Potongan kalimat judul di atas, diambil dari potongan hadis ketika Nabi dan para sahabatnya sedang berbincang-bincang, dan seketika itu lewatlah pembawa jenazah di depan Nabi dan para sahabatnya. Kemudian Nabi “berdiri” sebagai tanda penghormatan kepada jenazah tersebut, kemudian para sahabat berkata kepada Nabi, jenazah tadi yang lewat adalah jenazah Yahudi ya, Rasulullah. Jawaban Nabi kepada para sahabatnya adalah “Bukankah dia manusia?”, suatu jawaban yang sangat menyentuh hati nurani.
Bukankah dia manusia?, jawaban yang sangat sarat makna, suatu jawaban yang terlepas dari aneka simbol yang ada pada diri manusia, Nabi tidak melihat kedudukan yang disandang atau latar belakang jenazah tersebut. Nabi tidak melihat simbol-simbol yang melatari manusia atau jenazah tersebut, Nabi lebih melihat substansi dari nilai-nilai kemanusiaan. Dalam pandangan Nabi, manusia itu makhluk yang sangat istimewa. Pandangan para sahabat lebih berorientasi pada kulit luar dari manusia, suatu pandangan yang sangat parsial, yang tidak melihat sisi dalam dari nilai seorang manusia.
Pandangan Nabi adalah pandangan yang sifatnya holistik, baik dari sisi luar, maupun dari sisi dalam dari manusia. Sedangkan pemahaman para sahabat belum sampai kepada apa yang dipahami oleh Nabi. Manusia memang makhluk yang multi dimensi. Ada dimensi luar dan ada dimensi dalam. Kalau hanya memandang dari sisi luar, itu tidak jauh beda dengan makhluk-makhluk Tuhan yang lain. Itulah yang menjadi parameter para sahabat, ketika menegur Nabi tentang jenazah yahudi, para sahabat melihat dari sisi luar dari manusia, mereka hanya memandang level sebagai orang yahudi yang tidak patut dihormati.
***
Ada juga ungkapan Nabi yang mengatakan bahwa, “Sesungguhnya Allah menciptakan Adam menurut gambarnya”. Gambar disini adalah sifat-sifat Tuhan. Sifat-sifat yang bisa diadopsi sesuai dengan kemampuan manusia. Disinilah istimewanya manusia, karena mendapat sinyal dari Tuhan sehingga dapat mengadopsi sifat-sifatnya. Dalam pandangan Al-Qur’an, manusia juga menempati posisi yang sangat sentral sebagai makhluk yang istimewa. Dalam satu ayatnya dikatakan, “Wa laqad karramna Bani Adam”, sungguh kami telah memuliakan anak-anak Adam, satu-satunya makhluk Tuhan yang mendapat predikat mulia dalam Al-Qur’an adalah manusia atau anak Adam. Dan manusia juga yang mendapat pengajaran langsung dari Tuhan tentang berbagai nama.
Ketika akan menciptakan manusia di muka bumi ini, Malaikat agak bernada protes tentang rencana Tuhan tersebut. Karena dalam pendangan Malaikat, manusia akan membuat masalah di bumi yakni mereka akan saling membunuh antar sesamanya. Tapi Tuhan menjawab bahwa saya lebih tahu, apa yang engkau tidak tahu. Sekalipun disatu sisi protes Malaikat ada mengandung nilai kebenaran, sebab dari dulu sejak kejadian Manusia, selalu terjadi kasus-kasus yang mencederai nilai kemanusiaan, sejak Adam punya masalah waktu berada di surga, kemudian kedua anak Adam yakni Qabil dan Habil, dan sampai di zaman modern sekarang ini, ancaman terhadap nilai-nilai kemanusiaan semakin masif dengan banyaknya pembunuhan atau penghilangan nyawa manusia lewat bom bunuh diri yang dilakukan oleh para teroris.
Namun demikian pandangan malaikat yang skeptis terhadap keberadaan manusia, itu hanya melihat manusia dari satu sisi, ada sisi yang lain yang tidak mampu di tangkap oleh para malaikat. Ketika Tuhan menguji keduanya untuk menyebutkan nama-nama, Malaikat tidak mampu untuk menjawab pertanyaan Tuhannya. Dan ketika pertanyaan itu disodorkan kepada manusia, mereka menjawab semuanya, karena sebelumya Tuhan sudah memberikan atau mengajari manusia dengan berbagai ilmu pengetahuan dan ilmu-ilmu lainnya yang berkaitan dengan kemanusiaan dan ketuhanan. Manusia mampu menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh Tuhan yang tidak mampu dijawab oleh para Malaikat.
***
Itulah sebabnya para Malaikat dan makhluk lainnya bersujud kepada Adam karena kelebihan yang dimiliki oleh Adam berupa ilmu pengetahuan dan potensi untuk berhubungan dengan Tuhan. Disitulah letak kenapa seluruh makhluk kecuali iblis menaruh penghormatan kepada manusia karena faktor keilmuan dan eksistensinya berhubungan dengan Tuhan. Secara umum Tuhan memberikan kelebihan khusus kepada Manusia berupa kemuliaan,dengan memberikan fasilitas untuk dapat menikmati seluruh fasilitas yang ada di bumi.
Namun demikian Tuhan tidak hanya memberikan potensi yang baik kepada manusia tetapi juga potensi yang buruk. Dalam surah Asy-Syams: 8, “Lalu Dia mengilhaminya (yakni memberi potensi dan kemampuan bagi jiwa untuk menelusuri jalan) kedurhakaan dan ketakwaannya”.(terjemahan M Quraish Shihab). Dua jalan yang telah diberikan oleh Tuhan yaitu jalan durhaka dan jalan Taqwa, manusia bebas atau merdeka untuk menempuh salah satu dari kedua jalan tersebut, ada yang konsisten yang berada di jalan kebaikan atau ketaqwaan seperti para Nabi, auliyah, para ulama, dan ada juga yang tetap berada di jalan kedurhakaan seperti musuh-musuh Nabi.
***
Di dalam ayat yang lain yang terdapat di surah At-Tin: 4 – 5, dikatakan “Sungguh, Kami benar-benar telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya, kemudian Kami (bersama dengan manusia itu sendiri) mengembalikannya ke (tingkat) yang serendah-rendahnya”. Ayat ini sangat jelas bahwa Tuhan menciptakan manusia dengan bentuk paling bagus, namun manusia bisa saja terjatuh ketingkat yang terbawah kalau mereka melakukan banyak kedzaliman terhadap dirinya dan kepada sesamanya.
Pilihan-pilihan kemanusiaan yang dibebankan kepada manusia, dan diberikan kebebasan kepada manusia untuk memanfaatkan potensi yang mereka miliki, namun manusia juga adalah makhluk yang punya fitrah atau punya modal primordial berupa ruhani atau nurani yang selalu mengajak kejalan kebaikan. Dan disinilah relevansinya ketika Tuhan berfirman bahwa Kami telah memuliakan anak-anak Adam. Dan agama yang diturunkan oleh Tuhan kepada manusia yang inti ajarannya adalah mengembangkan nilai-nilai kemanusiaan yang ada dalam diri manusia lewat petunjuk yang telah diturunkan oleh Tuhan kepada manusia lewat rasul-rasul-Nya.
Editor: Soleh