Fikih

Membagikan Daging Qurban kepada Non-Muslim, Bagaimana Hukumnya?

2 Mins read

Apa Hukum Membagikan Qurban kepada Non-Muslim?

Seorang muslim dapat belajar ikhlas dan takwa kepada Allah dengan cara berkurban. Berkurban juga menjadi tanda kecintaan seorang hamba kepada Allah dan rasul-Nya. Qurban juga bisa menjadi syiar Islam dan misi kepedulian sosial. Pasalnya tidak semua orang sering memakan daging dan mampu membelinya. Dengan demikian, ada pertanyaan yang sering terlintas di benak kaum muslimin, terutama yang mempunyai tetangga yang beragama non-islam. Apa hukumnya membagikan daging qurban kepada non-muslim?

Kisah Asma’ Membagikan Hadiah Kepada Ibunya yang Non-Muslim

Kisah Asma’ binti Abu Bakar dengan ibunya ini dapat ditemukan dalam hadis riwayat Bukhari. Ketika berada di Madinah, Asma’ mendapati ibunya yang seorang non-muslim dari Makkah datang mengunjunginya di Madinah. Asma’ pun menyampaikan hal itu pada Rasulullah. Saat itu Rasulullah justru mempersilakan Asma’ untuk menemui ibunya.

Setelah itu, Asma’ kembali bertanya kepada Rasulullah tentang boleh atau tidaknya memberikan hadiah kepada ibunya yang belum beriman kepada Allah dan Rasul-Nya. Rasulullah pun mempersilakan Asma’ memberikan hadiah pada ibunya yang non-muslim.

Hadist diatas selarah dengan firman Allah yang artinya: “Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.” (QS al-Mumtahanah: 8).

Selain itu, dalam Fatawaaal-Azhar (fatwa-fatwa al- Azhar) tentang bolehkah memberikan daging kurban bagi non-muslim dijelaskan bahwa, “Dan kurban itu masuk kategori hadiah.”

Pandangan Para Ulama Hukum Membagikan Daging Qurban kepada Non-Muslim

Terkait padangan ulama dalam menyikapi hal ini terdapat tiga padangan, haram mutlak, makruh dan mubah. Salah satu dasar dalam memberikan penyikapan pada hukum memberikan daging kurban pada orang non-muslim adalah sebagai berikut;

Baca Juga  Ibnu Taimiyah: Syarat Jadi Pemimpin bukan Islam, Tapi Adil

“Apabila seseorang berkurban untuk orang lain atau ia menjadi murtad, maka ia tidak boleh memakan daging kurban tersebut sebagaimana tidak boleh memberikan makan dengan daging kurban kepada orang kafir secara mutlak. Dari sini dapat dipahami bahwa orang fakir atau orang (kaya, pent) diberi yang kurban tidak boleh memberikan sedikitpun kepada orang kafir. Sebab, tujuan dari kurban adalah memberikan belas kasih kepada kaum Muslim dengan memberi makan kepada mereka, karena kurban itu sendiri adalah jamuan Allah untuk mereka. Maka tidak boleh bagi mereka memberikan kepada selain mereka. Akan tetapi menurut pendapat ketentuan Madzhab Syafi’i cenderung membolehkanya,” (Lihat Syamsuddin Ar-Ramli, Nihayatul Muhtaj ila Syarhil Minhaj, Beirut, Darul Fikr, 1404 H/1984 M, juz VIII, halaman 141).

Namun kebolehan membagikan daging qurban kepada non-muslim tidak bisa dipahami secara mutlak. Tetapi harus dibaca dalam konteks non-muslim yang bukan harbi (non-muslim yang tidak memusuhi orang Islam). Dan bukan kurban wajib, tetapi kurban sunah.

Dasar hukum kedua yaitu sebagai berikut;

“Dan boleh memberikan makan dari hewan kurban kepada orang kafir. Inilah pandangan yang yang dikemukakan oleh Al-Hasanul Bashri, Abu Tsaur, dan kelompok rasionalis (ashhabur ra’yi). Imam Malik berkata, ‘Selain mereka (orang kafir) lebih kami sukai. Menurut Imam Malik dan Al-Laits, makruh memberikan kulit hewan kurban kepada orang Nasrani. Sedang menurut kami, itu adalah makanan yang boleh dimakan karenanya boleh memberikan kepada kafir dzimmi sebagaimana semua makanannya” (Lihat Ibnu Qudamah, Al-Mughni, Beirut, Darul Fikr, cet ke-1, 1405 H, juz XI, halaman 105).

Kesimpulan Hukum Membagikan Daging Qurban kepada Non-Muslim

Dari penjelasan di atas, kita dapat mentarik kesimpulan bahwa dalam soal hukum membagikan daging qurban kepada non-muslim ada tiga pendapat. Ada yang melarang secara mutlak, ada yang membolehkan tetapi dengan syarat bukan kurban wajib dan penerimanya bukan kafir harbi dan juga ada yang memakruhkannya. Wallahu a’lam bisshawab

Editor: Miftah

Avatar
13 posts

About author
Sekretaris Cabang Pemuda Muhammadiyah Karangploso, Malang.
Articles
Related posts
Fikih

Mana yang Lebih Dulu: Puasa Syawal atau Qadha’ Puasa Ramadhan?

3 Mins read
Ramadhan telah usai, hari-hari lebaran juga telah kita lalui dengan bermaaf-maafan satu sama lain. Para pemudik juga sudah mulai berbondong meninggalkan kampung…
Fikih

Apakah Fakir Miskin Tetap Mengeluarkan Zakat Fitrah?

4 Mins read
Sudah mafhum, bahwa zakat fitrah adalah kewajiban yang harus dilaksanakan sebagai puncak dari kewajiban puasa selama sebulan. Meskipun demikian, kaum muslim yang…
Fikih

Bolehkah Mengucapkan Salam kepada Non-Muslim?

3 Mins read
Konflik antar umat beragama yang terus bergelora di Indonesia masih merupakan ancaman serius terhadap kerukunan bangsa. Tragedi semacam ini seringkali meninggalkan luka…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *