Inspiring

Buya Yun, Ulama Moderat-Kanan (1): Apresiasi terhadap Perda Syariat

3 Mins read

 Prof Dr Yunahar Ilyas—-Ketua PP Muhammadiyah dan Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat—telah meninggalkan kita untuk selama-lamanya pada 20 Januari 2020.

Muhammadiyah tentu sangat kehilangan atas meninggalnya Ustadz Yun—sapaan akrabnya. Saya juga merasa sangat kehilangan. Pertama, Ustadz Yun termasuk ulama yang alim, ilmu agamanya tak diragukan lagi. Kedua, termasuk ulama yang mempunyai integritas moral. Ulama yang tak suka menghamba kepada penguasa dan kekuasaan. Konteks saat ini, ulama model Ustadz Yun termasuk ‘makhluk langka’ yang nyaris musnah.

Relasi saya dengan Ustaz Yun secara fisik terbilang tidak dekat. Sepertinya jaraklah yang memisahkan relasi fisik saya menjadi terbatas. Ustadz Yun tinggal di Yogyakarta dan saya tentu lebih banyak beraktivitas di Jakarta. Sesekali bertemu kalau bertepatan ada kegiatan Muhammadiyah di Jakarta atau Yogyakarta. Kedekatan saya lebih banyak bersifat emosional, di mana saya dan Ustadz Yun sama-sama alumni Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah. Selebihnya saya mengenal Ustaz Yun dari banyak tulisannya.

Ustaz Yun adalah representasi ulama mainstream yang moderat (tawasuth). Meski repesentasi ulama moderat, dalam tulisan ini saya lebih suka menyebut moderat-kanan. Untuk menyebut positioning yang moderat, tapi condong kekanan-kananan, konservatif atau radikal.

Sebutan moderat-kanan karena sejatinya sulit menemukan pemikiran siapapun yang benar-benar berada pada posisi moderat. Sama sulitnya juga menemukan penganut ideologi ekstrem seperti kapitalisme atau komunisme yang benar-benar kapitalis atau komunis. Kebanyakan ulama juga diposisikan sebagai moderat. Ada yang cenderung mengambil posisi moderat-kiri, untuk menyebut mereka yang mengambil posisi moderat, tapi cenderung bergerak ke arah kekiri-kirian, liberal atau sekular.

Dua positioning moderat, baik moderat-kanan maupun moderat-kiri hadir dan hinggap di kebanyakan ulama atau pemikir yang berinduk pada organisasi keislaman, termasuk Muhammadiyah. Dua kecenderungan ini terepresentasikan oleh empat tokoh Muhammadiyah: Syafii Maarif, Haedar Nashir, Din Syamsuddin, dan Yunahar Ilyas.

Baca Juga  Al-Qur'an Tidak Diadopsi dari Yahudi, Kritik Kepada Abraham Geiger

Apresiatif terhadap Perda Syariat

Dalam konteks moderat-kanan dan moderat-kiri, dua nama yang disebut pertama merepresentasikan moderat-kiri dan dua nama terakhir merepresentasikan moderat-kanan.

Meski untuk Din Syamsuddin dan Haedar Nashir sebenarnya bisa juga disebut sebagai moderat-eklektif, sebutan untuk kaum moderat yang senantiasa mencoba untuk memilih yang terbaik dalam konteks tindakan maupun pemikirannya, sehingga terkadang bergerak ke arah moderat-kanan namun ada kalanya bergerak ke arah moderat-kiri.

Bergerak ke kiri maupun kanannya kedua tokoh ini tak lebih sebagai upaya untuk bereklektif, memilih positioning yang terbaik dengan tetap menjunjung tinggi nilai-nilai moderasi (wasathiyah) Islam.

Kembali ke soal moderat-kanan dan moderat-kiri. Perbedaan dua kutub pemikiran dari keempat tokoh papan atas Muhammadiyah terlihat dalam menyikapi relasi Islam dengan politik atau negara. Termasuk dalam menyikapi penerapan Peraturan Daerah (Perda) yang bernuansa agama atau terkenal dengan sebuatan Perda Syariat.

Saat menjabat sebagai Ketua Umum PP Muhammadiyah, dalam berbagai kesempatan, Syafii Maarif menyatakan ketaksetujuannya kepada mereka yang hendak menjadikan Islam sebagai ideologi negara. Buya Syafii menyebut mereka yang hendak menggantungkan penerapan Syariat Islam ke pundak negara mencerminkan ketakberdayaannya.

Dalam pandangan Buya Syafii Maarif, dengan formalisasi Syariat Islam melalui negara yang begitu parsial justru akan melemahkan posisi Islam sebagai agama rahmatan li al-âlamîna. Pada kesempatan lain Syafii Maarif mengatakan bahwa “Perda Syariat sebetulnya tak perlu, karena telah ada KUHP. Yang penting pelaksanaannya sesuai undang-undang yang ada. Jangan hanya aturannya saja yang ada, namun tidak dilaksanakan.”

Begitu juga Haedar Nashir. Saat masih menjabat sebagai salah satu Ketua PP Muhammadiyah, secara terpisah dia menegaskan kembali penolakannya terhadap negara Islam. Munculnya desakan atas kembalinya Piagam Jakarta dan penegakan Syariat Islam menunjukkan Indonesia tengah mengalami persoalan mendasar kenegaraan.

Haedar Nashir juga mengungkapkan bahwa ada banyak kebijakan yang tertuang dalam bentuk perda-perda Syariat yang mengandung unsur-unsur diskriminatif bahkan mendorong terciptanya kekerasan di wilayah publik.

Berbeda dengan Syafii Maarif dan Haedar Nashir, Ustadz Yun justru cenderung menyikapi positif lahirnya Perda Syariat. Tergambar saat Ustaz Yun ‘protes’ atas Rekomendasi Komnas HAM Johny Nelson Simajuntak yang meminta Kemendagri untuk meninjau Perda Syariat yang diterapkan di sejumlah daerah.

Ustadz Yun menilai pernyataan Johny yang menyebut Perda Syariat, termasuk pelarangan miras, berpotensi menimbulkan konflik di masyarakat sangat mengada-ada. Ustadz Yun berpendapat bahwa pernyataan tersebut tak pantas keluar dari seorang Komisioner Komnas HAM.

Din Syamsuddin senada dengan Ustadz Yun. Din mencoba bersikap hati-hati dalam menyikapi maraknya tuntutan penerapan Perda Syariat. Kehati-hatiannya tergambar dari sikapnya yang enggan mengomentari urgensi munculnya Perda Syariat. Din Syamsuddin menyatakan: “Kami belum membahas soal itu. Saat ini ada tarikan ke kiri dan ke kanan yang begitu rupa.” Pernyataan ini merupakan respon Din Syamsuddin dalam menyikapi maraknya tuntutan penerapan Perda Syariat di banyak daerah. Bersambung!

Baca Juga  Kisah Samik Ibrahim Menagih Utang Militer
Related posts
Inspiring

Bintu Syathi’, Pionir Mufassir Perempuan Modern

6 Mins read
Bintu Syathi’ merupakan tokoh mufassir perempuan pertama yang mampu menghilangkan dominasi mufassir laki-laki. Mufassir era klasik hingga abad 19 identik produksi kitab…
Inspiring

Buya Hamka, Penyelamat Tasawuf dari Pemaknaan yang Menyimpang

7 Mins read
Pendahuluan: Tasawuf Kenabian Istilah tasawuf saat ini telah menjadi satu konsep keilmuan tersendiri dalam Islam. Berdasarkan epistemologi filsafat Islam, tasawuf dimasukkan dalam…
Inspiring

Enam Hal yang Dapat Menghancurkan Manusia Menurut Anthony de Mello

4 Mins read
Dalam romantika perjalanan kehidupan, banyak hal yang mungkin tampak menggiurkan tapi sebenarnya berpotensi merusak, bagi kita sebagai umat manusia. Sepintas mungkin tiada…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *