Berita duka mengenai wafatnya Prof. Dr. H. Yunahar Ilyas, Lc. M.Ag. memberi bekas bagi banyak orang yang pernah berinteraksi dengan beliau. Bukan saja dari kalangan intelektual tarjih Muhammadiyah, melainkan juga dari pegiat muda Muhammadiyah. Hingga jenazah beliau dimakamkan di Pemakaman Muslim Karangkajen Yogyakarta, berbagai ucapan belasungkawa dan testimoni terus mengalir.
Tidak terkecuali di media sosial facebook dan twitter. Prof. Yunahar dikenal luas sebagai ulama Muhammadiyah yang sangat terbuka dengan dialog. Kendati ia sering tak bersepakat dengan isu-isu tertentu, beliau tetap menerima dialog dan memberi jalan solusi. Ia disukai karena ramah dan santun.
Prof. Yunahar merupakan orangtua, guru dan ulama Muhammadiyah yang menjadikan ilmunya sebagai sarana merangkul orang banyak. Ia dikenal egaliter dan berwawasan maju. Begitu juga dengan penuturan Herni Ramdlaningrum peneliti senior dan program manager lembaga Prakarsa dan pengurus Majelis Pelayanan Sosial PP Muhammadiyah. Ia mencatat bahwa Prof. Yunahar banyak membantu majelis dalam memberi saran bagaimana memperbaiki layanan sosial Muhammadiyah termasuk panti asuhan.
Catatan Herni
Herni menulis, “sekitar tahun 2011 sampai 2013, saya dan kawan-kawan MPS melakukan evaluasi dan refleksi mengenai kualitas pengasuhan anak di Panti Asuhan Muhammadiyah/Aisyiyah, sebuah layanan sosial yang menjadi ruh Muhammadiyah sejak berdiri yang diberikan kepada anak-anak yatim, miskin dan terlantar. Saat itu, berulang kali kami berkonsultasi dan meminta pandangan kepada Prof, Yunahar mengenai nilai-nilai apa yang ada dalam Al-Quran dan Sunnah mengenai perlindungan dan pengasuhan anak. Dua kisah yang paling melekat dalam memori saya atas apa yang disampaikan oleh Prof. Yunahar” ungkapnya sebagaimana dikutip dari unggahan di facebook.
Herni juga mengungkap poin penting dari tanggapan balik Prof.Yunahar berkaitan dengan bagaimana layanan sosial panti asuhan seharusnya berfungsi berdasarkan pada sejarah Islam masa Rasulullah. “Pertama, mengenai cara rasul dalam melindungi dan mengasuh anak yatim/piatu dan terlantar bukanlah dengan menempatkan anak-anak tersebut di panti asuhan. Tetapi membawa mereka pulang ke rumah rasul, memberikan pakaian, memberikan makan, dan menjadikan diri rasul sebagai ayah dari anak tersebut.”
Prof. Yunahar sebagaimana ditulis Herni mengatakan “diriwayatkan dalam sebuah hadis bahwa pada suatu hari raya Idul Fitri, Rasulullah SAW melihat seorang anak yatim, lalu beliau mengelus dan merangkulnya, berbuat baik padanya, membawa anak itu ke rumah beliau, lalu berkata kepada anak yatim itu, ”Wahai anak, maukah engkau bila aku menjadi ayahmu dan Aisyah menjadi ibumu?” Bagi Herni, Prof. Yunahar sangat mendukung upaya penguatan dan pemberdayaan anak-anak yatim piatu.
Catatan lain yang dikenang oleh Herni adalah penyampaian Prof. Yunahar mengenai kisah nabi Ibrahim dan nabi Ismail yang egaliter. “Menurut Prof. Yunahar, Kepatuhan Ismail untuk menunaikan wahyu Allah melalui mimpi ayahnya, nabi Ibrahim tidak pernah diambil secara sepihak, tetapi melalui diskusi dan meminta pendapat nabi Ismail. Dan wahyu itu dilaksanakan atas suara dan persetujuan Ismail” terang Herni.
.
Editor: Yahya FR