Ketika sedang jalan-jalan sore ke perkampungan di sekitar Ponpes Al-Ishlah Sendangagung bersama anak keduaku, Marwa Iliyya Khaidir beberapa waktu lalu, kami sempat silaturrahim ke salah seorang penduduk kampung, sebutlah Kang Kasam namanya. Di tengah bercengkrama, kami mendapati seorang ibu muda tak jauh dari rumah Kang Kasam, sedang mengajari anaknya membaca. Dengan berbagai macam teknik, agar anaknya senang dan larut dalam proses belajar membaca itu, sang ibu benar-benar mengerahkan seluruh tenaga dan terutama tenaga kesabaran. Anaknya kadang semangat, kadang tidak memperhatikan, acuh. Tetapi, sang anak sepertinya senang. Dan sang ibu tetap menjaga ritme semangat dan kesabarannya. Di akhir pelajaran, sang ibu menegaskan sebuah pesan kepada anaknya: “Nak, rajinlah belajar membaca. Dengan membaca kamu akan menjadi anak pintar dan hebat.
Pemandangan sepintas tentang belajar membaca ini mengingatkanku kepada wahyu pertama Al-Qur’an kepada Rasulullah Saw., yaitu: QS. 96: 1-5. Perintah pertama terhadap Rasulullah Muhammad Saw., adalah membaca. Dan dengan membaca kita akan menguasai nama-nama (pengetahuan) sebagaimana Nabi Adam As., diajari Allah Swt, ketika diangkat menjadi khalifah fil ardl. Membaca yang diajarkan oleh Allah kepada Nabi Muhammad Saw. dan Nabi Adam As., bukanlah sekedar membaca. Tetapi, membaca yang disertai niat mengagungkan asma Allah, mengejawantahkan kebajikan universal. Oleh karena itu, harus disertai sikap kerendah-hatian, bahwa kesempatan membaca dan memperoleh ilmu pengetahuan adalah maunah Allah, milik Allah.
Membaca dengan demikian dapat diejawantahkan sebagai pilar gerakan peradaban agama rahmat lil ‘alamin ini. Pilar gerakan kebajikan universal agama ini.
Gerakan Literasi dan Spiritual
Dalam keyakinan masyarakat muslim, membaca Al-Qur’an bernilai ibadah. Setiap huruf bernilai sepuluh. Keyakinan ini telah mendorong masyarakat muslim ke arah gerakan literasi dan gerakan spiritual.
Al-Qur’an sungguh telah menginspirasi dan memberi petunjuk kepada kaum muslimin untuk terus membaca, mengkaji dan mencintai ilmu pengetahuan. Dengan bimbingan Rasulullah Saw., kejahiliyahan muslimin dibimbing kepada cahaya ilmu pengetahuan dan keteladanan akhlak. Hadirnya Al-Qur’an menambah khazanah tradisi literasi, yang tidak melulu berisi syair yg ditempel di dinding ka’bah sebagai prestise, tetapi juga tradisi literasi yang ditulis di media lebih mutakhir. Ditambah satu lagi: tradisi menghafal, menyelami balaghah dan keindahan syiir Al-Qur’an yang tiada tandingannya, serta tradisi literasi yang dikuatkan dengan ilmu pengetahuan dan akhlak keteladanan. Kalau meminjam istilah Ibnu Khaldun dalam kitab Muqaddimahnya, situasi peralihan dari jahiliyah ke cahaya ilmu, disebut dengan min al-badawah ilaa al-tsaqafah.
Tradisi literasi terus berlanjut, dengan melahirkan halaqah-halaqah kajian Al-Qur’an, dan penulisan hasil kajian itu secara terbatas, karena memang medianya terbatas. Namun kajian dalam halaqah ilmu ini begitu kuat pengaruhnya, sehingga tradisi belajar di kalangan para sahabat Nabi Saw., berkembang dengan sangat pesat. Kelanjutan tradisi ini terus berkembang, dan semakin pesat.
Fondasi gerakan literasi yang dibangun Rasulullah Saw., telah melahirkan gerakan cinta ilmu. Sehingga sepeninggal beliau, Islam di bawah bimbingan para sahabat penerusnya telah melahirkan kejayaan ilmu pengetahuan. Kejayaan peradaban. Abad ketujuh sampai ketigabelas adalah masa kejayaan peradaban Islam. Ditandai berkembang pesatnya kajian ilmu pengetahuan, kajian keagamaan dan akhlak. Pusat pengetahuan berupa perpustakaan dan wilayah kajian mewujud dahsyat dalam peradaban Islam. Model administrasi kenegaraan dan militer yang handal di bawah supremasi sipil adalah ciri khas tata negara di bawah panji ilmu pengetahuan Islam. Boleh dikatakan secara tegas di sini bahwa pilar pertama peradaban Islam adalah gerakan literasi dan ilmu pengetahuan.
Pilar keduanya adalah gerakan spiritual. Gerakan spiritual di sini dimaknai sebagai gerakan membersihkan hati secara individual untuk tetap menjaga kiprah secara sosial dengan genuine dan orientasi kebajikan universal. Poin gerakan ini terkait dengan dua hal. Yaitu: makna lafadh tilawah dan qira’ah dalam Al-Qur’an, serta tingkatan ilmu pengetahuan dalam Al-Qur’an.
Tilawah dan Qira’ah dalam Al-Qur’an bermakna membaca dan beribadah. Membaca Al-Qur’an adalah gerakan literasi/ilmu pengetahuan dan gerakan mendekatkan diri kepada Allah Swt., Sang Kebajikan Universal. Setelah memperoleh ilmu pengetahuan melalui proses membaca, seseorang diminta untuk secara rendah hati mengakui bahwa ilmu yang diperolehnya hanyalah karena maunah Allah Swt. Dengan demikian, seseorang tersebut benar-benar diminta untuk menundukkan muka, pikiran dan hatinya serta hawa nafsunya untuk patuh taat hanya kepada Allah Swt.
Membaca ilmu pengetahuan dalam Al-Qur’an berarti tidaklah sekedar membaca. Lalu selesai. Tetapi, lebih jauh dari itu melahirkan implikasi tingkatan ilmu pengetahuan dalam Al-Qur’an. Yaitu: tingkatan mengetahui (arafa), tingkatan memahami (fahima), tingkatan mengerti (faqaha) dan tingkatan mengamalkan dengan sadar (hadaa).
Gerakan spiritual melengkapi gerakan literasi bahwa ilmu pengetahuan bukanlah sekedar membangun kesadaran ilmu. Melainkan juga kesadaran beramal. Mengamalkan ilmu. Kesadaran berakhlak. Kesadaran membangun kebajikan semesta.
Gerakan Amal Shaleh
Muara ilmu pengetahuan adalah spiritualitas individual dan juga akhlak berupa amal shaleh keteladanan. Inilah pilar peradaban Islam yang ketiga.
Jika kita hanya membaca sesuatu, tentu kita mendapatkan ilmu. Lalu kita menyampaikan ilmu pengetahuan itu. Penyampaian ini, menurut tingkatan ilmu di atas harus ditindak-lanjuti dengan amal shaleh dan akhlak keteladanan. Dengan begitu, kesadaran menyebarkan kebajikan semesta terpatri tidak sekedar wacana, melainkan lebih dari itu dengan contoh nyata. Tidak sekedar teriak tentang sebuah wacana kebajikan, tetapi yang berteriak inilah yang paling depan bertindak menentang kebajikan universal.
Marilah kalau begitu membaca dengan nama Tuhanmu Yang Maha Mencipta.
Lamunanku buyar. Karena anakku kemudian mengajakku pamitan. Lalu kami pamit ke Kang Kasam. Terima kasih Kang Kasam.
Wallahu a’lam.