Kehadiran Islam di benua Eropa, bukanlah gejala baru. Islam sesungguhnya telah lama masuk ke Eropa. Puncak kejayaannya ketika Islam berpusat di Spanyol, dalam sejarah Spanyol merupakan pintu gerbang bagi masuknya Islam ke benua Eropa. Masuknya kekuasaan Islam di Spanyol telah membawa perubahan besar pada negara tersebut. Bahkan menyebar secara meluas ke berbagai penjuru dunia.
Spanyol diduduki umat Islam pada era Khalifah al-Walid (705-715 M), salah seorang khalifah dari Bani Umayah yang berpusat di Damaskus. Pada proses penaklukkan Spanyol, terdapat tiga pahlawan Islam yang dapat dikatakan paling berjasa memimpin satuan-satuan pasukan.
Mereka adalah Tharif bin Malik, Thariq bin Ziyad, dan Musa bin Nushair. Di antara ketiganya, hanya Thariq bin Ziyad yang terkenal sebagai penakluk Spanyol. Pasukan Thariq terdiri dari suku barbar dan sebagian lagi orang Arab yang dikirim Khalifah al-Walid.
Pasukan Thariq kemudian menyeberangi selat di bawah pimpinan Thariq. Sebuah gunung tempat pertama kali Thariq dan pasukannya mendarat dikenal dengan Gibraltar (Jabal Thariq). Dengan dikuasainya daerah ini, maka terbukalah pintu yang luas untuk memasuki Spanyol.
Dalam pertempuran di suatu tempat bernama Bakkah, Raja Roderick dapat dikalahkan (Salwasalsabila, 2008). Seiring berjalannya waktu, gelombang perluasan wilayah berikutnya muncul pada masa pemerintahan Khalifah Umar bin Abdul al-Aziz tahun 99 H/717 M. Adapun sasaran Khalifah Umar adalah sekitar pegunungan Pyrenia dan Prancis Selatan.
Benua Eropa merupakan salah satu benua yang cukup luas sekitar 27.273.727 km2, dan terbagi ke dalam 33 negara. Ini sebelum pecahnya Uni Soviet dan Yugoslavia. Dari 33 negara itu diantaranya berada di bagian barat. Secara umum, perkembangan Islam di negara Eropa Barat dapat dikatakan tidaklah begitu pesat. Karena mayoritas agama di Eropa Barat adalah pemeluk agama Kristen, terutama Kristen Katholik Roma (Aliyudin, 2008). Berbeda dengan Thariq bin Ziyad yang masuk ke Spanyol sebagai tentara yang siap menguasai Eropa.
Kedatangan umat Muslim di Eropa pada era modern, lebih sebagai imigran-imigran selepas Perang Dunia II (PD II). Para imigran Muslim ini kemudian menyebar ke berbagai negara di Eropa, seperti Inggris yang banyak ditempati imigran dari anak benua India, dan Jerman yang banyak ditempati imigran dari orang Turki dan Maroko.
Masuknya Islam di Inggris
Secara umum, pada awal abad ke-18 kelompok Muslim pertama tiba di Inggris dari India. Selama 200 tahun selanjutnya, perdagangan dan perniagaan meningkatkan kontak antara Inggris dan negara-negara Muslim, khususnya saat kapal dagang Inggris mulai merekrut awak kapal asing yang dilakukan oleh East India Company dari Yaman, Gujarat, dan Bengal.
Sebagian kecil dari mereka kemudian menetap dan membentuk komunitas kecil di kota-kota pelabuhan di Inggris, terutama London, Liverpool, South Shields, dan Tyneside (Nuraeni, 2020). Dengan hadirnya para imigran ini, secara perlahan mereka mengajar Islam kepada penduduk setempat.
Aktivitas dan Organisasi Dakwah Islam di Inggris
Salah satu kegiatan awal dalam menyampaikan ajaran Islam kepada masyarakat Inggris secara luas adalah pendirian sebuah masjid. Masjid disamping sebagai sarana ibadah juga digunakan sebagai sarana menyampaikan ajaran Islam kepada generasi penerus. Kegiatan ini juga didukung oleh beberapa tokoh yang terlibat, seperti gerakan Deobandi dan Barelwi. Jaringan Deobandi memiliki dua sekolah di Inggris Utara yang menyediakan imam dan guru untuk masjid Deobandi.
Selain itu, gerakan sufisme seperti Naqsabandiyah dan Chishtiyah juga memainkan peran dalam melakukan dakwah di Inggris. Ada juga gerakan Ahl al-Hadits yang dianut kaum Muslim dari anak benua India yang tinggal di Midlands. Jaringan internasional lainnya adalah Liga Islam Ahl al-Bait Dunia (WABIL) sebuah organisasi Syi’ah internasional yang bertempat di London. Kegiatan organisasi ini adalah melakukan pencatatan perkawinan dan perceraian, mendistribusikan opini otoritatif.
Mengumumkan pelaksanaan bulan Ramadhan, menyediakan guru bagi komunitas Syi’ah, membantu korban bencana alam, dan menanggapi prasangka permusuhan dengan non-Muslim dan Muslim Sunni. Selain itu ada juga organisasi payung nasional, seperti pada tahun 1970 berdiri The Union of Muslim Organization (persatuan organisasi-organisasi Muslim), yang disponsori oleh Liga Dunia Muslim yang berbasis di Arab Saudi. Namun, Muslim di Inggris terlalu beragam, sehingga organisasi ini hanya mampu menangani isu-isu praktis, dan tidak berupaya menyatukan sebuah ideologi (Aliyudin, 2008).
Masuknya Islam di Jerman
Jerman mengenal Islam sejak masa raja Charlemange (747-814), ketika raja ini pernah menjalin kontak dengan Khalifah Harun al-Rasyid. Hubungan keduannya bisa terjalin atas dasar persekutuan politik. Menurut Philip K. Hitti di dalam bukunya berjudul History of The Arabs, Raja Charlemange punya kepentingan menghadapi Bizantium yang tidak bersahabat. Oleh karena itu, ia menganggap Harun al-Rasyid adalah sekutu potensial untuk melawannya.
Sedangkan Khalifah Abbasiyah pimpinan Harun al-Rasyid ingin memanfaatkan raja Charlemange untuk menghadapi pesaingnya, yaitu Dinasti Umayyah. Setelah masa raja Charlemenge, hubungan Jerman dengan dunia Islam juga tercatat pada abad ke-18. Ketika raja Prussia, Kaisar Frederick William I, sekitar tahun 1732 mendirikan sebuah masjid di dekat gereja Postdam. Sebagai hadiah kerajaan Prussia atas kontribusi pahlawan Islam Turki untuk memperkuat pasukan kerajaan Prussia (Yasin, 2022).
Pada abad ke-20, komunitas Muslim dari Turki datang ke Jerman sebagai pekerja pasca Perang Dunia II (PD II). Para imigran ini kemudian menetap di kawasan industri Jerman, seperti Berlin, Frankfrut, Dortmund, Munich, dan Hamburg. Mereka kemudian juga bergerak mengorganisasi diri untuk melakukan kegiatan dakwah.
Aktivitas dan Organisasi Dakwah Islam di Jerman
Selain dakwah yang dilakukan oleh komunitas Turki, dakwah Islam di Jerman juga dilakukan oleh beragam aliran keagamaan. Pada tahun 1987 di Hamburg dibangun sebuah lembaga keislaman bernama Islamic Center Hamburg yang diprakasai oleh orang Islam Iran. Namun dalam penggunaannya dilakukan oleh semua umat Islam, baik Sunni atau Syi’ah. Diantara kegiatan rutinnya adalah pengajian al-Qur’an, seminar, diskusi, dan penerbitan majalah Islam dalam bahasa Jerman, yaitu Al-Fadschr.
Selain itu, banyak masjid-masjid sebagai pusat kegiatan umat Islam yang diurus oleh masing-masing kelompok, seperti masjid Turki dan Indonesia. Bahkan di kota Munchen didirikan juga Islamic Center Munchen dan pada tahun 1981 mendirikan sekolah untuk anak-anak Muslim di Munchen. Begitupun dengan pendirian Islamic Center Aachen yang diprakasai oleh para mahasiswa Muslim, untuk tujuan dakwah, penerbitan, dan pusat kajian keislaman di Eropa (Aliyudin, 2008).
Daftar Referensi
Aliyudin. (2008). Sketsa Dakwah Islam di Eropa Barat. Jurnal Ilmu Dakwah: Academic Journal for Homiletic Studies .
Nuraeni. (2020). Perkembangan Islam di Inggris. Al-Hikmah .
Salwasalsabila, S. (2008). Islam, Eropa, dan Logika. Yogyakarta: Panembahan Yogyakarta.
Yasin, A. (2022, April 13). Sejarah Perkembangan Islam di Jerman: Populasi dan Keadaan Terkini. Retrieved from Tirto.id.
Editor: Yahya FR