yang terjadi secara dua gelombang yaitu antara tahun 1850 dan 1852, telah menewaskan 7 tokoh dari kelompok Babis. Antara lain; Mirza Sayyid Ali Syirazi, Mirza Qurban Ali Barfurusy, Mulla Ismail Qumi, Sayyid Husayn Tursyzi, Muhammad Taqi Kirmani, Sayyid Murtada Zanjani, dan Muhammad Husayn Maraghi ketujuh tokoh tersebut dikenal dengan sebutan “Tujuh Martir Teheran”.

Setelah pemberontakan pertama yang telah membunuh 7 tokoh Babis, kini gelombang kedua, pemberontakan kaum Babis tertuju kepada putera mahkota yaitu Nasiruddin Syah yang diduga biang keladi dibalik semua pembunuhan 7 tokoh tersebut. Namun, upaya-upaya yang terus dilancarkan oleh Babis tidak membuahkan apa-apa, bahkan sebagian mereka ditangkap dan dieksekusi oleh pemerintah Iran.

Setelah melakukan kegiatan konfrontasi-konfrontasi terhadap pemerintah Iran, kaum Babis lambat laun meredup, dan bahkan muncul intrik konflik di dalam kelompok mereka sendiri. Sebagai akibatnya, kelompok Babis terpecah menjadi dua kelompok, yaitu kelompok Baha’is dan Azalis.

Adapun kelompok Bahais yang pimpin oleh Bahaullah dan Azalis oleh Subhi Azalis. Kelompok Bahai mereka lebih merepresentasikan gerakan baru yang jauh meninggalkan gelanggang politik. Sedangkan Azalis, merupakan kelanjutan dari kelompok Babis. Yaitu tetap melakukan pemberontakan terhadap pemerintah Iran dengan gerakan-gerakan bawah tanahnya.

Editor: Saleh

Ahmad Zainuri
24 posts

About author
Ahmad Zainuri, lahir di Jember, 19 Desember 1997. Suka nulis, sejak SMA dan hingga kuliah. Hobi, sepak bola, menulis, makan. Mahasiswa Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga
Articles
Related posts
Perspektif

Serangan Iran ke Israel Bisa Menghapus Sentimen Sunni-Syiah

4 Mins read
Jelang penghujung tahun 2022 lalu, media dihebohkan dengan kasus kematian Mahsa Amini, gadis belia 22 tahun di Iran. Pro-Kontra muncul terkait aturan…
Perspektif

Fenomena Over Branding Institusi Pendidikan, Muhammadiyah Perlu Hati-hati!

4 Mins read
Seiring dengan perkembangan zaman, institusi pendidikan di Indonesia terus bertransformasi. Arus globalisasi tentu memainkan peran penting dalam menentukan kebutuhan pendidikan di era…
Perspektif

Hakim, Undang-Undang, dan Hukum Progresif

3 Mins read
Putusan hakim idealnya mengandung aspek kepastian, keadilan, dan kemanfaatan. Dalam implementasinya tidak mudah untuk mensinergikan ketiga aspek tersebut, terutama antara aspek kepastian…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *