Review

Novel Rumah Kertas: Buku Lebih Hidup Dibandingkan Manusia

2 Mins read

Bagi banyak orang, buku tidak lebih dari kumpulan kertas berisi kata-kata tak bernyawa. Namun, bagi para pecinta buku, buku memiliki ikatan emosional. Mereka rela menggelontorkan uang yang tidak sedikit untuk membeli sebuah buku.

Bahkan, ada pula orang yang rela mengorbankan sesuatu demi sebuah buku. Bagi segelintir orang, buku memang barang berharga melebihi mobil, uang dan bahkan pasangannya sendiri.

Kisah pecinta buku atau bibliofil tersebut yang diceritakan dalam novel Rumah Kertas, atau La Casa De Papel dalam bahasa aslinya, karya Carlos Maria Dominguez. Meski novel ini sangat tipis, Dominguez berhasil membuat alur cerita yang menarik. Ia membawa pembaca pada sebuah dunia tempat para bibliofil bersemayam.

Tokoh utama dalam novel ini adalah “Aku”, karena Dominguez tidak memberikan nama pada sang tokoh. Pembaca akan dibawa oleh tokoh “Aku” untuk menyelidiki asal-usul sebuah buku misterius yang dikirimkan ke alamat koleganya. Sang kolega, Bluma Lennon, tidak sempat menerima kiriman tersebut karena tewas tertabrak mobil, saat tengah membaca karya Emily Dickinson.

Dalam proses pencarian jawaban atas misteri buku tersebut, tokoh “Aku” bertemu dengan beragam bibliofil dengan karakteristik yang unik. Ia bertemu dengan Jorge Linardi, seorang pemilik toko buku lawas dengan kantor yang dipenuhi dengan buku-buku. Ia kemudian bertemu dengan Agustin Delgado, seorang bibliofil yang banyak bercerita mengenai buku-buku.

Dari sosok Delgado, tokoh Aku mengenal Carlos Brauer, seseorang yang rela menghabiskan uangnya demi sebuah buku. Brauer juga merupakan seorang kutu buku akut, yang menghabiskan hari-harinya dengan membaca buku. Diketahui bahwa Brauer memiliki koleksi buku berjumlah 20.000 buku, yang membuat ruangan rumahnya tidak muat lagi untuk menampung koleksinya.

Baca Juga  Membangun Kematangan Berpikir dan Kecakapan Logika

Agar bukunya memiliki tempat tinggal, Brauer melakukan hal yang terkesan gila bagi kebanyakan orang. Ia memberikan mobil kepada temannya, hanya agar garasinya bisa dipakai untuk menyimpan buku. Brauer sampai pada puncak kegilaannya, dengan melakukan hal yang tak pernah dibayangkan oleh siapapun pada buku-bukunya.

Mungkin sebagian besar pembaca akan bergidik dan menggeleng-gelengkan kepala ketika membaca tingkah laku Brauer. Akan tetapi, bagi saya, Brauer adalah contoh seorang bibliofil sejati, yang mendedikasikan hidupnya untuk membaca dan mengoleksi buku. Meski memang harus diakui, tindakannya kepada buku sudah berlebihan.

Melalui novel ini, Dominguez sebetulnya ingin mengingatkan satu hal, yakni kegiatan yang baik pun akan berubah menjadi buruk jika dilakukan secara berlebihan. Kecintaan Brauer pada buku memang sangat besar, tetapi saking besarnya ia tak bisa mengendalikan dirinya sendiri. Kecintaannya perlahan-lahan menjadi sebuah obsesi.

Saya melihat tokoh Carlos Brauer mirip dengan John Charles Gilkey. Gilkey adalah pencuri buku legendaris asal Amerika Serikat, yang nekat mencuri buku-buku langka yang nilainya ribuan dollar. Brauer memang tak pernah mencuri buku karena hidup berkecukupan, tetapi persamaan keduanya terletak pada obsesinya terhadap buku.

Aksi kejahatan Gilkey diabadikan dalam sebuah buku berjudul Gilkey si Pencuri Buku yang ditulis oleh Allison Hoover Bartlett. Sangat disayangkan, jika seseorang yang memiliki ketertarikan pada buku justru berhasrat memilikinya dengan cara yang keliru.

Kita dapat mengambil pelajaran dari kisah Brauer dan Gilkey, bahwa obsesi seringkali menjadi hal yang bersifat destruktif dalam hidup. Meski begitu, ketertarikan mereka pada buku, terutama Brauer, yang rela melakukan pengorbanan demi sebuah buku, memang patut diapresiasi.

Apresiasi tersebut agaknya patut diberikan juga pada penulis novel ini, atas keberhasilannya menghasilkan karya yang begitu memukau. Akan tetapi, karena novel ini lebih tipis dari novel pada umumnya, membuatnya kehilangan detail dan membingungkan pembaca, sehingga butuh pembacaan ulang agar pembaca dapat memahami alurnya.

Baca Juga  Quran Jawen dan Tafsir Quran Jawen: Jejak Literatur Muhammadiyah Pada Awal Abad 20

Terlepas dari kekurangan tersebut, novel Rumah Kertas ini merupakan bacaan wajib bagi para pecinta buku. Novel ini menunjukkan kepada kita bahwa hubungan pembaca dan buku bukan sekadar hubungan manusia dan benda mati. Buku justru dapat memberikan spirit kehidupan dan menjadi teman setia. Pada dasarnya, buku lebih hidup dibandingkan manusia yang pikirannya sudah mati.

Judul Buku: Rumah Kertas

Penulis: Carlos Maria Dominguez

Penerbit: Marjin Kiri

Tahun Terbit: 2016

Tebal: vi + 76 halaman

ISBN: 978-979-1260-62-6

Editor: Soleh

Indra Nanda Awalludin
7 posts

About author
Penulis lepas dan peminat kajian sejarah dan filsafat
Articles
Related posts
Review

Madzahibut Tafsir: Meneliti Madzhab Tafsir dari Klasik hingga Kontemporer

4 Mins read
Prof. Abdul Mustaqim menulis buku berjudul “Madzahibut Tafsir, Peta Metodologi Penafsiran Al-Qur’an Periode Klasik Hingga Modern”. Buku ini terbit cetakan pertama pada…
Review

Debat Bergengsi Epikureanisme vs Stoikisme Tentang Tuhan

3 Mins read
Wacana mengenai ketuhanan bukanlah persoalan yang baru muncul pada zaman kontemporer ini. Jauh sebelum Islam dan Kristen lahir di dunia ini, manusia…
Review

Pasang Surut Politik Islam dalam Gelanggang Sejarah Bangsa Indonesia

5 Mins read
Islam sebagai sumber moralitas dan idealitas tidak mungkin dipisahkan dari wawasan kekuasaan. Kekuasaan tanpa didasari moralitas hanya akan melahirkan banalitas sebagaimana yang…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *