Kebahagiaan dalam rumah tangga tidak dapat terwujud jika hanya mengandalkan hak dan kewajiban antara suami dan istri. Perlu ada dukungan nilai seperti romantisme dan kemesraan. Dua hal ini sebenarnya telah diajarkan oleh Rasulullah bersama istri-istrinya yang terekam di dalam syirah maupun hadis. Namun sayang, ulasan mengenai hal ini jarang diungkap secara utuh.
Rasulullah di dalam kehidupan rumah tangga, dikenal sebagai sosok suami yang romantis dan mesra. Tidak ada laki-laki Arab yang melebihi beliau dalam hal ini. Dalam kajian yang dilakukan penulis, setidaknya ada sembilan fakta yang mengungkapkan sisi romantisme dan kemesraan kehidupan beliau bersama istri-istrinya. Tulisan ini berkepentingan menyampaikan hal tersebut kepada pembaca.
Dikarenakan tulisan ini sangat sensitif, dan memang dikhususkan untuk yang telah berkeluarga, maka penulis menyarankan bagi pembaca yang jomblo agar tidak baper. Jadikanlah tulisan ini sebagai referensi ketika menikah besok. Jangan dipraktikkan pada pacar Anda, apalagi pacar teman Anda, karena itu sangat menyakitkan.
Fakta Pertama
Bentuk romantisme dan kemesraan yang pertama adalah bahwa Rasulullah selalu memanggil istrinya dengan kalimat yang baik. Beliau tidak pernah meninggikan suara, membentak, bahkan menyindir istri-istrinya dengan kata-kata kasar. Beliau selalu menunjukkan kelembutan, bahkan memberikan sedikit hiperbola ketika memanggil istrinya.
Sebagai contoh, beliau memanggil Aisyah dengan sebutan “Asiy”, yang artinya “Aisyahku sayang”. Di lain kesempatan beliau memanggil Aisyah dengan julukan “humaira” yang artinya “perempuan yang berpipi merah.” Seorang perempuan pasti terpesona jika dipanggil, apalagi depan umum, dengan panggilan yang romantis dan mesra seperti itu.
Setiap daerah pasti memiliki kekhasan dalam memuliakan perempuan. Misal saja di Turki, wanita cantik diukur dari matanya. Mata wanita cantik di Turki diibaratkan seperti mata gazelle atau rusa, yang bentuknya bulat, hitam, dan bening. Untuk merayu seorang perempuan, lelaki Turki biasanya memujinya dengan simbol tersebut. Hal ini dilakukan Ertugrul, ayah dari Osman, pendiri Khalifah Turki Usmani. Dia mengatakan pada putri Halime istrinya; “aku tidak bisa tidur, karena mata rusa itu menembus hatiku.” Hal serupa juga dilakukan Osman ketika merayu Balla Hatun, anak Syaikh Edebali; “Sungguh mata rusa itu tidak bisa hilang dari ingatanku.”
Intinya, panggillah istri dengan kata-kata yang baik. Bahkan jika bisa diberi bumbu-bumbu agar semakin mantap. Misal, wahai istriku sing ayu dewe… Begitu juga istri jika memanggil suaminya dengan kata-kata yang baik. Misal, wahai singaku… Panggilan-panggilan yang baik pasti akan memberikan dampak harmonis dalam keluarga. Jika tidak percaya silahkan dibuktikan.
Di Indonesia sering terjadi salah kaprah. Agar terlihat Islami, untuk mengamalkan sunah, seorang suami memanggil istrinya dengan sebutan ummiy yang artinya ibuku, begitu juga sebaliknya seorang istri memanggil suaminya dengan abiy yang artinya bapakku. Padahal secara fikih, hal itu termasuk zihar, menyamakan istri dengan ibu kandung atau sebaliknya. Hukumnya sang suami atau istri tidak boleh mendatangi pasangannya lagi.
Fakta Kedua
Romantisme dan kemesraan selanjutnya adalah bahwa Rasulullah biasa mencium dan memeluk istri. Bagi yang belum menikah sebaiknya jangan membayangkan hal ini. Pikirkanlah menikah terlebih dahulu. Namun, bagi yang sudah menikah tirulah kebiasaan beliau berikut ini.
Mencium dan memeluk merupakan bentuk kasih sayang yang diberikan Allah kepada manusia. Rasulullah sempat menghardik seorang ayah yang tidak pernah mencium anak-anaknya. Bahkan beliau tidak suka dengan suami yang tidak pernah mencium dan memeluk istrinya.
Mencium dan memeluk istri, selain memberikan dampak pada kesehatan jantung, di sisi lain memberikan ketenangan batin kepada kedua belah pihak, baik suami maupun istri. Hal ini dilakukan Rasulullah tanpa melihat momentum. Artinya, semakin sering semakin baik.
Ketika hendak pergi salat, Rasulullah menyempatkan mencium istrinya, baik di bulan Ramadhan, maupun di bulan-bulan lainnya. Bahkan ketika i’tikaf Rasulullah menyempatkan mencium istrinya. Ketika mau pergi berperang juga demikian.
Aisyah ketika ditanya bagaimana perasaannya ketika dicium dan dipeluk Rasulullah, tidak dapat menjawab, kecuali hanya tertawa. Itu artinya yang ia rasakan hanyalah kebahagiaan. Kebahagiaan sejati itu memang tidak dapat diungkapkan dengan kata-kata.
***
Rasulullah mencium istrinya tepat di kening, yakni di antara dua alis. Sebenarnya mencium istri boleh di mana saja, bisa di telinga atau mungkin di lehernya. Ketika hendak tidur, beliau bukan hanya mencium, tetapi juga memeluknya. Meskipun sedang haid, beliau tetap mengajak istrinya tidur bersama. Beliau melakukannya di bawah satu selimut, terkadang dalam satu sarung. Bahkan, juga mencumbunya di antara pusar dan sela-sela paha isterinya, tetapi tidak menyetubuhinya.
Sikap Rasulullah di atas sekaligus membantah, perilaku negatif orang Yahudi terhadap perempuan-perempuan yang sedang haid. Dalam tradisi Yahudi, wanita yang sedang haid, dipisahkan dari tempat tidur, disingkirkan dari meja makan, bahkan diasingkan ke sebuah tempat. Islam memberikan sikap yang jauh lebih baik daripada Yahudi.
Ketika seorang istri membuatnya marah, Rasulullah tidak meninggalkannya begitu saja. Cara beliau meredam amarah isterinya adalah dengan cara memeluknya. Lalu kemudian membisikkan di telinganya, “wahai isteriku ingatlah Allah”. Jangan sampai, kata-kata kasar keluar dari lisannya.
Dalam riwayat yang lain Rasulullah mengatakan jangan sampai masalah keluarga keluar dari kamar. Maksudnya, masalah keluarga diselesaikan dengan baik-baik, gunakan kepala dingin, perdebatan yang terjadi diisolir saja di dalam kamar. Kalau diselesaikan di kamar, masalah tersebut cepat selesai. Jangan ditampakkan keluar, apalagi terlihat oleh mertua dan anak.
Fakta Ketiga
Fakta selanjutnya, yang menunjukkan keharmonisan dan kemesraan adalah bahwa Rasulullah sesekali mengajak isterinya menonton hiburan.
Sebagian besar istri Rasulullah adalah janda yang sudah berumur. Aisyah adalah satu-satunya istrinya yang perawan dan paling muda. Antara Rasulullah dan Aisyah terpaut 45 tahun. Selisih umur yang begitu jauh tentu saja berpengaruh dalam kehidupan rumah tangga. Meskipun begitu, beliau dapat membangun romantisme dan kemesraan bersama isterinya.
Aisyah memiliki jiwa kekanak-kanakan sekaligus sifat manja. Jika marah, Aisyah selalu ekspresif, kata-kata ketus dapat muncul dari lisannya. Permasalahannya adalah bagaimana Rasulullah menaklukan hati Aisyah atau istri-istrinya? Atau, dalam pertanyaan lain, bagaimana Rasulullah mendewasakan isteri-isterinya?
Sifat dan karakter Aisyah yang seperti itu terkadang membuat Rasulullah kerepotan. Namun beliau tidak kehilangan akal, selalu ada cara untuk menaklukan hati seorang wanita. Bagi suami yang memiliki isteri seperti Aisyah perlu mempelajari strategi Rasulullah berikut ini.
***
Rasulullah sesekali mengajak istrinya mendatangi hiburan. Suatu ketika terdengar ada pentas seni yang dilakukan orang-orang Habasyi. Melihat Aisyah sedang termenung, beliau kemudian mengajaknya untuk melihat pertunjukan tersebut. Sesampainya di lokasi, beliau duduk di sebuah kursi, sementara Aisyah berada di belakang punggungnya sembari melingkarkan tangan di leher beliau. Dalam riwayat yang lain dijelaskan bahwa pipi Aisyah dan Rasulullah bersentuhan.
Bisa dibayangkan betapa romantisnya adegan tersebut. Mungkin Rasulullah tidak hanya berdiam diri, pasti kedua tangan Aisyah yang melingkar tersebut juga dipegang olehnya. Bagi pembaca yang jomblo tidak usah baper membayangkan hal ini.
Pelajaran yang dapat diambil adalah seorang suami perlu mengajak istrinya jalan-jalan melihat hiburan. Sesekali bolehlah ke bioskop, shoping, atau ke tempat yang menyenangkan. Gandenglah istri, rangkullah istri, tunjukan keharmonisan itu kepada orang lain sewajarnya.
Fakta Keempat
Romantisme dan kemesraan selanjutnya adalah bahwa Rasulullah kerap memberikan hadiah kepada isteri. Ketika pulang dari berpergian jauh, beliau punya tradisi membawakan hadiah buat istri-istrinya. Aisyah adalah salah seorang istri yang paling beruntung. Sebab dialah yang paling sering mendapatkan hadiah, dan hadiah tersebut pasti yang paling bagus.
Hal seperti itu perlu ditiru. Setiap penulis melaksanakan tugas jauh, pasti pulang membawakan hadiah buat istri. Namun, ada yang lebih hebat lagi, yaitu senior penulis. Setiap kali dia pergi ke luar kota, ketika pulang dia selalu mampir ke toko bunga. Saya tanya buat apa bunga tersebut? Jawabnya buat isteri saya. Wah, romantis sekali.
Hadiah merupakan simbol dari rasa cinta. Sebesar apapun hadiah tersebut, yang terpenting adalah makna yang tersembunyi di balik hadiah tersebut, yaitu kepedulian dan perhatian. Hal inilah yang membahagiakan seorang isteri. Apalagi hadiah itu diberikan pada saat yang sakral, seperti hari ulang tahun, memperingati hari pernikahan, dan ketika lama tidak berjumpa. (Bersambung)