Agama Islam yang begitu indah ini mengandung banyak ajaran yang bukan hanya berkutat pada urusan ukhrawi sahaja, namun juga masuk padanya segala lini kehidupan seorang muslim dari yang terkecil sampai urusan besar keumatan.
Sungguh Maha Benar Allah tatkala memerintahkan umat ini untuk masuk ke dalam Islam secara kaffah (menyeluruh).
“Wahai orang-orang yang beriman! Masuklah ke dalam Islam secara keseluruhan, dan janganlah kamu ikuti langkah-langkah setan. Sungguh, ia musuh yang nyata bagimu.” (QS. al-Baqarah ayat 208)
Keutamaan Shalat
Salah satu ajaran pokok dalam Islam dapat kita jadikan bahan renungan adalah shalat, dalam kaitannya dengan urusan akhirat shalat memiliki banyak sekali keutamaan, di antaranya shalat merupakan amalan paling pertama kali dihisab di hari kiamat kelak, nabi SAW bersabda,
“Abu Hurairah r.a. berkata, Rasulullah saw. bersabda, “Sesungguhnya amal yang pertama kali dihisab pada seorang hamba pada hari kiamat adalah shalatnya. Maka jika shalatnya baik, sungguh ia telah beruntung dan berhasil. Dan jika shalatnya rusak, sungguh ia telah gagal dan rugi. Jika berkurang sedikit dari shalat wajibnya, maka Allah Ta’ala berfirman, ‘Lihatlah apakah hamba-Ku memiliki shalat sunnah.’ Maka disempurnakanlah apa yang kurang dari shalat wajibnya. Kemudian begitu pula dengan seluruh amalnya.” (HR. Tirmidzi, ia mengatakan hadits tersebut hasan).
[HR. Tirmidzi, no. 413 dan An-Nasa’i, no. 466. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa hadits ini shahih.]
Tak ayal, banyak para pemuka agama senantiasa mengingatkan para mad’u (jamaah) mereka untuk jangan sampai mereka lalai dalam perkara ini karena konsekuensi yang ada dibaliknya sungguh sangat luar biasa.
Ketika kita menilik dan merenungi kembali tentang hakikat daripada disyariatkannya shalat kita akan menemukan suatu hal yang sungguh luar biasa yang terkandung di dalamnya. Bukan melulu urusan akhirat seorang muslim sahaja, bahkan dalam membangun karakteristik pribadi yang unggul, syariat shalat memiliki andil yang luar biasa besar.
Shalat Mengajarkan Aspek-Aspek Revolusi Mental
Revolusi mental yang menjadi jargon andalan salah seorang tokoh kenegaraan dapat dicapai dengan sangat mudah oleh seorang muslim tanpa perlu penerapan teori baru yang membingungkan. Shalat adalah solusi yang sederhana untuk menuntaskan misi besar menjadikan pribadi yang berkualitas dan berkarakter. Shalat mengajarkan begitu banyak hal, di antaranya.
- Kedisiplinan
Allah berfirman, “Maka dirikanlah shalat itu (sebagaimana biasa). Sesungguhnya shalat itu adalah fardhu yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman.” (QS. al-Nisa’ ayat 103).
Contoh kedisiplinan yang diajarkan dalam shalat adalah disiplin dalam mengatur waktu. Semua orang sukses di dunia ini pasti mempunyai jadwal yang teratur dalam hidupnya. Sebelum konsep pengaturan jadwal modern muncul dan berkembang maka sudah sejak 1400 Tahun yang lalu, shalat mengajarkan kepada umat muslim untuk senantiasa disiplin untuk melaksanakannya secara tepat waktu.
- Kesetaraan
Dalam satu saf shalat terdiri dari berbagai macam jenis manusia, kaya, miskin, tua, muda, tinggi, pendek , pejabat, rakyat jelata. Mereka bersatu padu dan berbaur di dalam satu saf yang sama tanpa pandang bulu. Islam tidak pernah membenarkan pengkhususan saf untuk segolongan manusia. Dalam konsep ibadah terutama shalat Islam mengajarkan tentang keadilan, kesetaraan dan kesempatan yang sama bagi semua golongan tanpa mengangkat suatu golongan dan mendiskreditkan kaum yang lain.
- Tanggung jawab
Shalat mengajarkan semua muslim untuk mengerjakannya dalam kondisi apa pun, tidak ada seorang muslim pun yang sudah berkewajiban melaksanakannya boleh meninggalkannya. Ketika seorang muslim terlambat satu rakaat maka dia haruslah melengkapi rakaat yang dia terlambat darinya.
Ini menunjukkan bahwa di dalam shalat ada arti tanggung jawab untuk melaksanakan pekerjaan secara sempurna dan Ketika seorang terlambat untuk melengkapi pekerjaannya maka dia harus meluangkan waktu yang lebih guna menyempurnakan tanggung jawabnya.
- Kepatuhan
Dalam sebuah hadis, Nabi saw. bersabda:
“Tidakkah salah seorang dari kalian takut, atau apakah salah seorang dari kalian tidak takut, jika dia mengangkat kepalanya sebelum imam, Allah akan menjadikan kepalanya seperti kepala keledai, atau Allah akan menjadikan rupanya seperti bentuk keledai?” (HR. Bukhari no. 691 dan Muslim no. 427).
Shalat mengajarkan untuk selalu patuh kepada pemimpin (imam) ketika imam bertakbir, maka makmum pun ikut bertakbir dan seluruh gerakannya. Bahkan dalam hal baris-berbaris (meluruskan saf) dengan luar biasanya shalat mengajarkan suatu hal yang luar biasa. Hanya dengan kata “luruskan saf” maka seluruh jamaah mengikuti apa kaya imam meskipun sang imam tidak menghadap kepada mereka tapi mereka tetap patuh.
- Toleransi
Ketika seorang muslim tidak bisa melaksanakan shalat secara sempurna maka dia bisa melakukannya sesuai dengan kemampuannya. Tatkala seorang sakit dan tidak mampu untuk berdiri, maka dia diperbolehkan untuk melaksanakannya dalam keadaan duduk. Ketika duduk pun ia tidak mampu, maka boleh melaksanakan shalat sambal berbaring atau sesuai dengan kemampuannya.
Ini mengajarkan kepada orang muslim bahwa memberikan toleransi untuk orang lain mengerjakan pekerjaan sesuai dengan kemampuannya tanpa harus memaksakan untuk melaksanakan dalam bentuk ideal seperti yang kita gambarkan.
- Mencegah Perbuatan Keji dan Mungkar
“Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al-Kitab (al-Quran) dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar. Dan sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain). Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Ankabut ayat 45).
Shalat itu mengandung dua hikmah, yaitu dapat menjadi pencegah diri dari perbuatan keji dan perbuatan munkar. Maksudnya dapat menjadi pengekang diri dari kebiasaan melakukan kedua perbuatan tersebut dan mendorong pelakunya dapat menghindarinya.
Di dalam sebuah hadis melalui riwayat Imran dan Ibnu Abbas secara marfu’ telah disebutkan, “Barang siapa yang shalatnya masih belum dapat mencegah dirinya dari mengerjakan perbuatan keji dan munkar, maka tiada lain ia makin bertambah jauh dari Allah.”