Mendekati hari raya Idul Adha banyak umat Muslim sudah mulai mempersiapkan tabungan untuk ikut merayakan hari raya kurban dengan ikut berkurban. Apalagi memang ada cukup banyak dalil perintah kurban. Di beberapa instansi seperti pendidikan, anak-anak sudah mulai diajari untuk bersemangat berkurban. Salah satunya yaitu anak-anak di sekolah belajar untuk berkurban dengan cara menabung dan patungan untuk membeli seekor kambing yang kemudian diserahkan kepada masjid pada hari raya.
Kegiatan ini memang penting dan baik untuk menumbuhkan sikap dan keinginan untuk ikut berkurban di hari raya Idul Adha. Akan tetapi, ada hal yang lebih substansial dan berpotensi untuk disalahpahami jika tidak segera ditegaskan ketika diajarkan kepada anak. Hal tersebut adalah masalah keabsahan berkurban kambing yang dibeli secara patungan. Apakah sah berkurban kambing dengan cara patungan dalam membelinya?
Dalam kitab Ahkamul Udhiyah wa Dzakah karya Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin, dijelaskan bahwa dalam perkara patungan atau kongsi dalam berkurban ada dua perkara:
Pertama, Berkongsi dalam Pahala
Yang dimaksud kongsi dalam pahala yaitu jika shohibul qurban (pemilik kurban) menyembelih hewan kurbannya dengan niat menyertakan beberapa orang untuk ikut mendapatkan pahalanya. Kongsi yang semacam ini diperbolehkan merujuk dalam beberapa dalil berikut:
Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, beliau mengisahkan: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berqurban dengan kambing bertanduk, berdiri dengan kaki belang hitam, duduk di atas perut belang hitam, melihat dengan mata belang hitam. Kemudian beliau menyuruh Aisyah untuk mengambilkan pisau dan mengasahnya. Setelah kambingnya beliau baringkan, beliau membaca:
بِاسْمِ اللَّهِ اللَّهُمَّ تَقَبَّلْ مِنْ مُحَمَّدٍ وَآلِ مُحَمَّدٍ وَمِنْ أُمَّةِ مُحَمَّدٍ
“Bismillah, Ya Allah, terimalah qurban dari Muhammad dan keluarga Muhammad, serta dari umat Muhammad – shallallahu ‘alaihi wa sallam.” (HR. Muslim no. 1967)
Jabir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhuma, bahwa beliau mengikuti shalat idul adha bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam di lapangan. Setelah selesai berkhutbah, beliau turun dari mimbar dan mendatangi kambing qurban beliau. Lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyembelihnya dengan tangannya, sambil mengucapkan:
بِسْمِ اللَّهِ، وَاللَّهُ أَكْبَرُ، هَذَا عَنِّي، وَعَمَّنْ لَمْ يُضَحِّ مِنْ أُمَّتِي
Bismillah, wallahu akbar, ini qurban dariku dan dari umatku yang tidak berqurban. (HR. Ahmad 14837, Abu Daud 2810 dan dishahihkan Al-Albani)
Dari beberapa hadis tersebut, nabi Muhammad Saw menyertakan keluarga beliau dan umat beliau dalam pahala kurban meskipun hanya menyembelih satu kambing. Hal ini dilakukan Nabi agar seluruh umatnya yang belum mampu berkurban mendapatkan pahala dari kurban beliau.
Kedua, Kongsi Kepemilikan
Yang kedua, kongsi beberapa orang untuk patungan dalam membeli seekor hewan kurban. Jenis kongsi yang kedua ini tidak hukumnya tidak sah, kecuali jika hewan tersebut adalah sapi atau unta dengan peserta kongsi maksimal 7 orang. Sedangkan untuk kambing, hanya boleh menjadi milik satu orang. Hal ini sesuai dengan hadis nabi sebagai berikut:
فأمرنا رسول الله صلى الله عليه وسلم أن نشترك في الإبل والبقر، كل سبعة منا في بدنة
Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan kami urunan untuk berqurban onta atau sapi. Setiap tujuh orang diantara kami, berqurban seekor sapi atau onta. (HR. Muslim no. 1318).
Dari uraian di atas, maka dapat kita simpulkan bahwa kegiatan patungan untuk membeli satu ekor kambing kurban tidaklah memenuhi persyaratan kurban. Oleh karena itu, menyembelih kambing tersebut tidaklah bernilai ibadah kurban.
Untuk mensiasati agar kegiatan patungan kurban ini menjadi lebih sesuai dengan syariat, maka hendaknya kambing yang sudah dibeli secara patungan bisa dihadiahkan kepada seseorang, misalnya guru atau salah satu dari anggota yang patungan tersebut sehingga kepemilikannya menjadi milik satu orang. Kemudian orang tersebut berniat untuk menyembelih hewan kurban dengan menyertakan orang-orang yang patungan untuk turut mendapatkan pahala.
Editor: Faiq