Fatwa

Bagaimana Cara Membayar Hutang Puasa Bagi Wanita Hamil?

2 Mins read

Tentu kita semua ingin sekali memaksimalkan segala amalan kita di bulan suci Ramadhan yang sebentar lagi akan hadir di tengah-tengah kita. Salah satu amalan yang wajib kita kerjakan baik untuk kaum laki-laki maupun perempuan adalah puasa satu bulan penuh selama Ramadhan. Namun berbeda kondisi dengan seorang wanita yang sedang hamil, mereka kerapkali kebingungan apa harus berpuasa atau tidak selama bulan Ramadhan. Lalu, bagaimana cara wanita hamil mengganti atau membayar hutang puasanya yang tidak terlaksana di bulan Ramadhan?.

Cara Membayar Hutang Puasa Wanita Hamil

Dalam surah Al-Baqarah (2) ayat 184 Allah berfirman yang berbunyi:

أَيَّامًا مَعْدُودَاتٍ فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ وَعَلَى الَّذِينَ يُطِيقُونَهُ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِينٍ فَمَنْ تَطَوَّعَ خَيْرًا فَهُوَ خَيْرٌ لَهُ وَأَنْ تَصُومُوا خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ

Artinya: “(yaitu) Dalam beberapa hari yang tertentu. Maka barangsiapa di antara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka) maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditingggalkan itu pada hari-hari yang lain. Dan wajib bagi orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu) memberi makan seorang miskin. Barangsiapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka itulah yang lebih baik baginya. Dan berpuasa lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.”

Dalam ayat di atas, telah disebutkan beberapa golongan orang yang mendapatkan keringanan (rukhsah) untuk tidak melakukan puasa Ramadhan. Diantaranya golongan; orang sakit, dalam perjalanan (musafir).

Selain itu, di dalam kalangan wanita, terdapat juga golongan yang demikian, yaitu bagi wanita haid dan wanita hamil. Adapun solusi yang ditawarkan oleh Islam bagi wanita haid adalah wajib mengqadha puasa Ramadhan di bulan-bulan lain.

Baca Juga  Ramadhan, Kita, dan Teater Kesalehan

Sebagamana yang disebutkan dalam hadits Aisyah RA di bawah ini:

كَانَ يُصِيْبُنَا ذَلِكَ فَنُؤْمَرُ بِقَضَاءِ الصَّوْمِ وَلاَ نُؤْمَرُ بِقَضَاءِ الصَّلاَةِ. [رواه مسلم عن عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا]

Artinya: “Adalah kami mengalami demikian (haidl), kami diperintahkan mengqadla’ puasa dan tidak diperintah mengqadla shalat.” (HR. Muslim dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha)

***

Lalu, bagaimana dengan wanita yang sedang hamil?

Majelis Tarjih dan Tajdid dalam Majalah Suara Muhammadiyah No. 12, 13, 2006 menyebutkan untuk wanita hamil, yang karena lemah dalam fisiknya, sehingga menjadi berat untuk menjalankan puasa, maka diperbolehkan untuk tidak berpuasa di bulan Ramadhan. Adapun orang yang karena kondisi tertentu, sehingga ia tidak mampu berpuasa, maka diwajibkan membayar fidyah.

Hal ini sebagaimana disebutkan dalam dalil Al-Qur’an ini:

وَعَلَى الَّذِيْنَ يُطِيْقُوْنَهُ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِيْنٍ

Artinya: “… Dan wajib orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin…” [QS. al-Baqarah: 184)

Dalil-dalil dalam hadits, yaitu:

عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ اْلكَعْبِى أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِنَّ اللهَ عَزَّ وَجَلَّ وَضَعَ عَنِ اْلمُسَافِرِ الصَّوْمَ وَشَطْرَ الصَّلاَةِ وَعَنِ الْحَامِلِ أَوِ اْلمُرْضِعِ الصَّوْمَ. رواه الخمسة

Artinya: “Diriwayatkan dari Anas Ibn Malik al-Ka’bi diterangkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: Sesungguhnya Allah Yang Maha Besar dan Maha Mulia telah membebaskan puasa dan separoh shalat bagi orang yang bepergian serta membebaskan puasa bagi orang hamil dan menyusui.”  (HR. al-Khamsah)

Dijelaskan juga oleh Ibnu Abbas:

عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ (وَعَلَى الَّذِيْنَ يُطِيْقُوْنَهُ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِيْنٍ) قَالَ كَانَتْ رُخْصَةً لِلشَّيْخِ الْكَبِيْرِ وَاْلمَرْأَةِ الْكَبِيْرَةِ وَهُمَا يُطِيْقَانِ الصِّيَامَ أَنْ يُفْطِرَا وَيُطْعِمَا مَا كَانَ كُلِّ يَوْمٍ مِسْكِيْنًا وَالحبلى وَاْلمُرْضِعُ إِذَا خَافَتَا. رواه أبو داود

Baca Juga  Hukum Melukis

Artinya: “Diriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas (ketika menjelaskan) وَعَلَى الَّذِيْنَ يُطِوْقُوْنَ … [Dan wajib orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa)], berkata: Yang demikian itu merupakan keringanan bagi orang laki-laki dan perempuan  yang sudah sangat tua. Mereka adalah orang yang sangat berat  berpuasa, oleh karenanya kepada mereka boleh tidak berpuasa, sebagai gantinya memberi makan apa yang biasa dimakan kepada orang miskin per harinya. Hal ini berlaku pula bagi wanita  hamil dan  menyusui, jika keduanya merasa takut.” (HR. Abu Dawud)

Ibnu Abbas juga berkata:

أَنْتِ بِمَنْزِلَةِ الَّذِى يُطِيْقُهُ فَعَلَيْكِ الْفِدَاءُ وَلاَ قَضَاءَ عَلَيْكِ. رواه البزار وصححه الدارقطنى.

Artinya: “Kamu (perempuan hamil atau menyusui) termasuk orang yang sangat berat berpuasa, maka kepadamu wajib membayar fidyah dan tidak diwajibkan qadla’.”  (HR. al-Bazzar dan dishahihkan oleh ad-Daruquthni)

Dilansir dari laman website Fatwatarjih.or.id, Majelis Tarjih dan Tajdid memaparkan tentang ketentuan mengganti atau membayar hutang puasa Ramadhan bagi wanita hamil dengan wanita haid, ada perbedaan ketentuan. Jika wanita haid dengan cara mengqadla puasanya di bulan lain, maka untuk wanita haid dapat dengan cara membayar fidyah sebanyak puasa yang ditinggalkan.

Kesimpulan, adapun bagi wanita hamil yang ingin tetap berpuasa di bulan Ramadhan dengan segala pertimbangan dan persiapan, itu boleh-boleh saja. Namun, apabila ia merasa tidak siap untuk melakukan puasa, maka ada keringanan (rukshah) baginya untuk tidak berpuasa, namun menggantinya dengan membayar fidyah.

Wallahu A’lam Bisshawab

Sumber: Fatwa Tarjih dan Majalah Suara Muhammadiyah No. 12, 13, 2006

Editor: Soleh

Avatar
1333 posts

About author
IBTimes.ID - Rujukan Muslim Modern. Media Islam yang membawa risalah pencerahan untuk masyarakat modern.
Articles
Related posts
Fatwa

Menggibahi Orang Lain di Group WhatsApp, Bolehkah?

2 Mins read
Di era banjirnya informasi yang tak dapat terbendungkan, segala aktivitas manusia nampaknya bisa dilacak dan diketahui dari berbagai media sosial yang ada….
Fatwa

Fatwa Muhammadiyah tentang Tarekat Shiddiqiyyah

4 Mins read
IBTimes.ID – Menurut Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah, tarekat adalah jalan, cara, metode, sistem, mazhab, aliran, haluan, keadaan dan atau tiang…
Fatwa

Fatwa Muhammadiyah tentang HTI

2 Mins read
Pemerintah Indonesia resmi mencabut status badan hukum ormas Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) pada 19 Juli 2017. Dengan pencabutan status tersebut, HTI resmi…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *