Sistem politik demokrasi meniscayakan adanya suatu distribusi kekuasaan yang resiprokal antara satu lembaga suprastrukrur dengan lembaga suprastruktur lainnya. Selain itu, dalam sistem politik demokrasi juga harus diimbangi dengan kekuatan infrastruktur politik, agar negara tidak mengarah pada sistem yang otoritarianisme.
Fungsi-fungsi lembaga infrastruktur politik oleh karena itu menjadi penting keberadaannya bila melihat hal tersebut. Termasuk peran-peran organisasi masyarakat (ormas) Islam sebagai lembaga atau institusi di luar lembaga pemerintahan (baca: lembaga infrastrutur politik). Istilah check and balance pun menjadi suatu istilah yang tidak hanya mesti diagungkan lewat kata, tapi juga harus diagungkan dalam sikap dan perilaku, agar tercipta iklim demokrasi yang sejuk dan menyehatkan.
Di negara mayoritas muslim semisal Indonesia, gerakan Islam yang tercermin dalam ormas-ormas Islam bermunculan di sana-sini. Hal tersebut memungkinkan ormas Islam menjadi motor untuk menginisiasi peran-peran strategis kebangsaan dalam relasinya dengan negara. Sebab itu, ormas Islam punya modal yang cukup untuk menjadi kekuatan civil society.
Ormas Islam sebagai kekuatan masyarakat sipil, karenanya menjadi harapan dan impian bersama untuk senantiasa menyeimbangkan kehidupan berdemokrasi. Hal yang menarik, mengapa harapan dan impian tersebut dialamatkan pada gerakan/ormas Islam? Seberapa kuat peran gerakan/ormas Islam dalam keterlibatannya mengawal demokrasi agar tidak terjadi infiltrasi oleh gagasan-gagasan totalitarianisme atau otoritarianisme?
Gerakan Islam dan Civil Society
Harapan dan impian yang dialamatkan pada gerakan atau organisasi Islam agar senantiasa mengawal kehidupan berbangsa dan bernegara datang dari berbagai elemen masyarakat. Pilihannya adalah apakah gerakan Islam hari ini mau merebut harapan dan impian tersebut untuk diwujudkan menjadi kenyataan atau sebaliknya, yaitu organisasi Islam yang hanya menjadi lembaga pemroduksi doktrin-doktrin ajaran agama saja.
Tentu yang diinginkan umat yaitu gerakan Islam yang tidak hanya berisi doktrin-dokrin saja, melainkan gerakan keislaman yang menjelma menjadi aksi-aksi nyata untuk menyelesaikan masalah-masalah kebangsaan dan kemanusiaan.
Ezzati dalam Dinamika Sistem Politik Indonesia menyebutkan bahwa gerakan Islam merupakan suatu aktivitas spiritual meupun duniawi, baik secara individual maupun masyarakat yang terdapat unsur-unsur Islam. Gerakan Islam tersebut dapat bersifat ideologis, seperti aliran Asy’ariyah, Muktazilah, Syi’ah dll. Selain itu, gerakan Islam juga bisa menjelma dalam gerakan ekonomi, sosial, ataupun gerakan pembebasan dari cengkraman kolonialisme dan imperialisme (Mulyana Aziz & Syarief Hidayat, 2016).
Menurutnya, karakteristik gerakan Islam yaitu :
- Bersifat islami;
- Wataknya bersifat anti penindasan dan gerakannya merupakan tugas keagamaan;
- Tidak bersifat rasisme, sistem kelas, dan materialisme;
- Gerakannya bersifat global, tidak terbatas ruang dan waktu;
- Gerakan Islam bersifat revolusi massa;
- Gerakan Islam merupakan gerakan umat semesta, maka musuh-musuhnya juga bersifat global seperti kapitalisme, zionisme, materialisme, atau ateisme.
Watak gerakan Islam di atas mengindikasikan bahwa gerakan Islam tidak sebatas berkutat pada doktrin-doktrin agama saja. Lebih jauh, gerakan Islam berbicara tentang pembebasan umat manusia dari belenggu-belenggu duniawi, seperti sistem yang represif dan eksploitatif. Termasuk dari kerangkeng dan kesewenang-wenangan penguasa yang dilegitimasi negara dalam lembaga-lembaganya.
Sementara itu, konsep civil society atau masyarakat sipil menurut Tocqueville merupakan entitas untuk mengimbangi kekuatan negara, meng-counter hegemoni yang dilakukan oleh negara, serta menahan intervensi-intervensi berlebihan negara.
Civil society mempunyai kesadaran hidup berbangsa dan bernegara, sehingga keberadaannya mampu menjadi penyeimbang kekuatan dominasi negara. Dalam sistem politik demokrasi, masyarakat sipil yang terakomodasi melalui berbagai ormas merupakan basis-basis kekuatan seluruh masyarakat. Berdasarkan hal tersebut, adanya kelompok masyarakat sipil menjadi penting dalam rangka mengawal negara agar tidak terjerumus pada sistem totaliter.
Harapan pada Gerakan Islam
Gerakan Islam punya bekal dan modal yang besar untuk menjadi garda depan kekuatan civil society. Salah satu modal yang dipunyai gerakan Islam yaitu karakteristik gerakan Islam yang berwatak pembebasan dan gerakan revolusi massa.
Mayoritas muslim di Indonesia juga menjadi keuntungan tersendiri untuk menguatkan konstruksi civil society. Sebab, ormas Islam (bernapaskan Islam) sebagai pengejawantahan dari gerakan Islam yang jumlahnya lumayan besar dibanding dengan ormas yang mempunyai platform ideologi lainnya.
Gagasan-gagasan pembebasan Islam yang banyak dicetuskan oleh tokoh-tokoh pemikir Islam, seperti Asghar Ali Engineer, Hasan Hanafi, Muhammad Iqbal, Muhammad Abduh dan yang lainnya bisa dijadikan dasar ideologis untuk menguatkan gerakan Islam.
Dengan kekuatan yang ada, gerakan Islam diharapkan mampu menjadi penyeimbang hidup berbangsa dan bernegara atau menjadi kelompok civil society. Orientasinya jelas, agar sistem yang ada tidak megarah pada kediktatoran, atau sebaliknya yaitu sistem anarkisme.
Gerakan Islam yang tercermin dalam ormas-ormas Islam juga diharapkan mampu menyuplai fondasi moral dan pesan-pesan ketuhanan untuk para penguasa dan masyarakat luas. Sehingga, cita-cita baldatun thayyibatun wa rabbun ghaffur sebagaima yang diinginkan oleh semua umat beragama bisa senantiasa terus diusahakan hingga nanti.
Editor: Lely N