Tasawuf

Bagaimana Kehidupan Tasawuf di Muhammadiyah?

4 Mins read

Pengertian dan Landasan Tasawuf

Dalam buku“Mengenal Tasawuf Spiritualisme dalam Islam”, Haidar Bagir mengemukakan bahwa: Tasawuf adalah satu upaya, metode disiplin untuk menaklukkan al-nafsu al-amarah bi-al-syu’ (nafsu yang mendorong-dorong untuk berbuat buruk) agar kita terhindar dari keadaan hati yang berdaki. Ibn Arabi (dalam Haidar Bagir, 2019: 86) mengatakan tasawuf adalah mengikatkan diri kepada perilaku terpuji menurut syari’ah secara lahir-batin.

Dasar landasan tasawuf adalah Alqur’an dan hadits. Salah satu yang menjadi pemahaman makna dasar ikhsan adalah hadits riwayat berikut:

Setelah jamaah Shubuh, Rasulullah melihat– Haritsah ibnu Malik ibn Nu’am Anshari– kurus dan pucat, matanya sembab, dia tampak seperti linglung, dan dia tidak bisa tegap berdiri. “Bagaimana keadaanmu?’ tanya Rasulullah.

Haritsah menjawab, “Saya telah sampai pada keimanan tertentu,”

“Apakah tanda-tanda keimananmu itu”  Rasulullah bertanya.

Haritsah mengatakan bahwa keimanannya itu telah membuatnya pedih. Malam hari dia tidak bisa tidur (untuk beribadah), dan siang hari dahaga (dalam berpuasa) Keadaan itu telah menceraikan dia dari segala urusan dunia. Dia seolah-olah dapat melihat Arsy Allah telah ditegakkan untuk memulai perhitungan amal-amal umat manusia. Dia seolah-olah bersama seluruh manusia telah dibangkitkan dari kematian. Pada saat itu dia  merasa dapat melihat para ahli surga menikmati karunia-karunia Allah, dan para ahli neraka menderita siksaan dan bahwa dia dapat mendengar gemuruh api neraka.“

Mendengar itu, Rasulullah menoleh kepada para shahabatnya seraya berkata, “Ini adalah seseorang yang hatinya telah disinari cahaya keimanan oleh Allah.” Lalu Nabi pun berkata kepada Haritsah Haritsah, “Pertahankan keadaanmu ini, dan jangan biarkan ia lepas darimu.”

“Berdoalah untukku agar Allah mengaruniaiku syahaadah.” Sahut Haritsah.

 Syahdan tak lama setelah pertemuan itu, sebuah peperangan meletus, dan Haritsah ikut serta. Dia mendapatkan syahadah yang didambakan.”

***

Salah satu ayat yang menjadi landasan tasawuf diantaranya adalah QS. As-Syam ayat 8-10: maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya. Sesungguhnya beruntunglah orang yang menyucikan jiwa, dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya.

Salah satu hadits lagi yang menjadi landasannya adalah:

Baca Juga  Empat Jalan Mengenal Allah

Dalam diri manusia ada ada segumpal organ. Jika baik organ tersebut, maka baiklah semua diri orang itu. Dan jika buruk organ itu, akan buruklah semua diri orang yang memilikinya. Organ tersebut adalah hati.

Kemudian diriwayatkan Nabi mengatakan: jika seorang mukmin melakukan keburukan, maka muncullah satu titik hitam dalam hatinya. Jika ia terus-menerus melakukan keburukan, maka makin banyak titik hitam yang melekat dalam hatinya.

Inti Tasawuf

Tasawuf pada intinya adalah teknik (riyadhah dan mujahadah) untuk menata hati/tazkiyatun nafsu). Ibnul Qoyyim mengatakan ada tiga suasana hati: yaitu: a) Qalbu salim : hati yang terselamatan, b) Qalbu Marid : Hati yang sakit, dan Qalbu Mayyit : hati yang mati.

Ada tiga langkah utama untuk berbenah diri (tazkuyatun nafsu) menuju ridlo Ilahi, yaitu;

1. takhali (تخلي ) : membersihkan hati dari sifat tercela. Hati harus dikosongkan, terbebas dari kecintaan terhadap dunia, anak, istri, harta dan segala keinginan duniawi  (QS. Asy-Syam: 9). Untuk melepaskan diri dari segala bentuk kesedihan, manusia terlebih dulu harus melepaskan hatinya dari kecintaan pada dunia.`

2. Tahali (تحال ) :mengisi hati dengan sifat terpuji, hati yang telah dikosongkan tadi, diisi dengan dzikir (mengingat Allah). Dengan mengingat Allah, akan mendatangkan kedamaian. Tidak ada yang ditakutkan selain lepasnya Allah dari dalam hatinya (QsAr-Ra’du: 28)  ). Pada saat tahalli, lantaran kesibukan berdzikir kepada Allah dalam hatinya, anggota tubuh lainnya tergerak otomatis ikut bersenandung dzikir. Hatinya sedih jika tidak mengingat Allah dalam setiap desahan napas.

3. Tajali (تجال ): takjub memperoleh kenyataan Tuhan. Ia berasa lenyap dalam wilayah Jalla Jalâluh, Allah subhanahu wataâla. Ia bahagia dalam keridhaan-Nya. Inilah ma’rifah, orang yang sempurna sebagai manusia luhur. Syekh Abdul Qadir Jaelani menyebutnya sebagai Insan Kamil, manusia sempurna. Tradisi sufi menyebut sebagai waliyullah, kekasih Allah.

