“Kalau mau salat di masjid jangan pakai baju yang belakangnya ada tulisan, itu mengganggu jamaah lain yang ada di belakangmu” (Jamaah Salat)
Begitulah kiranya kutipan dari ocehan atau komentar salah satu jamaah masjid di tempat tinggal kami. Masjid yang selalu kami datangi untuk melaksanakan salat berjemaah. Beliau mengomentari atau menasehati kami yang seringkali menggunakan baju yang banyak tulisannya ketika salat.
Tanpa berpikir atau berdebat panjang lebar sebab imam salat sudah memulai takbirnya, kami akhirnya memutuskan untuk tidak menanggapi omongan tersebut. Lagi-lagi karena waktu salat sudah dimulai.
Namun usai salat dilaksanakan, saya sendiri termenung dan memikirkan kembali tentang komentar atau omongan. Sembari berpikir bagaimana hukumnya dalam Islam ketika kita salat menggunakan baju yang banyak tulisannya.
Supaya tidak terjadi kesalahpahaman di dalam masyarakat dan sembari belajar bersama tentang ilmu agama. Lantas, bagaimana hukum memakai baju yang ada tulisannya saat salat?
Kisah Rasulullah dan Aisyah
Dahulu semasa Rasulullah hidup pun kejadian yang demikian sudah pernah terjadi. Ada beberapa hadis yang menceritakan bagaimana kekhusukan Nabi terganggu akibat gorden Aisyah yang bercorak, hingga nabi memerintahkan untuk menyingkirkannya. Sebagaimana dalam hadis di bawah ini:
Artinya: “Aisyah mempunyai gorden yang dipasang di dinding rumahnya. Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam pun menyuruh ‘Aisyah Radhiyallahu anhuma : “Singkirkanlah gorden itu dari kita, karena lukisannya senantiasa membayangiku dalam shalatku”. (HR. al-Bukhari no. 374).
Selain itu pada satu ketika Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam salat menggunakan Khamisah yang memiliki corak. namun selepas salat, Nabi meminta baju yang tidak bercorak karena baju bercorak tadi membayanginya ketika salat.
“Serahkan khamishah ini kepada Abu Jahm, dan ambilkan untukku pakaian ambijaniyah hadiah dari Abu Jahm. Karena, pakaian khamishah tadi melalaikan khusyuk shalatku”. (HR. al-Bukhari no. 373).
Jadi dalam hal ini rasul amat mewanti-wanti segala atribut yang bergambar untuk dikenakan dalam salat, karena dikhawatirkan akan mengganggu. Setingkat Rasulullah pun bisa lalai akibat corak pada baju yang beliau gunakan, apalagi kita yang bahkan dalam salat seringkali memikirkan ini dan itu.
Kisah Layla dan Majnun
Nah, namun ada satu kisah menarik bagi saya yang bisa kita ambil hikmahnya, ini mengingatkan pada saya tentang apa arti khusyuk. Cerita ini datang dari kisah seorang pemabuk cinta bernama Majnun.
Cerita diawali ketika Majnun mengejar anjing Layla, saking cintanya Majnun pada Layla ia sangat fokus untuk mengejar anjing milik dambaan hatinya itu. Tanpa sadar ia melewati sekumpulan orang yang sedang salat. Lalu orang-orang yang salat bertanya “ hai majnun kenapa kamu melewati kami yang sedang salat?
Lalu Majnun berkata “Maaf, aku tidak melihat kalian yang sedang sholat. Pandanganku hanya terisi oleh Layla melalui anjingnya yang kebetulan berlari melewati kalian.”
Lalu Majnun melanjutkan “Jika aku melihat anjing kepunyaan Layla saja tidak bisa melihat kalian yang sedang sholat. Mengapa kalian yang mengaku cinta kepada Allah masih dapat melihatku padahal kalian sedang berhadapan dengan-Nya?”
Membaca cerita ini saya benar-benar terenyuh, betapa cinta pada Allah seringkali terhalang oleh kepentingan dunia, bahkan hanya sebatas corak gambar pada sajadah atau baju bertulisan yang ada di depan kita. Hanya untuk fokus saja kita seringkali gagal, lantas apakah kita masih layak dikatakan mencintai Allah?
Pendapat Empat Imam Mazhab
Persoalan ini tak luput dari pendapat empat Imam Mazhab. Imam Hanafi dan Maliki menghukuminya dengan Makruh. Mengenakannya ketika sedang salat atau pun tidak, namun hukum itu hilang bila baju bergambar tadi tertutup dengan baju lain yang tidak bergambar. Sedangkan Imam Syafi’i membolehkan memakai baju bergambar, akan tetapi masuk dalam kategori munkar. Sedangkan Mazhab Hambali terdapat dua pendapat; yang pertama Haram dan yang kedua Makruh.
Mari Belajar Bersama
Dalam hal ini saya memandang bahwa menggunakan baju-baju yang terlalu mencolok juga tak baik. Tapi di lain sisi, ada beberapa kondisi yang mengharuskan kita salat berdampingan dengan orang yang bajunya terdapat banyak tulisan atau gambar. Misalnya karyawan yang sedang break salat atau mungkin mahasiswa yang sedang menggunakan PDH, atau bahkan tentara dengan baju penuh corak hijau-hitam yang sedang singgah untuk sekedar salat di sebuah masjid.
Namun di lain situasi dan kondisi, kita juga perlu mengoreksi diri kita sendiri. Seberapa jauh tingkat kekhusyukan kita dalam salat. Dalam hal ini kita bisa belajar bagaimana kemudian menjadikan ibadah kita benar-benar khusyuk, pandangan benar-benar hanya tertuju pada tempat sujud, hati terkoneksi dengan Allah sehingga kekhusyukan itu bisa tercapai.
Demikianlah hukum memakai baju yang ada tulisannya saat salat. Jika ada pandangan lain atau pendapat lain bisa kita jadikan bahan atau bacaan kita kemudian kita terapkan dalam kehidupan sehari-hari kita. Wallahu alam bi shawab
Editor: Soleh