Dalam perkembangan zaman, harus kita akui bahwa banyak sekali hal-hal yang besar terjadi. Seperti yang terungkap dalam fakta sejarah kehidupan manusia, entah yang terjadi di belahan Timur muka bumi atau di belahan Barat muka bumi ini.
Sebutlah yang terjadi di zaman sebelum Socrates, kita menemukan sosok Thales yang mengungkapkan bahwa prinsip dasar dari alam semesta adalah air. Kemudian dibantah oleh muridnya sendiri, yaitu Anaximandros yang mengungkapkan bahwa prinsip dasar kehidupan adalah to aperion yang bermakna tanpa batas.
Semangat Institusionalisasi dan Rasionalisasi
Dari contoh di atas, menggambarkan bagaimana proses rasionalisasi peradaban dengan pengetahuan menjadi cikal bakal suatu peradaban ilmu pengetahuan yang kita sebut Filsafat (The Mother of Science).
Kemudian ada agama-agama (Islam, Kristen, Hindu, Budha, Konghucu) yang juga memiliki semangat bagaimana menciptakan suatu peradaban dengan pegangan kitab suci sebagai pedoman hidup dalam mengelola suatu peradaban. Inilah yang disebut dengan proses institusionalisasi.
Dari contoh singkat di atas, setidaknya sedikit menggambarkan bagaimana ada dialektika yang besar dan serius. Sehingga membentuk struktur tatanan dunia atau peradaban dengan pendekatan Agama dan Filsafat.
Hermeneutika Sebagai Metodologi Pengungkapan Makna Peradaban
Dalam buku ini, mengungkapkan bahwa hermeneutika sebagai metodologi-filosofis akan mengungkapkan makna dari sejarah peradaban yang ada di belahan dunia yang tertulis dalam bentuk teks. Kita mengetahui bahwa sejarah peradaban masa lalu ditulis sedemikian rupa, sehingga menjadi teks tertulis yang kemudian menjadi buku-buku yang luar biasa pentingnya.
Dalam pengungkapan dialektika peradaban di masa lalu, tentu memiliki jarak geografis dan waktu yang sangat jauh sekali. Sehingga dalam proses memaknai peradaban yang kita ketahui dengan membaca teks-teks yang telah ditulis berabad-abad lamanya yang kemudian masih terawat hingga kini.
Agar tidak terjadi kesalahpahaman makna antara pembaca hari ini dengan penulis teks di masa lalu, maka dibutuhkan metodologi dalam pengungkapannya dan metodologi itu ialah hermenutika.
Menariknya, Ahmad Norma Permata lebih condong kepada pemikiran filsafat hermeneutika Paul Riceour sebagai basis utama dalam penjelasannya. Mengapa demikian, karena Riceour dinilai mampu menjembatani perdebatan sengit dalam hermeneutika, yaitu sebagai tradisi metodologis diwakili oleh Emilio Betti dan tradisi filosofis yang diwakili oleh Hans Gorg Gadamer.
Peran IPTEK dalam Pembentukan Peradaban Islam Awal
Ilmu pengetahuan dan teknologi begitu sangat berperan dan menggeliat di muka bumi. Dan itu diawali oleh tokoh-tokoh hebat dari kalangan agama Islam pada kisaran abad kedelapan hingga abad keempat belas Masehi.
Peradaban Islam acapkali disebut sebagai peradaban yang memiliki kemakmuran, kemajuan, keunggulan dan sederet kehebatan lainnya. Sehingga sadar atau tidak, ada semacam kerinduan dan keinginan bagi umat Islam sendiri untuk memilikinya kembali.
Namun sayangnya, kebanyakan orang-orang Islam per hari ini cenderung bersikap membangga-banggakan masa lalu. Kalau kata Ahmad Norma Permata cenderung terjebak pada penyakit psikologis jika tidak mampu meraih apa yang ingin dicapai seperti kejayaan masa lalu, yaitu terjebak pada sifat membangga-banggakan. Sehingga menurut saya ini berbahaya dan berlebihan.
Majunya ilmu pengetahuan dan teknologi Islam, sebenarnya terbentuk karena dua sintesis atau dialektika ilmu antara Yunani dan India. Adapun bidang ilmu pengetahuan dan teknologi yang dicapai kemajuannya dengan cara menemukan dan menyempurnakan perkembangan teknologi yaitu;
***
Pertama, Astronomi, ilmu astronomi ini pertama kali diwariskan oleh warisan India yang berhasil disempurnakan oleh dua astronomi Islam yaitu Muhammad Ibrahim al-Fazari (w.777) dan Yaqub ibn Tariq (abad ke-8).
Kemudian tokoh-tokoh selanjutnya yaitu Abu Abdullah Muhammad ibn Jabir al-Battani (858-929 M) dengan karyanya al-Zij al-Sabi, Abdul Rahman al-Sufi (903-986 M) dengan Kitab Suwar al-Kawakib al-Tsabita yang mampu menyempurnakan katalog perbintangan Ptolemy (filsuf Yunani).
Kedua, Matematika, dalam bidang ini para ilmuwan Islam memberikan sangat signifikan dalam dunia matematika, bukan hanya mengembangkan namun juga menciptakan disiplin matematika itu sendiri.
Adapun sederet tokohnya yaitu, al-Khawarizmi yang menemukan teori Aljabar (algebra). Al-Khayyam (1048-1131 M) yang mengembangkan teori geometri. Syaraf al-Din Thusi (1135-1213), yang merumuskan analisis lokal hitungan aljabar maksimum.
Ketiga, Optik, walaupun optik dirumuskan dan ditemukan oleh ilmuwan Yunani, namun ilmuwan Islam juga menemukan temuan baru yang belum pernah ditemukan sebelumnya. Yaitu Yaqub Ibn Ishaq al-Kindi (801-866) dilaporkan telah menemukan metode lensa dan cermin serta menulis sepuluh buku tentang optik.
Keempat, adalah Medis, warisan keilmuan Islam menurut Dallal yang paling kaya ditemukan ialah Ilmu Medis barangkali karena kegunaannya yang sangat signifikan terasakan hingga kini. Tokohnya yaitu Ali ibn Abban al-Majusi (925-994), Abu al-Qasim al-Zahrawi (936-1013), dan yang terbesar ialah Ibnu Sina (981-1037 M) dengan kitabnya al-Qanun fi al-Tibb.
Kelima, Ilmu hayat: Botoni dan Agronomi, ilmu ini juga tidak lepas dari para ilmuwan Islam. Tokohnya antara lain; Abu Hanifa al-Dinawari (815-895) yang menerjemahkan Kitab al-Nabat dari bahasa Persia.
Kemudian ada Abu Jafar al-Ghafiqi dan Abu Abbas al-Nabati. Sedangkan yang paling masyhur adalah Ibn al-Baytar yang menyusun ensiklopedia dan klasifikasi tanaman yang ia kumpulkan dari hasil penjelajahannya dari Anatolia hingga Mesir.
Dialektika Ilmu Pengetahuan
Penemuan-penemuan yang telah dilakukan oleh ilmuwan Islam pada masa-masa itu telah dilanjutkan oleh ilmuwan-ilmuwan Barat kontemporer. Dengan adanya ilmuwan Barat yang sangat hebat dan kaya akan nalar pikiran yang maju, telah berhasil memajukan teknologi untuk kebutuhan manusia hingga hari ini. Semua itu adalah hasil dari pada dialektika ilmu pengetahuan antara ilmuwan pra Islam (Yunani dan India) dengan ilmuwan Islam dengan semangat agamanya kemudian disempurnakan oleh para ilmuwan kontemporer.
Dari buku ini, sedikit-banyaknya memberikan pandangan besar tentang pemikiran Islam dan Barat dari sudut pandang filsafat dan sosiologi agama. Sehingga menjadi penting untuk dibaca agar mengetahui bagaimana kondisi kemajuan zaman hari ini. Ternyata, hasil dari dialektika tingkat tinggi antara Agama dan Peradaban yang kemudian diawali dengan proses Institusionalisasi berhadap-hadapan dengan Rasionalisasi.
Daftar Buku
Judul Buku : Institusionalisasi Vs Rasionalisasi : Dialektika Agama dan Peradaban
Penulis : Ahmad Norma Permata
Penerbit : IRCISOD
Cetakan : 2020
Tebal : 238 halaman
ISBN : 978-623-6699-15-7
Editor: Soleh