Inspiring

Arif Saifudin Yudistira, Pendidik Sejati, Menulis Tanpa Henti

3 Mins read

Saya pertama kali bertemu dengannya dalam sebuah pelatihan menyunting naskah di Solo. Saat itu tahun 2019. Sebelum pandemi. Semua pelatihan masih berjalan normal secara tatap muka. Belum ada yang mengenal Zoom saat itu.

Karena ia seorang penulis, maka saya sudah sering mendengar namanya. Beberapa kali saya baca tulisannya di media massa. Ketika ia memperkenalkan diri, saya hanya membatin, “rupanya ini orang yang rajin sekali menulis itu.”

Ia menjaga jenggot supaya tetap tipis. Gaya bicaranya tegas dan cepat. Tangannya ikut bergerak ke kanan kiri menegaskan apa yang ia sampaikan. Ia sering terlihat dengan batik dan celana hitam kain. Sebuah setelan formal yang begitu pas. Rambutnya pendek dan sedikit bergelombang.

Arif Saifudin Yudistira memang seorang penulis. Ia telah melahirkan empat buah buku. Antara lain Menggagas Pendidikan untuk Indonesia (2017), Penjara Perempuan (2020), Mendidik Anak-anak Berbahaya (2021), dan Momong: Seni Mendidik Anak (2022). Dilihat dari bukunya, ia merupakan seorang ahli -sekaligus praktisi- pendidikan, terutama pendidikan anak.

Esainya tersebar di berbagai koran, seperti Kedaulatan Rakyat dan Solopos. Selain di koran, ia juga aktif menulis di berbagai media online. Tak terhitung jumlahnya.
Kendati begitu rajin menulis, Arif tetaplah seorang pendidik sejati. Ia dedikasikan hidupnya untuk mengajar dan mendidik.

Setelah lulus dari Universitas Muhammadiyah Surakarta pada tahun 2013, ia mengajar di Madrasah Ibtidaiyyah Muhammadiyah Program Khusus (MIM PK) Kartasura hingga tahun 2018. Saat itu, ia mendapatkan tawaran untuk memimpin SMK Citra Medika Sukoharjo. Ia menjadi Kepala Sekolah di sekolah tersebut hingga tahun 2019.

Pada saat yang sama, ia juga merintis pendirian Sekolah Dasar Islam Terpadu (SDIT) Pelita Umat Delanggu, Klaten. Arif kembali dipercaya untuk menjadi kepala sekolah di sekolah yang ia rintis tersebut. Kini, ia menjadi guru di sekolah berbasis pesantren di SD Muhammadiyah MBS Prambanan, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta.

Baca Juga  Atha’ bin Abi Rabah: Menjadi Mulia Karena Ilmu

Arif Saifudin bukan guru yang hanya mengajar saja. Ia memiliki berbagai aktivitas di luar sekolah. Ia bersama guru-guru lain membuat sebuah gerakan bernama GuruMu. GuruMu adalah kependekan dari Guru Muhammadiyah Menulis Buku. Dengan menulis buku, guru akan memberikan manfaat yang jauh lebih luas lagi kepada masyarakat.

Ia juga menjadi pegiat di Sarekat Taman Pustaka Muhammadiyah dan menjadi tuan rumah Pondok Filsafat Solo.

Pria kelahiran Cilacap 30 Juni 1988 itu juga mendirikan lembaga pelatihan dan pengembangan sekolah bernama School Management. Belakangan, ia fokus pada isu-isu kebhinekaan. Ia aktif bekerja di gerakan lintas kultural bersama Leimena Institut Jakarta.

Mengajarkan Agama yang Inklusif

“Metode belajar LKLB itu inovasi penting. Metode ini kan mengajarkan konsep hidup berdampingan dengan kelompok yang berbeda. Ini sebenarnya ada di Pancasila sebagai falsafah kenegaraan kita,” ujarnya kepada saya dalam kesempatan yang lain.

LKLB adalah literasi keagamaan lintas budaya. Sebagai orang yang sering mengikuti kegiatan lintas budaya, ia selalu mengajak rekan-rekan sesama guru untuk terus belajar di manapun berada. Terutama dalam konteks memperbanyak ruang perjumpaan dengan kelompok lain, supaya pikiran menjadi lebih terbuka dan toleran.

Dengan memperbanyak ruang perjumpaan, menurut Arif, kita dapat saling belajar, saling mengerti, dan saling memahami sehingga pikiran kita tidak sempit dan picik.

Pemahaman yang inklusif tersebut justru telah dipraktikkan oleh anak-anak didik. Guru, dalam beberapa hal, harus belajar hal tersebut dari anak didiknya sendiri. Jangan sampai semakin dewasa seseorang justru menjadi semakin tertutup dan eksklusif.

Kecintaan Terhadap Madrasah

Arif Saifudin juga mengkampanyekan supaya madrasah dapat menjadi laboratorium dan pusat pembelajaran guru dan murid abad ke-21. Madrasah, menurut hematnya, adalah sistem pendidikan yang unik, integratif, dan maju. Madrasah merupakan sistem pendidikan yang berbeda dari pendidikan yang lain.

Baca Juga  KH Hasyim Asy'ari: Mewarnai Hidup dengan Kebaikan Akhlak

Pendidikan di madrasah adalah pendidikan yang visioner. Ia tidak hanya mengurusi dunia saja. Di madrasah kita diajak untuk berpikir yang jauh kedepan tanpa harus mengabaikan masa lampau.

Pendidikan madrasah adalah pendidikan yang menekankan aspek moralitas dan etika. Ia mengajarkan agama tidak hanya sebagai kompas kehidupan, tetapi juga sebagai basis praksis dari nilai etik itu sendiri. Hal inilah yang membuat Arif konsisten berada di jalur pendidikan madrasah.

Maka, guru madrasah harus menjadi guru yang inklusif dan berpikiran luas. Jika hal itu tidak terjadi, ia khawatir madrasah tidak akan maju. Madrasah hanya akan menjadi tempat transfer pengetahuan yang ada di kitab-kitab dan tidak menjadi tempat untuk belajar tentang realitas kehidupan di masyarakat.

Madrasah di Indonesia sudah mulai modern. Sayangnya, ia terjebak pada virus modernitas tetapi melupakan landasan dari prinsip-prinsip integrasi madrasah itu sendiri.

Pelembagaan pendidikan agama melalui madrasah seharusnya mampu mencetak generasi yang tidak hanya mumpuni dalam bidang ilmu agama tetapi juga menguasai ilmu modern. Yang ada saat ini dominasi dan pengaruh modernitas lebih kuat daripada kecenderungan penguatan adab, etika, akhlak dan juga penguasaan ilmu kitab.

Padahal, menurut Arif, Islam harus menjadi obor peradaban. Islam harus hadir di tengah realitas kehidupan sosial masyarakat. Tanpanya, obor Islam tidak bisa menyala.

Editor: Saleh

*) Artikel ini diterbitkan dalam rangka Peringatan Hari Guru tanggal 25 November bertema “Berinovasi Mendidik Generasi” oleh Direktorat Guru dan Tenaga Kependidikan Madrasah Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Kementerian Agama RI.

Avatar
108 posts

About author
Mahasiswa Dual Degree Universitas Islam Internasional Indonesia - University of Edinburgh
Articles
Related posts
Inspiring

Bintu Syathi’, Pionir Mufassir Perempuan Modern

6 Mins read
Bintu Syathi’ merupakan tokoh mufassir perempuan pertama yang mampu menghilangkan dominasi mufassir laki-laki. Mufassir era klasik hingga abad 19 identik produksi kitab…
Inspiring

Buya Hamka, Penyelamat Tasawuf dari Pemaknaan yang Menyimpang

7 Mins read
Pendahuluan: Tasawuf Kenabian Istilah tasawuf saat ini telah menjadi satu konsep keilmuan tersendiri dalam Islam. Berdasarkan epistemologi filsafat Islam, tasawuf dimasukkan dalam…
Inspiring

Enam Hal yang Dapat Menghancurkan Manusia Menurut Anthony de Mello

4 Mins read
Dalam romantika perjalanan kehidupan, banyak hal yang mungkin tampak menggiurkan tapi sebenarnya berpotensi merusak, bagi kita sebagai umat manusia. Sepintas mungkin tiada…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *