Perspektif

Menangani COVID-19 di Australia: Pentingnya Belajar dari Kesalahan

5 Mins read

Dua Minggu Genting di Australia

Beberapa pelan terakhir adalah adalah pekan yang tidak menentu bagi warga Australia. Per pekan ini, hampir semua provinsi di Australia sudah menyatakan pembatasan, atau setidaknya waspada dengan adanya gelombang kasus baru. Beberapa pekan lalu, provinsi Victoria sudah melakukan pembatasan sementara (lockdown) selama dua pekan karena ada gelombang kasus baru.

Baru saja sedikit bernafas, tiba-tiba provinsi New South Wales (NSW) yang mendeklarasikan pembatasan karena kluster baru di kawasan Bondi, yang menyebabkan beberapa Kabupaten/Kota utama di sekitar Sydney Raya mengalami pembatasan besar-besaran.

Pekan ini, giliran pemerintah provinsi Queensland, Australia Barat, dan Australia Utara yang menyatakan pembatasan. Australia Selatan menyatakan waspada karena ada kasus yang berada di hotel karantina mereka. Praktis, tinggal Tasmania yang masih mengalami ‘hari donat’ alias nol kasus.

Penyebabnya tak lain adalah varian delta yang sudah meluluhlantakkan infrastruktur kesehatan di beberapa negara. Australia sedang berjuang menghadapi varian baru ini, karena penularannya yang jauh lebih berbahaya. Di NSW, varian delta menyebar di kawasan Pantai Bondi dan membuat semua orang jadi waswas, terutama Menteri Besar NSW Ibu Gladys Berejiklian dan Kepala Jawatan Kesehatan Dokter Kerry Chant.

Satu kabar baik datang dari konferensi pers Bunda Palaszczuk hari Kamis pagi: dari dua kasus yang ada di Queensland hari ini, satu adalah kontak dekat dari pasien yang sudah ada dan satu lagi pekerja bandara yang tinggal di Kabupaten Teluk Moreton. Hari Jumat, beliau memutuskan pembatasan sementara ditambah satu hari hingga Sabtu pukul 6 sore.

Peran Kepala Jawatan Kesehatan Australia

Tidak ada yang menyangkal kalau orang yang punya saham paling besar dalam memutuskan kebijakan masa pandemi ini bukanlah Ibu Annastacia Palaszczuk, Menteri Besar Queensland saat ini, melainkan Dr. Jeannette Young, Kepala Jawatan Kesehatan (“Chief Health Officer“) Queensland.

Orang-orang bilang Dokter Young bagaikan ‘menteri tak terlihat’ – semua kebijakan yang disampaikan oleh Ibu Palaszczuk dan Pemprov Queensland berasal dari beliau dan tim Jawatan Kesehatan Queensland yang beliau pimpin. Dokter Young-lah yang memutuskan – sebelum diresmikan oleh Menteri Besar: kapan perbatasan antar-provinsi buka, kapan pembatasan dilakukan, dan apa yang harus dilakukan jika ada kasus baru.

Baca Juga  Mempertahankan Benteng Terakhir dari Serangan Covid19

Mungkin, Dokter Young memainkan peran yang sama dengan apa yang dilakukan oleh Pak LBP di Indonesia, yang kini menjadi Koordinator PPKM Mikro. Tentu Dokter Young sama sekali tidak punya latar belakang kemiliteran, bisnis, atau pernah jadi tim sukses partai politik.

Beliau hanya seorang tenaga kesehatan profesional yang diminta memberikan nasihat untuk pemerintah provinsi. Tentu artinya kebijakannya juga tidak berpihak pada sektor bisnis dan dunia usaha, malah banyak pertimbangan kesehatan untuk menyelamatkan rakyat Queensland dari penularan COVID-19 yang berbahaya.

***

Dokter Young adalah dokter dan profesional yang menghabiskan karier beliau di dunia kesehatan. Beliau sendiri bukan orang yang lahir dan besar di Queensland. Masa kecil beliau dihabiskan di Sydney hingga lulus dari Fakultas Kedokteran Universitas Sydney.

Beliau kemudian memulai karier sebagai dokter dan pegawai di RS Westmead di Sydney Barat, sebelum kemudian pindah ke Queensland untuk menjadi Direktur Pelayanan Medis di RS Rockhampton, Queensland Tengah.

Beliau mendapatkan Gelar Magister Administrasi Bisnis di Universitas Macquarie, dan kemudian di tahun 1999 pindah ke RS Putri Alexandra di Brisbane untuk menjadi Direktur Pelayanan Medis. Pada tahun 2005, akhirnya beliau dilantik menjadi Kepala Jawatan Kesehatan hingga sekarang.  

Sebagai Kepala Jawatan Kesehatan Queensland-lah beliau kemudian punya peran penting dalam penanganan pandemi. Queensland menutup perbatasan setelah dapat beberapa kasus di bulan Maret, dan di bulan Mei berhasil kembali dengan 0 kasus –atau “hari donat” kata orang sini.

Karena sudah tidak ada kasus, Queensland sudah meringankan pembatasan sejak bulan Juli 2020, dan kita bisa keluar rumah secara terbatas selama masih dalam provinsi Queensland atau daerah lain yang tidak ada penularan. Tidak perlu pakai Masker juga selama tidak ada pembatasan. Eh, tapi tunggu dulu! Ada 1-2 kasus saja di masyarakat, kebijakan pembatasan diberlakukan kembali, lengkap dengan aturan masker dan kerja dari rumah. Seperti yang terjadi pekan ini di Queensland.

Kategori Kasus

Secara umum, ada 3 kategori kasus yang ditangani oleh tim jawatan kesehatan Queensland. Kategori pertama adalah kasus yang didapat dari luar negeri. Pemerintah Australia memberlakukan penutupan perbatasan internasional secara ketat.

Baca Juga  Merealisasikan Kampus Merdeka di Tengah Wabah Corona

Warga Negara Australia diminta pulang, atau tetap berada di luar negeri jika mereka masih ingin bekerja di sana. Mereka yang datang dari luar negeri dites sekembalinya ke Australia, dan kategori kedua adalah penularan masyarakat. Nah, inilah yang bikin kita deg-degan.

Jika ada satu kasus yang terdeteksi berada di masyarakat, semua orang jadi waswas dan parno sendiri. Biasanya ada banyak penyebab: pernah ada tenaga kesehatan dan petugas kebersihan yang tertular di hotel karantina.

Lalu sekarang ada pekerja warung di bandara internasional yang sepertinya tertular ketika bekerja. Atau mereka yang baru kembali dari daerah yang baru saja ada penularan. Jika ada 1-2 kasus seperti ini, biasanya pembatasan ketat sementara akan diberlakukan.

Kategori ketiga adalah ‘kontak dekat’, atau kasus yang didapatkan dari penularan masyarakat, tapi merupakan kontak dekat dari pasien yang sudah positif. Biasanya kalau ada penularan masyarakat, semua orang yang pernah berinteraksi dengan orang yang positif COVID-19 selama 15 menit akan lebih akan dites.

Dari mana kita tahu? Pemerintah memberlakukan lacak kontak di semua fasilitas publik, yang harus kita scan dan isi jika ingin makan di luar atau melakukan aktivitas lain. Pasien tinggal bilang semua tempat yang ia datangi selama terinfeksi, dan ketahuan siapa saja yang berinteraksi dengannya. Mereka kemudian dites.

***

Jika sudah tidak ada penularan masyarakat, semua pembatasan dilonggarkan. Jangan harap kita bisa tes Swab/Antigen sembarangan. Kita hanya bisa tes jika ada gejala dan dirujuk oleh dokter. Jika ingin ke luar daerah, selama itu daerah aman, tidak perlu tes.

Nah, jika daerahnya memberlakukan pembatasan, siapapun yang kembali harus dikarantina selama 14 hari dengan biaya paling rendah Rp 30 Juta (lebih untuk keluarga). Namun, kalau kita ada gejala dan ingin tes, semuanya gratis. Bahkan untuk mahasiswa internasional seperti saya.

Pertanyaannya, dari mana sih kita tahu informasi semacam ini? Bisa lihat Televisi (jika punya) atau cek langsung ke akun facebook Menteri Besar dan Dinas Kesehatan Queensland. Setiap hari pukul 10 pagi, Ibu Menteri Besar melakukan konferensi pers bersama Kepala Jawatan Kesehatan, Kepala Dinas Kesehatan, dan Kapolda. Semuanya dijabarkan tuntas, dan informasinya bisa diakses di semua media sosial yang dikelola pemerintah.

Baca Juga  Bolehkah Orang yang Terpapar Covid-19 Tidak Berpuasa?

Belajar Mengakui Kesalahan

Di sisi lain, pandemi ini memberikan Australia banyak pelajaran. Dalam banyak hal, praktik penanggulangan COVID-19 di Australia terlihat ada bolongnya, dan semua orang yang terlibat belajar dari apa yang terjadi di masa yang sudah-sudah.

Kita jadi tahu kalau ternyata masih ada tenaga kesehatan yang belum divaksin padahal mereka berada di garda terdepan penanganan COVID-19, yang membikin Ibu Palaszczuk jadi marah-marah gegara ini. Ada masalah di karantina, karena hotelnya tidak didesain untuk menanggulangi virus.

Kemaren, Wakil Menteri Besar Queensland Steven Miles marah-marah ke pemerintah pusat karena ada warga yang bisa bolak-balik Australia-Indonesia berkali-kali semasa pandemi dengan kondisi belum divaksin.

Padahal, perbatasan internasional mestinya tutup dan banyak warga Australia (dan mahasiswa Indonesia yang belajar di Australia juga) yang tertahan di luar negeri.

Lalu pemerintah provinsi dan pusat berbeda pendapat soal vaksin, karena perdana menteri ngotot untuk memberikan vaksin AstraZeneca ke anak-anak muda, yang ditentang oleh hampir semua kepala jawatan kesehatan di provinsi karena dianggap punya efek samping yang keras. Di sisi lain, kita juga belajar untuk tidak menambah pelik masalah dengan rasisme karena kasus dari negara-negara tertentu.

***

Meski demikian, apresiasi harus diberikan kepada tenaga kesehatan dan struktur pengambilan keputusan di sektor kesehatan, yang terus belajar dan memperbaiki masalah. Kita tahu ada banyak hal yang bolong dan perlu dibenahi.

Dan itu diakui secara terbuka oleh Kepala Jawatan Kesehatan yang memimpin penanganan pandemi di garis depan. Ke depan, kebijakan bisa saja berubah, terutama jika Australia berhasil memvaksinasi minimal 70% penduduknya, yang diperkirakan selesai akhir tahun ini.

Kita tidak perlu menyangkal dengan virus dll. Yang kita perlu lakukan adalah belajar dari kekeliruan yang ada, mencari tahu dimana kelirunya, dan mencari cara untuk memperbaikinya.

Sebagaimana mahasiswa S3 yang mencari problem penelitian di awal tahun pertama, dan menjawabnya dengan argumen yang meyakinkan di akhir tahun ketiga/keempat.

Duh, kok malah jadi curhat colongan.

Ahmad Rizky Mardhatillah Umar
11 posts

About author
Ketua Pimpinan Ranting Istimewa Muhammadiyah (PRIM) Queensland
Articles
Related posts
Perspektif

Kejumudan Beragama: Refleksi atas Bahtsul Masail Pesantren NU yang Kurang Relevan

3 Mins read
Bahtsul Masail, tradisi intelektual khas pesantren Nahdlatul Ulama (NU), adalah salah satu warisan berharga dalam khazanah keilmuan Islam di Indonesia. Forum ini…
Perspektif

Menjadi Guru Hebat!

3 Mins read
Peringatan Hari Guru Nasional (25 November) tahun ini mengangkat tema, “Guru Hebat, Indonesia Kuat”. Tema ini menarik untuk dielaborasi lebih jauh mengingat…
Perspektif

Mengapa Masih Ada Praktik Beragama yang Intoleran?

3 Mins read
Dalam masyarakat yang religius, kesalihan ritual sering dianggap sebagai indikator utama dari keimanan seseorang. Aktivitas ibadah seperti salat, puasa, dan zikir menjadi…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds