Oleh : Azrul Tanjung*
Prof. Yunahar Ilyas adalah seorang intelektual muslim dari Bukkittinggi yang memiliki ketegasan namun meneduhkan. Saya mengenal Buya Yun sebagai wakil ketua MUI Pusat yang kebetulan saya juga aktif di sana, dan sama-sama di PP Muhammadiyah walaupun beda fokus bidang kerja. Beliau sebagai Ketua PP Muhammadiyah dalam bidang Tarjih, Tajdid, dan Pemikiran Islam ditambah dengan Tabligh. Buya Yun, seorang ulama yang menguasai fikih, hadis, tafsir, ilmu ushul, dan penghafal Al-Qur’an (hafidz).
Ketegasan
Saya memandang Buya Yun sebagai ulama yang tegas. Karena melihat sikapnya dalam beberapa hal yang akan dijelaskan dalam tulisan untuk mengenang Almarhum, dan sebagai Ulama Buya Yun, berusaha membangkitkan kembali dakwah tauhid dalam masyarakat dan cara beragama sesuai dengan tuntunan Rasulullah.
Ketegasan Buya Yun di kalangan keluarga besar Muhammadiyah, terlihat misalnya pada tahun 2017 mencuat tuduhan bahwa Muhammadiyah terkontaminasi paham Wahabi. Hal itu berdampak pada pembakaran dan pengrusakan Komplek Masjid At-Taqwa Desa Sangso Kecamatan Samalanga di Aceh. Lantas Ulama jebolan Fakultas Ushuluddin, Universitas Islam Imam Muhammad Ibnu Su’ud, Riyadh, Saudi Arabia (1983).
Buya Yun, menegaskan bahwa Muhammadiyah bukan Wahabi. semua Muhammadiyah itu sama. Barangkali mereka yang belum paham, terhasut dari ceramah atau pidato-pidato yang menjadikan Wahabi ini sebagai senjata untuk menyerang lawan-lawannya. Tegas Buya Yun, untuk menghentikan fitnah dan tuduhan Muhammadiyah Wahabi.
Sebagai wakil ketua di MUI Pusat. Buya Yun, sangat tegas saat menjadi saksi ahli dalam kasus yang paling menguras energi umat Islam. Kasus dugaan penistaan agama dengan terdakwa Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.
Beliau menegaskan pandangannya terhadap tafsir surat al-Ma’dah ayat 51 itu sudah sangat jelas berbicara tentang haramnya memilih pemimpin non muslim. Oleh karena itu, terkait pernyataan ahok yang menyebutkan kata “dibohongi pake al-Mai’dah macam-macam itu” Basuki Tjahja Purnama alias Ahok terang telah menistakan ayat-ayat Allah. dalam hal ini, Buya Yun tegas mengatakan Ahok telah menistakan agama Islam.
Selain itu, yang tidak boleh juga dilupakan bahwa Buya Yunahar menegaskan, jika umat Islam ingin maju, mereka harus kembali berpegang teguh kepada Al-Qur’an dan sunah Rasulullah SAW.
Ulama yang Meneduhkan
Buya Yun, sebagai ulama meneduhkan, dalam pemecahan persoalan kasus di Aceh memberikan himbauan. Ke depan, Muhammadiyah berharap supaya perbedaan pendapat itu dihadapi di atas dengan cara-cara yang elegan dan sesuai dengan ajaran agama. Dengan dialog atau diskusi, hindari segala kekerasan. Supaya Indonesia bisa menjadi negara yang aman, tidak ada konflik-konflik horizontal. Karena konflik horizontal merugikan.
Dan ada juga kenangan yang cukup menggelitik bersama dengan Buya Yun. Saat di MUI ada acara buka bersama dengan Wakil Presiden saat itu Pak Jusuf Kalla, Buya Yunahar diberikan bicara 5 menit di depan ketua-ketua Ormas Islam. Di antaranya ada dari perwakilan PBNU.
Sebagai wakil ketua MUI Pusat, Buya menyampaikan kalau teman-teman dari NU berkumpul, obsesinya itu ingin membuat Kampus/Universitas seperti Muhammadiyah. Ada UMM, UMY, dan lain-lain. Lalu, berkumpul-berkumpul niatnya buat Universitas lama-lama jadi pondok pesantren. Begitu pula warga Muhammadiyah, kalau mereka berkumpul obsesinya bikin pondok pesantren. Eh lama-lama niatnya buat pondok pesantren, jadi sekolahan juga.
Buya Yunahar, seolah ingin menyampaikan bahwa masyarakat Indonesia yang majemuk dan ada banyak organisasi Islam di Indonesia ini untuk saling kerja sama, kerja organisasi dengan fokus pada bidang yang digeluti masing-masing untuk mendorong Indonesia maju.
Kesan Bersama Buya Yun
Sebelum diakhiri kenangan ini, saya ingin membagikan kesan khusus yang tidak bisa dilupakan dari cara dakwahnya yang meneduhkan. Buya senang menceritakan dakwah Nabi Muhammad SAW yang menggembirakan. Jadi, katanya dulu, ulama dari Hadramaut datang ke Indonesia untuk mengislamkan nusantara. Sekarang terbalik, malah sekarang sedikit jumlahnya ulama dari Hadramaut itu senangnya mengkafirkan.
Wali songo itu dulu mengislamkan orang, sekarang malah mengafirkan orang. Jadi, dakwahlah seperti Rasullah, karena itu, kan contohnya. Dakwah itu yang menggembirakan dan menyejukkan.
Diceritakan, ada orang yang datang ke Rasullah, bertanya: “Wahai Nabi, celaka saya!” Nabi kemudian bertanya, “Kenapa?” Sahabat tersebut menjawab, “saya melakukan hubungan suami istri di siang hari pada bulan Ramadan.” Nabi memberikan syarat, merdekakan budak, kalau begitu kamu harus puasa dua bulan berturut-turut. Bagaimana saya bisa puasa dua bulan ya Rasulullah, satu bulan saja aku langgar. Kalau begitu, berikan makan kepada 60 orang miskin. Jawabnya: Saya ini yang paling miskin di antara yang miskin. Jadi, ini buat saya, ya Rasulullah. Ini, kan, harusnya dihukum tapi Nabi dengan tersenyum ya sudah ambil.
Jadi, dakwah itu yang menyenangkan jangan buat orang malah kabur dari Islam.
*) Ketua Komisi Pemberdayaan Ekonomi Umat MUI