Ramadhan adalah bulan yang tiada batas. Alias, berbagai misteri yang tercipta di dalamnya begitu beragam macamnya. Nuzul al-Qur’an, salah di antara misteri yang tentunya banyak mengandung nilai untuk diketahui dan dipahami. Terutama bagi agama Islam. Lebih-lebih membawa notaben umat pengikut kanjeng Nabi Muhammad Saw, seorang dianugrahi mukjizat berupa Al-Qur’an.
Nuzul al-Qur’an niscaya merupakan misteri yang dibungkus hanya sebatas diktum-diktum keotentikan turunnya Al-Qur’an. Apakah diturukan sekaligus? atau justru sebaliknya, diturunkan berangsur-angsur? Mempertanyakan ini memang sangat begitu wajar. Akan lebih solutif lagi, tentunya bila merekatkan diri masing-masing dengan aspirasi spiritualitas agama yang terbilang memumpuni.
Ada Apa dengan Nuzul al-Qur’an?
Kata nuzul dan sejenisnya dalam bahasa Arab, menurut Imam az-Zarqany bahwa dalam pengertian nuzul, secara bahasa singkatnya adalah bergeraknya sesuatu dari atas ke bawah. Nampaknya arti majazi atas nuzul al-Qur’an itu merupakan kabar, dan pemberitahuan sekaligus pengumuman dalam berbagai segi beserta aspek-aspeknya.
Akan tetapi di samping itu, terdapat dua pengertian yang terkandung dalam nuzul al-Qur’an. (1), berasal dari kata nazzala-yunazzilu, yang makna konotatifnya turun secara berangsur-angsur. (2), berasal dari kata anzala-yunzilu, yang makna denotatifnya menurunkan. Kedua-duanya, uraian pengertian ini tentu cukup relevan dengan paspek eristiwa turunnya Al-Qur’an.
Para ulama’, terjadi simpang siur dalam menafsirkan tentang cara diturunkannya Al-Qur’an. (1), Al-Qur’an diturunkan ke langit dunia pada malam lailah al-Qadr sekaligus semuanya, kemudian diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw. secara berangsur-angsur. Pendapat ini, didasarkan pada riwayat ath-Thabari dari Ibnu Abbas, dengan segi sanad menurut informasi tidak begitu kuat.
(2), Al-Qur’an diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw. secara berangsur-angsur dalam jangka kurun waktu 23 lailah al-Qadr selama 23 tahun. Tak jauh berbeda daripada itu (3), awal permulaan turunnya Al-Qur’an adalah jatuh pada malam lailah al-Qadr, dan yang kemudian diturunkan dengan cara berangsur-angsur dalam berbagai waktu kurang lebih selama 23 tahun.
Nabi Muhammad Saw, Eksistensi Wahyu, dan Al-Qur’an
Tepatnya pada 17 Ramadhan, sekitar 14 abad silam, terklaim sebagai peristiwa malam nuzul al-Qur’an. Pada pertama kali wahyu diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw. (QS. al-Alaq [96]: 1-5), sejarawan menyebut dengan momen kenabiannya. Namun, setelah kedua kalinya wahyu diturunkan (QS. al-Muddatsir [74]: 1-7), sejarawan menyebutnya dengan tugas kerasulan telah dimulai.
Sementara setiap diturunkannya wahyu berikutnya, Nabi Muhammad Saw. kemudian menyampaikan kepada semua kalangan terdekatnya. Terutama kepada keluarga terdekat dan para sahabatnya. Semulanya disampaikan menggunakan strategi tersembunyi. Tetapi lambat laun, kemudian disampaikan menggunakan strategi terang-terangan dengan kompleksitas masyarakat yang luas.
Dalam rentan waktu yang reatif panjang, Nabi Muhammad Saw. menerima wahyu dalam dua situasi yang berbeda. (1), ayat yang diturunkan sebelum melakukan hijrah atau yang disebut surat Makkiyah. (2), ayat yang diturunkan pasca melakukan hijrah atau yang disebut surat Madaniyah. Kedua peristiwa ini, secara implisit tentunya memiliki tujuan besar untuk seorang utusan Tuhan.
Akan tetapi, yang jelas titik tujuan utama Al-Qur’an diturunkan adalah sebagai petunjuk bagi umat manusia. Bahkan, menjadi cahaya penerang di tengah-tengah kegelapan malam. Sebagaimana dalam firman Allah, yang berbunyi:
يَا أَيُّهَا النَّاسُ قَدْ جَاءَكُمْ بُرْهَانٌ مِنْ رَبِّكُمْ وَأَنْزَلْنَا إِلَيْكُمْ نُورًا مُبِينًا
Artinya: “Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu bukti kebenaran dari Tuhanmu. (Muhammad dengan mukjizatnya) dan telah Kami turunkan kepadamu cahaya yang terang benderang (Al Quran)” (QS. An-Nisa’ [4]: 174).
Peristiwa nuzul al-Qur’an ini mengilustrasikan perjalanan baru untuk masyarakat Arab Jahiliyah. Sehingga Al-Qur’an hadir menyemai dalam eksistensinya pemberi pencerahan kepada masyarakat Makkah. Meskipun banyak pertentangan yang dialami Nabi Muhammad Saw. Namun seiring berjalannya waktu, justru dapat merasakan manisnya iman bersama Islam beserta Al-Qur’an.
Penutup
Dari pemaparan yang di atas, maka dari itu dapat ditarik kesimpulan bahwa peristiwa nuzul al-Qur’an, para ulama’ berbeda pendapat dalam mengungkap tentang bagaimana cara Al-Qur’an diturunkan. Sebagian berpendapat sekaligus semuanya, kemudian diturunkan berangsur-angsur. Namun sebagiannya lagi, justru sebaliknya. Untuk ini akhir kata, wallahu a’lamu bi al-Shawab.