Beberapa hari yang lalu, linimasa twitter dihebohkan dengan berita di salah satu media online tentang qunut yang ternyata penyebab mengapa Indonesia terbebas dari virus corona. Banyak respon yang di berikan dari para penghuni twitter. Ada yang memang benar meyakininya, ada pula yang membantah dan meragukannya. Tak jarang juga, para warganet twitter ini meresponnya dengan kalimat-kalimat satir.
Beberapa orang yang mendaku sebagai warga Muhammadiyah pun meresponnya dengan kalimat-kalimat satir seperti “Wah, gimana dengan kami yang Muhammadiyah? Kami kan tidak pakai qunut”. Cuitan ini disambar lagi oleh akun anonim dengan kalimat “Yang Muhammadiyah saja bilang begitu, bagaimana kami yang bukan muslim [disertai emot]”. Kalimat-kalimat satir khas penghuni twitter ini memang cukup mengundang gelak senyum bagi para pembacanya. Namun ada juga teman saya yang merupakan kader cleleng salah satu kelompok Islam ini, serius menanggapinya dengan bertanya ke saya.
“Mas, Muhammadiyah kan gak pakai qunut. Lalu ada amalan khusus gak yang diamalkan warga Muhammadiyah untuk menghadapi virus corona ini?”
“Ada”, jawab saya
“Apa itu mas? Boleh dong dibagi ijasahnya ke saya” (Ijasah adalah sebutan semacam amalan/doa khusus yang dibuat oleh pemuka agama seperti kyai, ustadz, dsb yang biasanya ditulis di secarik kertas)
“Boleh. Ini amalannya rabbana attina fiddunnya khasanah wafil akhirati khasanah waqina adzabannar. Ini Namanya Ijasah sapu jagad”.
Teman saya sedikit misuh di percakapan WA. Saya meresponnya dengan stiker ketawa geli. Lalu saya jelaskan bahwa di Muhammadiyah, tidak mengenal amalan-amalan khusus semacam ijasah ini.
Ibadah dan doa yang dilakukan oleh para warga Muhammadiyah disesuaikan dengan apa yang sudah diputuskan oleh Majelis Tarjih yang semuanya berdasarkan riwayat dan dalil yang sahih. Bukan buatan ulama-ulamanya atau pimpinan Muhammadiyah. Saya juga menjelaskan bahwa Muhammadiyah punya caranya sendiri dalam menghadapi wabah penyakit seperti corona ini.
Qunut di Muhammadiyah
Doa qunut memang tidak familiar dikalangan warga Muhammadiyah. Selain tidak dipraktekkan seperti saat salat subuh seperti kebanyakan di Indonesia, dalil yang mengharuskan melakukan qunut pun lemah. Bahkan untuk qunut nazilah pun, Muhammadiyah menyandarkannya pada riwayat yang menyebutkan bahwa Rasulullah sendiri tidak lagi mempraktikkannya setelah turun surat Ali-Imran ayat 127. Pembahasan tentang qunut, telah tuntas dikupas oleh ulama-ulama Muhammadiyah dalam kitab Himpunan Putusan Tarjih (HPT) yang menjadi rujukan bacaan untuk memahami pembahasan permasalahan-permasalahan agama di kalangan warga Muhammadiyah.
Nah, kembali ke persoalan utama tadi. Jika ada pimpinan ormas Islam lain yang meyakini bahwa qunut merupakan alasan mengapa Indonesia masih terbebas dari corona, maka hal ini sah-sah saja. Itu adalah keyakinan mereka yang kita patut hargai. Tapi soal keharusan mengikutinya, ini persoalan lain.
Di Muhammadiyah, kader dan warganya terbiasa diajarkan untuk beragama yang rasional. Tidak fanatik. Muhammadiyah mengajarkan untuk menempatkan akal setelah iman. Sehingga dalam beragama, ada celah-celah untuk memasukkan ilmu pengetahuan / sains dalam upaya mendukung implementasi keimanan yang telah diyakini. Dalam hal menghadapi virus corona ini, Muhammadiyah tidak hanya merapalkan doa-doa saja. Doa itu penting, karena menyangkut keimanan bahwa Allah lah sebaik-baiknya pengatur kehidupan. Namun tindak lanjut/usaha dan langkah nyata setelah doa juga tak kalah pentingnya.
Muhammadiyah Menghadapi Corona
Dengan keyakinan itu, maka sebagai upaya mencegah dan menangkal penyebaran virus corona yang sedang mewabah di banyak negara, Muhammadiyah mewujudkannya dengan penyiapan-penyiapan rumah sakit dan poliklinik milik Muhammadiyah untuk menjadi rujukan jika ditemukan pasien terkena virus corona. Ini merupakan langgam Muhammadiyah yang telah dipraktekkan sejak seabad yang lalu, dimana ketika banyak kelompok-kelompok muslim di nusantara masih berdebat soal bagaimana cara agar bisa berdaya ditengah kolonialisasi Belanda, Muhammadiyah sudah bergerak untuk mencerdaskan masyarakat melalui sekolah-sekolah modern, menolong masyarakat dalam hal kesehatan dengan mendirikan rumah sakit PKU, menolong anak-anak yatim dengan membuka panti asuhan, dan masih banyak lagi.
Jadi wajar saja jika dalam kondisi yang cukup genting soal penyebaran virus corona yang sudah dijadikan sebagai kegentingan global oleh WHO, Muhammadiyah tidak lantas hanya membuat pernyataan-pernyataan maupun ajakan untuk berdoa saja, melainkan meresponnya dengan aksi-aksi nyata. Selain menyiapkan Rumah Sakit dan Polikliniknya, melalui cabang-cabang Istimewanya di berbagai negara seperti Taiwan dan Hong Kong, Muhammadiyah mengirimkan dan membagikan puluhan ribu masker untuk para WNI sebagai upaya pencegahan penularan virus corona ini.
Selain itu, Muhammadiyah juga menerjunkan para civitas akademikanya di negara-negara terdampak virus corona yang terdapat banyak WNI untuk memberikan edukasi terkait bagaimana melakukan proteksi agar terhindar dari virus corona. Seperti penggunaan hand sanitizer secara rutin, menjaga kebersihan diri, serta menjaga jarak dengan kerumunan orang di tempat umum.
Langkah-langkah nyata Muhammadiyah ini merupakan cerminan bagaimana sains dan ilmu pengetahuan merupakan alat untuk mewujudkan keyakinan iman dalam beragama di internal Muhammadiyah. Salah satu keyakinan beragama yang kemudian diwujudkan melalui kerja-kerja nyata ini adalah ayat dalam surat Ar Rad ayat 11. Membuat sebuah perubahan itu tak cukup dengan berdoa saja, namun harus diwujudkannya melalui aksi-aksi nyata untuk mendukung dikabulkannya rapalan doa.
***
Kiai Dahlan membangun Muhammadiyah bukan hanya sekedar sebagai organisasi pembuat fatwa keagamaan. Muhammadiyah didirikan sebagai kendaraan untuk mempraktekkan keimanan melalui ilmu pengetahuan dan kerja-kerja kemanusiaan. Kader Muhammadiyah tidak pernah diajarkan hanya menyandarkan hajatnya pada doa saja tanpa usaha. Setiap kader Muhammadiyah selalu diajarkan bahwa ada usaha setelah doa.
Karena Muhammadiyah adalah organisasi pergerakan, bukan organisasi ucapan, yang senantiasa bergerak dan berusaha mewujudkan setiap kebaikan menjadi sesuatu yang nyata, bukan hanya tersemat dalam doa.
*) Artikel ini dipublikasikan ulang dari tautan ini dengan penyuntingan
Editor: Nabhan