Fikih

Berqurban untuk Orang yang Sudah Meninggal, Apa Hukumnya?

2 Mins read

Bagaimana Hukum Berqurban untuk Orang yang Sudah Meninggal?

Beberapa bulan lagi kita akan memasuki bulan Dzulhijjah. Ini artinya kita akan merayakan hari raya kedua umat Islam yaitu idul Adha. Dalam hari raya idul Adha umat Islam disyariatkan untuk melaksanakan ibadah kurban. Meski sudah ribuan kali umat Islam melaksanakan kurban, masih banyak pertanyaan-pertanyaan yang diajukan mengenai kurban Idul Adha. Salah satu pertanyaaan tersebut adalah apa hukum berqurban untuk orang yang sudah meninggal?

Hukum menyembelih hewan adalah sunnah muakkad bagi mazhab Syafi’i dan Maliki. Sunnah muakkad artinya sunnah yang sangat dianjurkan untuk dilakukan. Sementara bagi mazhab Hanafi dan Hambali, hukum ibadah kurban Idul Adha adalah wajib bagi yang mampu dan bermukim atau menetap di suatu tempat dalam kurun beberapa waktu.

Lantas bagaimana dengan hukum berkurban bagi orang yang sudah meninggal? para ulama berbeda pendapat mengenai hukum berkurban bagi mereka yang telah meninggal dunia. Hal ini disebabkan perbedaan mereka dalam memahami dalil-dalil yang tidak terlalu rinci dan masih umum.

Adapun dalil yang dijadikan dalil dan diperdebatkan oleh ulama fikih adalah hadis nabi Muhammad Saw. Dalam hadits itu, disebutkan bahwa Rasulullah SAW datang membawa hewan untuk disembelih, lalu diletakkan di tempat penyembelihan, kemudian beliau menyembelihnya. Kemudian beliau mengucapkan, “Dengan nama Allah, ya Allah, terimalah ini dari Muhammad, keluarga Muhammad, dan umat Muhammad.”

Pendapat Imam Syafi’i

Menurut imam Syafi’i dan ulama-ulama Syafi’iyyah, tidak ada ketentuan berqurban untuk orang yang sudah meninggal kecuali orang tersebut pernah berwasiat semasa hidupnya. Kurban bagi orang yang sudah meninggal diperbolehkan jika dan hanya hika shohibul qurban pernah berwasiat selama masa hidupnya.

Baca Juga  Menakar Kemampuan Berkurban Kita

Sedangkan jika tidak ada wasiat, maka tidak boleh berkurban bagi orang yang sudah meninggal. Alasannya, sebagaimana dijelaskan imam Muhyiddin Syarf an-Nawawi dalam kitab Minhaj at-Thalibin, bahwa berkurban mensyaratkan adanya niat beribadah. Sedangkan orang yang sudah meninggal tidak lagi dapat berniat untuk beribadah untuk dirinya sendiri sehingga tidak sah berqurban untuk orang yang sudah meninggal. (Minhaj at-Thalibin, 321)

Pendapat Jumhur Ulama

Menurut imam Maliki, Hanafi, Hambali, berqurban untuk orang yang sudah meninggal hukumnya sah. Hal ini karena kurban tersebut dimaksudkan sebagai sedekah. Oleh karena dianggap sedekah, maka berkurban untuk orang yang telah meninggal hukumnya sama dengan sedekah kepada mereka dan hukumnnya sah serta pahalanya sampai kepada orang yang dikurbani (telah meninggal)

Pendapat ini diperkuat dengan beberapa dalil seperti riwayat mengenai kurban yang dilakukan Ali bin Abi Thalib Radhiallahu Anhu: “Bahwasanya Ali Radhiallahu Anhu pernah berqurban atas Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam dengan menyembelih dua ekor kaming kibasy. Dan beliau berkata: Bahwa Nabi Shallallahu Alaihi Wasallammenyuruhnya melakukan demikan,” (HR. Abu Daud, Tirmidzi, Ahmad, Hakim dan Baihaqi).

Syekh Abdul Aziz bin Baz, berpendapat tidak ada alasan yang cukup untuk mengatakan bahwa berkurban untuk orang yang telah meninggal itu tidak boleh. Sebab, dalilnya sendiri bisa meliputi yang hidup maupun yang sudah meninggal. Menurut Syekh Abdul Aziz bin Baz, berkurban untuk yang meninggal adalah bagian dari sedekah pahala kepada si mayit. Sedangkan jika untuk orang yang masih hidup, maka itu bentuk kebaikan kepada sesama manusia.

Syekh Bin Baz menukil hadits dari sahabat Barra bin ‘Azin soal dialog Abu Burdah bin Niyar dengan Rasulullah SAW. Suatu ketika Abu Burdah menyampaikan kepada Rasul bahwa ia telah menyembelih kurban atas nama anaknya. Lalu Nabi SAW tidak menyalahkan dan tidak pula mempermasalahkannya.

Baca Juga  Haji itu Ibadah Fisik, Beribadahlah Sesuai Kondisi Kesehatan!

Demikianlah beberapa pendaoat tentang hukum berqurban untuk orang yang sudah meninggal. Bagaimana menurut pendapat kalian?

Editor: Yeni

Avatar
13 posts

About author
Ketua BEM Sekolah Tinggi Ilmu Al-Qur'an dan Sains Al-Ishlah (STIQSI) Sendangagung Paciran Lamongan Jawa Timur Indonesia
Articles
Related posts
Fikih

Mana yang Lebih Dulu: Puasa Syawal atau Qadha’ Puasa Ramadhan?

3 Mins read
Ramadhan telah usai, hari-hari lebaran juga telah kita lalui dengan bermaaf-maafan satu sama lain. Para pemudik juga sudah mulai berbondong meninggalkan kampung…
Fikih

Apakah Fakir Miskin Tetap Mengeluarkan Zakat Fitrah?

4 Mins read
Sudah mafhum, bahwa zakat fitrah adalah kewajiban yang harus dilaksanakan sebagai puncak dari kewajiban puasa selama sebulan. Meskipun demikian, kaum muslim yang…
Fikih

Bolehkah Mengucapkan Salam kepada Non-Muslim?

3 Mins read
Konflik antar umat beragama yang terus bergelora di Indonesia masih merupakan ancaman serius terhadap kerukunan bangsa. Tragedi semacam ini seringkali meninggalkan luka…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *