Fikih

Bolehkah Melanjutkan Makan Sahur Ketika Adzan Berkumandang?

4 Mins read

Bagi orang yang berpuasa, sahur merupakan sebuah anjuran. Hal ini termuat dalam banyak hadis Nabi Saw. Salah satunya, hadis yang diriwayatkan dari Anas bin Malik mengenai anjuran melaksanakan sahur karena di dalamnya terdapat berkah. Meskipun disyariatkan sebagai amalan yang sunah untuk dilakukan, Nabi Saw tetap menganjurkan umatnya untuk tidak meninggalkan makan sahur. Bahkan, beliau tetap menganjurkan walaupun hanya dengan seteguk air.

Perihal pelaksanaan waktu sahur pun telah dijelaskan dalam ayat Al-Qur’an dan hadis. Kapan waktu memulainya dan kapan waktu untuk mengakhirinya. Sebagian dari kita mungkin ada yang tetap melanjutkan sahur ketika azan subuh telah berkumandang. Dan beranggapan bahwa tak apa melanjutkan sahur karena azan subuh belum selesai dikumandangkan. Namun, apakah hal tersebut diperbolehkan?

Sahurlah Walaupun Hanya dengan Seteguk Air!

Abdullah bin Abdurrahman al-Bassam dalam karyanya, Syarah Hadits Pilihan Bukhari-Muslim menjelaskan hadis mengenai anjuran sahur. Bunyi hadisnya sebagai berikut :

عَنْ أَنَسِ بْنِ ماَلِكِ رَضِيَ اللّٰهُ عَنْهُ قاَلَ قاَلَ النَّبِيُّ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ تَسَحَّرُوْا فَإِنَّ فِي السَّحُوْرِ بَرَكَة

“Dari Anas bin Malik ra., dia berkata, Rasulullah Saw. bersabda, sahurlah kalian karena di dalam sahur itu ada barakah.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Pertama-tama, terdapat penjelasan mengenai lafaz yang terkandung dalam hadis tersebut. Dalam hal ini, Abdullah bin Abdurrahman al-Bassam menjelaskan dua lafaz, sahur dan barakah. Beliau menjelaskan sahur sebagai sesuatu yang dijadikan sahur. Sementara kata barakah memiliki kaitan dengan perbuatan sahur dan apa yang dijadikan sahur.

Kedua, dalam pemaknaan hadis secara global, beliau menjelaskan perintah sahur adalah perintah untuk makan dan minum pada waktu sahur yang ditujukan untuk mempersiapkan puasa. Terkait dengan hubungan antara sahur dan barakah, tak sedikit manfaat dunia dan akhirat yang terdapat di baliknya. Disebutkan oleh al-Bassam, bahwa salah satu barakah sahur adalah terhindar dari kesulitan dan keberatan dalam melaksanakan puasa. Selain itu, sudah tentu barakah lainnya adalah mendapat pahala mengikuti Rasulullah Saw dan dapat melakukan ibadah di malam hari sebagai perwujudan dzikrullah.

Hukum sahur adalah sunah. Hal ini didasarkan pada peristiwa di mana Rasulullah Saw pernah menyambung puasa dengan puasa lainnya tanpa sahur. Meski sunah, dalam hadisnya yang lain, Rasulullah Saw mengatakan agar orang yang berpuasa tidak meninggalkan sahur walaupun hanya dengan seteguk air. Sebagaimana sabdanya :

Baca Juga  Puasa itu Alamiah bagi Manusia: Menilik Kembali Kata Kutiba pada Surah Al-Baqarah 183

السَّحُوْرُ أَكْْلُهُ بَرَكَةٌ فَلاَ تَدَعُوْهُ وَلَوْ أَنْ يَجْرَعَ أَحَدُكُمْ جَرْعَةً مِنْ مَاءٍ فَإِنَّ اللّٰهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ الْمُتَسَحِّرِيْنَ

“Makan sahur itu penuh berkah. Maka janganlah kalian tinggalkan walaupun hanya dengan seteguk air. Sesungguhnya Allah dan Malaikat-Nya bersalawat kepada orang-orang yang bersahur.”

Selain itu, sebagaimana yang disebutkan dalam QS. al-Baqarah: 183, mengenai perintah puasa yang juga diberikan kepada ahlu kitab, “…كَماَ كُتِبَ عَلىَ الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكُمْ…” Maka, sahurlah yang kemudian dijadikan sebagai pembeda puasa umat muslim dengan ahlu kitab. Hal ini juga disebutkan dalam salah satu hadis, yaitu :

إِنَّ فَصْلَ مَا بَيْنَ صِياَمِنَا وَصِياَمِ أَهْلِ الْكِتَابِ أَكْلَةُ السَّحَرِ

“Sesungguhnya pembeda antara puasa kita dengan puasa ahlu kitab ialah makan sahur.” (HR. Muslim)

Waktu Sahur: Pertengahan Malam Hingga Terbit Fajar

Pelaksanaan waktu sahur dimulai sejak pertengahan malam hingga terbit fajar. Namun, apabila ingin mengikuti jejak Nabi Saw seperti yang dilakukan oleh para sahabat, maka dianjurkan untuk mengakhirkan sahur sampai akhir malam. Disebutkan dalam sebuah hadis, bahwa jarak antara azan dan sahur Nabi Saw sebanding dengan lama membaca Al-Qur’an sebanyak lima puluh ayat. Hadis riwayat mutafaq ‘alaih memuat persoalan ini, bunyi hadisnya sebagai berikut :

عَنْ أَنَسِ بْنِ ماَلِكٍ عَنْ زَيْدِ بْنِ ثَابِتٍ رَضِيَ اللّٰهُ عَنْهُماَ قَالَ تَسَحَّرْناَ مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثُمَّ قاَمَ إلىَ الصّلاَةِ قاَلَ أَنَس قُلْتُ كَمْ كاَنَ بَيْنَ الأَذَانِ وَ السَّحُوْرِ قاَلَ قَدْرُ خَمْسِيْنَ  آيَةً

“Dari Anas bin Malik, dari Zaid bin Tsabit ra., dia berkata, kami pernah sahur bersama Rasulullah saw., kemudian beliau berdiri untuk salat. Anas berkata, aku bertanya kepada Zaid, berapa lama antara azan dan sahur? Dia menjawab, selama membaca lima puluh ayat.”

Kabar baiknya, orang-orang yang mengakhirkan sahur dan menyegerakan berbuka dijamin oleh Nabi Saw akan selalu berada dalam kebaikan.

Baca Juga  Waktu-Waktu Mustajab untuk Berdoa

Selain disebutkan dalam hadis, pelaksanaan waktu sahur juga disebutkan dalam firman Allah, QS. al-Baqarah: 187.

…وَكُلُوْا وَاشْرَبُوْا حَتّٰى يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ الْاَبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ الْاَسْوَدِ مِنَ الْفَجْرِۖ  ثُمَّ اَتِمُّوا الصِّيَامَ اِلَى الَّيْلِۚ…

“…makan dan minumlah hingga jelas bagimu (perbedaan) antara benang putih dan benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa sampai (datang) malam…”

Bolehkah Melanjutkan Makan Sahur ketika Azan Subuh Telah Berkumandang?

Batas waktu sahur, seperti yang telah disebutkan sebelumnya, yaitu hingga terbit fajar, garis melintang berwarna merah. Akan tetapi yang menjadi pertanyaan, kapan kita harus berhenti sahur? Apakah di awal berkumandangnya azan subuh atau kita boleh tetap melanjutkan sahur hingga azan selesai dikumandangkan?

Berdasarkan penjelasan Ibnu Katsir dalam kitab tafsirnya mengenai QS. al-Baqarah: 187, sesuai dengan pembahasan yang terkandung dalam ayat tersebut, bahwa Allah membolehkan orang yang berpuasa makan dan minum pada malam hari kapan saja ia menghendakinya. Tentu yang dimaksud dengan makan dan minum di sini adalah sahur.

Ibnu Katsir menambahkan penjelasannya mengenai batasan waktu yang Allah berikan, yaitu sampai tampak jelas sinar pagi dari gelapnya malam. Pada ayat ke-187, Allah menggunakan ungkapan benang putih dan benang hitam untuk menyebut sinar pagi dan gelapnya malam. Kemudian, Allah memperjelas ungkapan-Nya dengan menggunakan istilah fajar dalam lanjutan ayatnya, مِنَ الْفَجْرِۖ.

Ketika fajar datang, makan dan minum dalam sahur sudah seharusnya dihentikan. Maka, azan subuh yang menjadi penanda datangnya fajar dapat dijadikan sebagai penanda batasan waktu sahur. Hal ini sejalan dengan penjelasan dalam buku Ensiklopedi Puasa karya Irfan Supandi, bahwa akhir waktu sahur adalah azan subuh dan tanda waktu berbuka adalah azan magrib sebagaimana penjelasan Rasulullah Saw.

Baca Juga  Jemaah Haji Lansia: Shalat di Hotel Lebih Utama dari Masjidil Haram

***

Berkaitan pula dengan hal ini, hadis mengenai azan Bilal dan Ummi Maktum. Hadis yang diriwayatkan oleh al-Qasim, dari Aisyah ini tentunya harus dipahami secara utuh. Secara lengkap, bunyi sabda Nabi saw. sebagai berikut :

لاَ يَمْنَعُكُمْ أَذَانُ بِلاَلٍ عَنْ سَحُوْرِكُمْ فَإِنَّهُ يُناَدِي بِلَيْلٍ، فَكُلُوْا واشْرَبُوْا حَتَّى تَسْمَعُوْا أَذَانَ ابْنِ أُمِّ مَكْتُوْمٍ فَإِنَّهُ لاَ يُؤَذِّنُ حَتَّى يَطْلُعَ الْفَجْرُ

“Azan Bilal tidak menghalangi makan sahur kalian, karena dia mengumandangkan azan pada malam hari. Maka makan dan minumlah sehingga mendengar azan Ibnu Ummi Maktum, karena dia tidak mengumandangkan azan melainkan waktu fajar telah terbit.”

Pada masa Nabi Saw terdapat dua azan yang dikumandangkan. Azan pertama dikumandangkan pada malam mendekati fajar oleh Bilal, sedangkan azan kedua atau azan subuh dikumandangkan pada saat fajar tiba oleh Ibnu Ummi Maktum. Bilal adalah seorang sahabat Nabi Saw yang pertama kali mengumandangkan azan. Sementara Ibnu Ummi Maktum adalah seorang Nabi Saw yang dikenal dengan ilmu dan adab istimewa yang Allah karuniakan kepadanya sebagai pengganti kebutaan matanya.

Mengutip perkataan Ustadz Adi Hidayat mengenai hadis tersebut yang dirangkum dalam sebuah artikel, bahwa kedua azan ini ditujukan untuk menghindari tersedaknya orang yang makan ketika sahur karena terkejut mendengar azan subuh yang tiba-tiba berkumandang. Beliau juga menambahkan, hal ini disebabkan oleh azan subuh yang menjadi pertanda mulainya puasa di mana makan dan minum saat sahur harus dihentikan.

Editor: Bayu

Avatar
15 posts

About author
Sekretaris Bidang Pers dan Jurnalistik Badan Eksekutif Siswa Madrasah Aliyah Al-Ishlah (BESMA), 2019/2020; Santri Pondok Pesantren Al-Ishlah Sendangagung Paciran Lamongan Jawa Timur
Articles
Related posts
Fikih

Mana yang Lebih Dulu: Puasa Syawal atau Qadha’ Puasa Ramadhan?

3 Mins read
Ramadhan telah usai, hari-hari lebaran juga telah kita lalui dengan bermaaf-maafan satu sama lain. Para pemudik juga sudah mulai berbondong meninggalkan kampung…
Fikih

Apakah Fakir Miskin Tetap Mengeluarkan Zakat Fitrah?

4 Mins read
Sudah mafhum, bahwa zakat fitrah adalah kewajiban yang harus dilaksanakan sebagai puncak dari kewajiban puasa selama sebulan. Meskipun demikian, kaum muslim yang…
Fikih

Bolehkah Mengucapkan Salam kepada Non-Muslim?

3 Mins read
Konflik antar umat beragama yang terus bergelora di Indonesia masih merupakan ancaman serius terhadap kerukunan bangsa. Tragedi semacam ini seringkali meninggalkan luka…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *