Ibadah

Bagaimana Adab Berdzikir dalam Islam?

2 Mins read

Mendengar kata dzikir, tentu saja tak asing lagi didengar, terutama bagi kalangan umat Islam. Secara bahasa, dzikir berasal dari kata dzakara yang berarti mengingat, sedangkan secara istilah adalah proses komunikasi antara hamba dengan Allah supaya mengingat dan tunduk pada perintahnya. Dalam Islam, adab berdzikir tentu sudah diatur sedemikian bagus.

Memaknai dzikir, selamanya tidak serta merta dimaknai dengan lisan saja, karena dasarnya dzikir harus dimaknai dengan hati nurani pula. Dzikir dengan lisan, biasanya diaktualisasikan dengan memuji Allah melalui ucapan-ucapan tasbih, tahmid, tahlil, dan takbir. Adapun dzikir dengan hati nurani, yakni bertafakkur mengenai zat dan sifat-sifat Allah yang Maha Suci, Maha Terpuji, Maha Agung, dan lain sebagainya.

Perjalanan Sang Sufi

Meminjam pendapat Imam al-Ghazali yang dipertegas dengan pendapat Ash-Shaqrawi, bahwa yang menjadi titik fokus dalam perjalanan spiritual para shalih atau sufi adalah dzikir kepada Allah dengan cara menyibukkan diri terhadap riyadhah an-nafs (latihan jiwa) agar mendapat petunjuknya. Sehingga setiap hal yang dilakukan merupakan bentuk kehadiran Allah dalam dirinya. Sejalan dengan itu, dzikir juga sebagai sarana mendekatkan diri kepada Allah.  

Dzikir dalam bentuk pendekatan diri kepada Allah, sejatinya antara hati dan kepribadian diri sendiri memang saling berpengaruh. Sehingga pribadi yang baik, adalah pribadi yang menggambarkan hati yang mulia. Bagi kalangan sufi, tentunya tak bisa diperkirakan jika dzikir ini menjadi pusat perhatian yang konsisten supaya hidup menjadi tenang.

Perintah Berdzikir

Adapun dalil mengenai dzikir, termaktub dalam Al-Qur’an, berikut firman Allah Swt yang berbunyi:

وَلَا تَكُونُوا كَالَّذِينَ نَسُوا اللَّهَ فَأَنْسَاهُمْ أَنْفُسَهُمْ ۚ أُولَٰئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ

Artinya: Dan janganlah kamu seperti orang-orang yang lupa kepada Allah, lalu Allah menjadikan mereka lupa kepada mereka sendiri. Mereka itulah orang-orang yang fasik.” (QS. Al-Hasyr: 19)

Baca Juga  Istighfar, Taubat, Doa, dan Kunut Agar Pandemi Segera Berlalu

فَاذْكُرُونِي أَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوا لِي وَلَا تَكْفُرُونِ

Artinya: Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya Aku ingat (pula) kepadamu, dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu mengingkari (nikmat)-Ku.” (QS. Al-Baqarah: 152)

Dari kedua dalil di atas, menunjukkan bahwa amaliah dzikir secara syariat Islam adalah suatu hal yang disandarkan pada Al-Qur’an. Sehingga pengalaman dzikir kepada Allah adalah bentuk ibadah yang bernilai pahala dan berfaedah bagi hamba yang melaksanakannya.

Dzikir dan Tarekat

Apapun yang terjadi, dzikir tidak boleh lepas dari tarekat. Sebuah tarekat sendiri adalah berbentuk ritual ibadah, do’a, dan dzikir yang diajarkan oleh seorang guru kepada muridnya. Pada umumnya, tarekat dimaknai sebagai sistem bimbingan dalam Islam, bukan sebatas ajaran. Berbeda dengan kata shirat yang artinya seluruh ajaran dan kebijakan Islam. Adapun kata thariqoh adalah metode dalam mengamalkan Islam di bawah bimbingan.

Dalam tarekat, nampaknya menjaga keberlangsungan dalam menghayati agama bagi pemeluknya memang dibutuhkan. Tentu dengan tujuan supaya syariat dan hakekat tetap dijalankan dalam semua perilaku keagamaan. Sehingga, betapapun dzikir yang ada di tarekat ini justru lebih dapat dipahami oleh orang terpelajar.  

Begitu pula masalah sanad, keberlakukan sanad lebih sering digunakan dengan silsilah. Kyai yang menjadi matarantai sebuah silsilah, memang mempunyai watak estorik yang diperoleh dari gurunya.

Dari gurunya, seakan-akan mengucapkan sumpah setia kepada pendiri tarekat dengan menerima formula dzikir, ini merupakan tindakan yang wajar. Adapun formula dzikir, tentu saja tidak akan pernah lepas dari matarantai tersebut. Karena mampu diwariskan dari satu kepada yang lain.

Bagaimana Adab dalam Berdzikir?

Mengambil hikmah dari pemaparan yang di atas, tentunya setiap ibadah tidak akan berjalan jika tanpa adab. Karenanya, menurut Imam al-Ghazali, ibadah merupakan karunia, pahala, kenikmatan abadi, dan sarana menuju surga yang kekal. Semisal, dalam berdo’a adabnya adalah memuji Allah terlebih dahulu, mengucapkan shalawat, kemudian ditutup dengan al-Fatihah.

Baca Juga  Tiga Amalan Ringan untuk Memperpanjang Umur

Demikian juga dengan berdzikir, adabnya adalah bersuci, meskipun tidak wudhu sekalipun tidak dilarang. Sebab syarat bersuci dalam nash dan dalil, diperuntukkan untuk shalat, tidak untuk dzikir. Akan tetapi, sepengetahuan guru saya bahwa bersuci itu memiliki nilai yang mulia, dan orang yang berdzikir itu termasuk dari orang yang jalisullah sedang berkomunikasi dengan Allah. Maka bersuci menjadi bagian penting dari adab orang yang berdzikir.

Kemudian dari itu, adab juga sangat diperlukan dalam berdzikir. Artinya, setiap ibadah yang dilakukan harus mampu membentuk pribadi yang beradab dan berakhlak baik pula. Sehingga dengan adab, segala hal tentang ibadah selalu dipandang sebagai doktrin terbesar dalam menciptakan kepribadian yang lebih unggul.

Editor: Saleh

M. Zulfikar Nur Falah
22 posts

About author
, Mahasiswa Sekolah Tinggi Ilmu Al-Qur'an dan Sains Al-Ishlah
Articles
Related posts
Ibadah

Mengapa Kita Tidak Bisa Khusyuk Saat Salat?

3 Mins read
Salat merupakan ibadah wajib bagi umat Islam. Di dalam Islam, salat termasuk sebagai rukun Islam yang kedua. Sebab, tanpa terlebih dahulu mengimani…
Ibadah

Empat Tingkatan Orang Mengerjakan Shalat, Kamu yang Mana?

4 Mins read
Salah satu barometer kesalehan seorang hamba dapat dilihat dari shalatnya. Dikatakan oleh para ulama, bahwa shalat itu undangan dari Allah untuk menghadap-Nya….
Ibadah

Sunah Nabi: Hemat Air Sekalipun untuk Ibadah!

3 Mins read
Keutamaan Ibadah Wudu Bagi umat Islam, wudu merupakan bagian dari ibadah harian yang selalu dilakukan terutama ketika akan melaksanakan salat. Menurut syariat,…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds