Falsafah

Ibn Masarrah, Filsuf Muslim Pertama di Spanyol

3 Mins read

Ibn Masarrah merupakan filsuf muslim Spanyol pertama yang membangun pondasi filosofis di Spanyol, tepatnya di Kordoba. Namun jejak pemikirannya saat ini, terutama di Indonesia, seakan-akan lenyap.

Setahu penulis, hanya ada dua buku di Indonesia yang secara intens membahas Ibn Masarrah, pertama, ditulis oleh Miguel Asin Palacios, kemudian di alih bahasakan oleh Nanang Tahqiq ke dalam bahasa Indonesia, judulnya Ibn Masarrah: Filsuf Muslim Spanyol Pertama. Kedua, buku Ensiklopedi Tematis Filsafat Islam oleh Seyyed Hossein Nasr dan Oliver Leaman.

Namun, penulis yakin masih ada buku selain kedua buku tadi yang membahas Ibn Masarrah, hanya saja sampai saat ini belum menemukannya. Berawal dari itu, penulis ingin memberikan insight untuk lebih mengenal filsuf muslim pertama di Spanyol.

Mengenal Ibn Masarrah

Sekilas biografi Ibn Masarrah, ia dilahirkan di Kordoba pada 269 H/883 M. Nama lengkapnya ialah Muhammad ibn Abd’ Allah ibn Masarrah. Di Andalusia, ia hidup sampai usia 20-an tahun sebelum ia akan pergi ke timur.

Karena adanya kecaman akibat subversi agama, ia meninggalkan Andalusia. Ia pergi ke timur terutama Basrah bersama kakanya yang bernama Ibrahim. Kala itu, Basrah menjadi pusat pembelajaran terbaik di dunia muslim dan juga menjadi tempat bagi ayahnya bernama Abdullah belajar dengan para teolog Muktazilah.

Bukan hanya Basrah yang ia kunjungi, Mekah pun menjadi tempat yang ia tuju. Mengapa Mekah? Dengan adanya fitnah kepadanya, ia pun memutuskan pergi ke Mekah dengan alasan ingin melaksanakan haji.

Di Mekah, ia bertemu sufi terkemuka seperti al-Junaid, Nahrajuri, dan Abu Said ibn Muhammad ibn Ziyad ibn al-Arabi. Di sana, ia mengamati ruangan kecil milik Mariyah dan mengukur tiap sudutnya untuk dijadikan model tempat uzlah-nya nanti.

Baca Juga  Manhaj Akademis KH. Ahmad Dahlan
***

Setelah dari Timur, ia kembali ke Andalusia pada masa pemerintahan ‘Abd al-Rahman III al-Nasir (912-962). Selama di Andalusia, Ibn Masarrah memimpin uzlah di perbukitan sekitar Kordoba bersama para muridnya. Karena itu, ia diberi julukan ‘al-Jabali’.

Di akhir hidupnya, tekanan mental yang kental akibat tuduhan yang merendahkan membuatnya ingin menyegerakan kematiannya. Pada hari Rabu, 20 Oktober 319 H/931 M setelah salat Asar ia menghembuskan nafas terakhirnya pada usia 53 tahun di tempat uzlah-nya, di Siera, dekat Kordoba. Namanya diabadikan bersama insan ilmu yang wafat di tahun yang sama, tahun itu disebut oleh masyarakat Kordoba sebagai tahun orang-orang terkemuka.

Karya Ibn Masarrah sempat dibakar sehingga sulit untuk menemukan karyanya kembali, bahkan tulisannya dianggap hilang sampai tahun 1972. Oleh Muhammad Kamal Ibrahim Jafar ditemukan dua karyanya dalam manuskrip nomor 3168 dari Chester Beatty yang kemudian diterbitkan dan di analisis oleh Jafar dan kemudian yang lainnya. Karyanya berjudul Kitab al-Tabsirah yang berisi kunci sistem esoteriknya berupa kontemplasi sebagai latihan mental untuk naik pada tingkat keberadaan yang paling tinggi.

Sementara, karyanya yang lain yaitu Kitab al-Huruf yang menyajikan rahasia huruf alfabet sebagai manifestasi Ilahi untuk menciptakan alam semesta. Seperti huruf alif yang tegak, huruf ‘ya’ berbentuk seperti sedang sujud dan huruf ‘wau’ seperti rukuk.

Manusia digambarkan melalui ketiga huruf tadi, huruf alif itu sebagai jiwa rasional yang harus tetap tegak dan lurus. Sementara huruf ‘wau’ sebagai jiwa binatang yang harus ditundukkan dan terakhir huruf ‘ya’ sebagai jiwa vegetatif yang dekat dengan bumi.

Corak Pemikiran Ibn Masarrah

Menariknya, Ibn Masarrah memiliki orientasi pemikiran yang beragam. Sejarawan muslim abad tengah menyebutnya memiliki berkecenderungan batini atau mistikus, teolog Muktazilah, pengikut Empedokles, filsuf Neo-Platonis, dan juga misionaris Fatimiyah.

Baca Juga  Allah Mengutus Nabi-Nya sebagai Rahmat Bagi Semua Makhluk

Disebut mistikus karena ia meniru tarekat Dzu Al-Nun Al-Mishri dan al-Nahrajuri dengan motif mengasah kesadaran diri. Miguel Asin Palacios menyebut pemikiran Ibn Masarrah sebagai perkawinan ajaran Pseudo-Empedoklean dan Muktazilah. Ia jelaskan dalam bukunya berbahasa Spanyol.

Kecendrungan Muktazilah pada Ibn Masarrah diturunkan oleh Ayahnya yang merupakan seorang Zahid dan mempelajari doktrin Muktazilah di Basrah selama 30 tahun. Sementara pengaruh Neo-Platonis terlihat pada hierarki emanasi Ibn Masarrah yang terdapat hubungan antara Materi Pertama, Intelek, Jiwa, Alam dan Materi Kedua.

Referensi:

Dahlan, Abdul Aziz. Pemikiran Falsafi dalam Islam. Jakarta: Djambatan. 2003.

El-Rouayheb dan Sabine Schmidtke. The Oxford Handbook of Islamic Philosophy. New York: Oxford University. 2017.

Nasr, Seyyed Hossein dan Oliver Leaman. Ensiklopedi Tematis Filsafat Islam. Bandung: Mizan. 2003.

Palacios, Miguel Asin. Ibn Masarrah: Filsuf Muslim Spanyol Pertama. Dialihbahasakan oleh Nanang Tahqiq. Ciputat: Hipius. 2017.

Stroumsa, Sarah dan Sara Sviri. The Beginning of Mystical Philosophy in al-Andalus: Ibn Masarra and his Epistle on Contemplation. Artikel. 2019.

Stroumsa, Sarah. Ibn Masarra and The Beginnings of Mystical Thought in al-Andalus. Makalah.

Editor: Yahya FR

Akhmad Fawzi
11 posts

About author
UIN Jakarta/Fakultas Ushuluddin
Articles
Related posts
Falsafah

Jacques Lacan: Identitas, Bahasa, dan Hasrat dalam Cinta

3 Mins read
Psikoanalisis merupakan suatu teori psikologi yang dikembangkan oleh Sigmund Freud pada abad ke-20. Teori ini berfokus untuk memahami dan menganalisis struktur psikis…
Falsafah

Melampaui Batas-batas Konvensional: Kisah Cinta Sartre dan Beauvoir

3 Mins read
Kisah cinta yang tak terlupakan seringkali terjalin di antara tokoh-tokoh yang menginspirasi. Begitu pula dengan kisah cinta yang menggugah antara dua titan…
Falsafah

Ashabiyah: Sistem Etika Politik ala Ibnu Khaldun

3 Mins read
Tema etika adalah salah satu topik filsafat Islam yang belum cukup dipelajari. Kajian etika saat ini hanya berfokus pada etika individu dan…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *