Berpikir menjadi ciri khas manusia yang sekaligus membedakannya dengan makhluk lain. Manusia diberi potensi akal yang dengannya ia mampu menggunakannya untuk berpikir. Apa yang tampak empiris di kenyataan, bayangannya masuk dalam benak tersimpan dalam memori, menetap kemudian menjadi bahan objek berpikir. Ketika melihat bulan misalnya, manusia menyerap bayangan tentang tampaknya bulan kemudian tersimpan dalam ingatan. Ketika disebutkan nama bulan, seketika benaknya langsung terkoneksi dengan bulan yang pernah dilihatnya.
Para ahli telah mengemukakan banyak ragam berpikir. Sebut saja misalnya berpikir logis, rasional, simbolis, filosofis, saintifik, juga intuitif. Yang terakhir disebut ini, tidak hanya mengandalkan hubungan antara objek dengan objek lain. Berpikir intuitif lebih mendalam dari alur logis dan rasional. Manusia memiliki potensi berpikir intuitif.
Dalam situs briliantio.com, Paul Jerkins menulis bahwa:” Intuitive thinking is the ability to form an opinion or make a decision without thinking consciously or engaging in a process of analytical thinking. This is often because the person making the decision has experience in the field and their subconscious mind processes information so well that it makes decisions based on patterns rather than knowledge”.
Berpikir intuitif adalah kemampuan untuk membentuk opini atau membuat keputusan tanpa berpikir secara sadar atau terlibat dalam proses berpikir analitis. Hal ini sering kali terjadi karena orang yang mengambil keputusan memiliki pengalaman di bidang tersebut dan pikiran bawah sadarnya memproses informasi dengan sangat baik sehingga membuat keputusan berdasarkan pola, bukan pengetahuan.
Lebih lanjut, berpikir intuitif berbeda dengan proses berpikir rasional yang mengandalkan logika dan penalaran untuk mengambil keputusan. Dalam berpikir rasional, informasi dipecah menjadi bagian-bagian yang lebih kecil sebelum logika digunakan untuk menarik kesimpulan atau membuat keputusan.
Setidaknya penjelasan di atas mewakili pandangan Barat tentang intuitif. Pandangan ini diwakili oleh pernyataan pikiran bawah sadar, tanpa pertimbangan analitis, dan pengetahuan berdasarkan pola pengalaman.
Berfikir Intuitif Perspektif Islam
Nasr dalam salah satu tulisannya yang cukup terkenal The Garden of Truth: The vision and Promise of Sufisme, Islam’s Mystical Tradition, mengemukakan bahwa diskusi tentang intuisi sebagai kapasitas untuk memahami “pengetahuan langsung” dapat ditelusuri ke ranah filsafat Islam. Filsafat Islam terdiri dari aliran rasional (peripatetik) dan aliran iluminasi atau esoterisme (‘irfan/tasawuf).
Secara epistemologis, mazhab filsafat rasional menekankan pada kemampuan ‘aql (rasio-diskursif) untuk menghasilkan pengetahuan melalui upaya mental dalam mengkonstruksi konsep-konsep yang sesuai dengan objek (di luar mental), yang biasa disebut ‘ilm husuli (pengetahuan yang diperoleh). Dalam pengetahuan semacam ini, selalu ada jarak (farq) antara subjek (yang mengetahui) dan objek (yang diketahui). Di sini kesalahan bisa dengan mudah terjadi.
Sementara aliran ‘irfani (tasawuf) menekankan kemampuan qalb (hati) untuk memahami pengetahuan tanpa upaya mental. Dengan demikian, dualitas jadi menghilang, dan semua (subjek-objek) bersatu. Pengetahuan yang terakhir adalah ketika manusia mengetahui tentang diri mereka sendiri secara langsung.
Dari segi kepastiannya, pengetahuan ‘aql (rasional) memperoleh kepastian melalui fakta-fakta dan argumen-argumen logis. Ini disebut ‘ilm al-yaqin (pengetahuan tentang kepastian). Di sisi lain, pengetahuan qalb lebih pasti dan melibatkan penyaksian batin (syuhud). Ini disebut ‘ayn al-yaqin (kepastian melihat). Akhirnya, yang tertinggi adalah haqq al-yaqin (kepastian kebenaran).
Syarat utama bagi kemampuan qalb untuk memperoleh intuisi Ilahi adalah cahaya iman, karena ia merupakan jalan yang menghubungkan hamba dengan Sang Pencipta. Selain iman, qalb juga harus disucikan. Nabi Muhammad Saw menyebutnya dengan hati yang takut dan suci). Kapasitas qalb dapat terhalang oleh hijab. Hijab meliputi nafs (ego) yang mengandung berbagai sifat negatif, keterikatan negatif dan keterikatan pada dunia, yang juga disebut zulumat (kegelapan). Belum lagi, keberadaan setan dalam jiwa seseorang yang menjadi sumber penghalang kapasitas qalb. Maka tidak mengherankan jika Al-Quran sering menyebutkan sifat-sifat gelap dari qalb, seperti kebutaan (a’ma), rasa sakit (marad), kekerasan (qaswah), dan kematian (mayit).
Pengetahuan Intuitif Datang dari Allah
Ilmu yang datang langsung dari Allah adalah hak prerogatif dan anugerah-Nya. Jika Allah berkenan, Dia menunjukkan kasih sayang-Nya dalam berbagai bentuk, termasuk menjawab doa, memberikan perlindungan (‘inayah), petunjuk (hidayah), kasih sayang, ketenangan, dan kemudahan dalam segala hal, dan bahkan kasyf (penyingkapan spiritual). Namun, seorang hamba yang beriman dapat menyempurnakan dirinya dengan memiliki ketakwaan. Bagi para sufi, taqwa adalah takut melakukan hal-hal yang dapat menjauhkan diri dari Allah.
Taqwa dapat dicapai dengan zikrullah. Zikrulllah (mengingat Allah), dalam satu sisi, adalah melakukan berbagai bentuk ritual atau ibadah (baik yang wajib (baik yang wajib maupun yang sunnah). Zikrullah, dalam pengertian kaum sufi, adalah menyebut nama Allah. Para sufi melakukan perjalanan spiritual yang disebut suluk, yang bertujuan untuk membangkitkan (potensi) qalb. Zikrullah adalah menghilangkan hati dari kelalaian dan melupakan Allah SWT dengan cara selalu menghadirkan Allah di dalam hati. Di dalam Al-Quran terdapat banyak perintah untuk melakukan zikir.
Editor: Soleh