Baca Juga  Muhammadiyah & Politik (2): Muamalah, Ibadah, atau Akidah?

Sesungguhnya proses takhali, tahali, dan tajali itu tidaklah selesai dalam satu tingkat atau satu tingkat baru selanjutnya. Pelaksanaannya adalah bersama-sama dengan riyadhah (berlatih) dan mujahadah (terus menerus)

Para sufi berpendapat bahwa untuk mencapai kesempurnaan kesucian jiwa itu hanya dengan satu jalan yaitu cinta kepada Allah SWT (muhabbah) dan memperdalam rasa kecintaannya itu (QS. Ali Imran: 31). Dengan kesucian jiwa itulah akan terbuka jalan untuk mencapai Tuhan. Tanpa jalan ini tidak ada kemungkinan terlaksananya tujuan dan perbuatan yang dilakukan tidak dianggap perbuatan baik.

Syari’at, Ma’rifat, dan Hakikat

Syariah adalah sisi praktis dari ibadah dan muamalah dan perkara-perkara ubudiyah. Tempatnya adalah anggota luar dari tubuh. Bagi kaum sufi, syari’ah adalah landasan tasawuf (thariqah), sedangkan thariqah adalah jalan menuju hakikat (haqiqah atau kebenaran sejati)

Tasawuf pada intinya adalah beribadah kepada Allah sesuai syari’at (QS. Adz-Dzariyat: 56). Dalam tasawuf, ibadah itu tidak semata gerakan fisik yang kosong, melainkan penuh khusyuk dan khudhu’ yakni menghadirkan hati dan penuh kerendahan di hadapan Allah. Bagi kaum sufi, shalat halnya puasa, haji, dan sedekah adalah mi’rajul mukmin. Shalat bisa membawa seseorang untuk bertemu dengan Allah. Atau setidaknya merasa dilihat oleh Allah. Tak ada satu maqam (tataran) pun membuat orang yang  meraihnya bebas dari kewajiban syari’at.

Ma’rifat adalah maqam (posisi) tertinggi di kalangan penganut tarekat. Ma’rifat adalah anugerah Allah berupa ilmu, rahasia (asrar) dan latif (kelembutan). Orang yang telah mencapai maqam ma’rifat ini biasanya mendapat karomah dan keistiqamahan dalam beribadah kepada Allah, pada dirinya terdapat kasih sayang yang melimpah. 

Hakikat adalah suatu keadaan ruhaniah seseorang yang sudah berusaha untuk membersihkan diri dengan kezuhudan dan sudah mencapai derajat kesucian batin yang bersih, terbebas dari penyakit-penyakit hati.

Baca Juga  Tasawuf Modern Buya Hamka: Dunia Jangan Ditinggalkan!

Kehidupan Tasawuf di Muhammadiyah

Lalu, bagaimana kehidupan tasawuf di Muhammadiyah? Syafiq A. Mughni, dalam buku “Tasawuf Muhammadiyah” menyatakan: ada kesan bahwa tradisi tasawuf di dalam Muhammadiyah tidak berkembang. Beberapa alasan beliau adalah:

Pertama, Tasawuf identik dengan akhlak (tasawuf akhlaqi), ihsan (berbuat sebaik mungkin), atau tazkiyatun nafs (menyucikan jiwa).

Kedua, Tasawuf itu dipandang mengandung stigma bid’ah, takhayul, dan syirik.

Ketiga, Gerakan tajdidi Muhammadiyah (pembaharuan) membawa risiko tergusurnya banyak tradisi tasawuf yang menyebabkan kegersangan spiritual.

Keempat, Modernisme itu menyerang tasawuf dan tarekat karena dipandang bertentangan dengan semangat kemajuan zaman modern. Modernisme menggusur berbagai macam kepercayaan yang tidak berdasar kitab suci dan tidak masuk akal.

Kelima, Kesadaran perlunya pembaharuan akan kemunduran umat akibat penyimpangan dari ajaran Islam otentik dan korupsi agama oleh ulama. Dalam semangat reformisme umat Islam harus kembali kepada Al-Qur’an dan as-Sunnah, serta meninggalkan bid’ah, takhayul, khurafat dan syirik.

Editor: Saleh

Avatar
77 posts

About author
Majelis Pustaka PCM Semin
Articles
Related posts
Tasawuf

Membaca Sejarah Munculnya Tasawuf dalam Islam

4 Mins read
Membaca sejarah tasawuf awal akan membawa kita pada beberapa pertanyaan. Misalnya, bagaimana sejarah tasawuf pada periode awal itu muncul, bagaimana corak dari…
Tasawuf

Rahasia Hidup Zuhud Imam Hasan Al-Bashri

2 Mins read
Salah satu kajian yang menarik dari sosok Hasan Al-Bashri adalah tentang “Zuhud”. Membahas zuhud adalah tentang bagaimana cara beberapa sufi hidup sederhana…
Tasawuf

Konsep Syukur Menurut Abu Hasan Asy-Syadzili

5 Mins read
Abu al-Hasan Asy-Syadzili Ali ibn Abdillah ibn Abd al-Jabbar lahir di Ghumarah di daerah Maghribi atau Maroko pada tahun 593 H atau…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *