Review

Dari Privat ke Publik: Pergeseran Wacana Seksualitas Masyarakat Jawa Abad 20

3 Mins read

Berbicara mengenai seksualitas, kita mungkin hanya memahaminya sebagai pertemuan antara dua jenis kelamin semata. Namun, jika ditarik secara lebih dalam, seksualitas terlalu sempit jika mengacu hanya pada persetubuhan atau kegiatan reproduksi semata. Melalui buku Dari Privat ke Publik: Kehidupan Seksual di Jawa Awal Abad ke-20, Gayung Kasuma mengajak kita untuk melihat masalah seksualitas secara lebih komprehensif.

Dalam berbagai kebudayaan, seksualitas dipandang berbeda-beda. Masyarakat Jawa, misalnya, memandang hubungan seks sebagai simbolisasi sebuah kekuasaan, yang tercermin dalam kehidupan para elit birokrat.

Dalam buku yang berasal dari tesis magisternya, Gayung memaparkan proses transisi masyarakat Jawa dalam memandang seksualitas, dari sebuah cara pandang privat menuju paradigma publik. Selain itu, Gayung juga membahas mengenai praktik aborsi dan prostitusi yang terjadi di abad ke-20, sebagai dampak dari perubahan paradigma masyarakat Jawa terhadap masalah seks. Lebih lanjut, dibahas juga mengenai maraknya iklan dan toko yang menawarkan obat, minuman, dan minyak untuk kebutuhan seks.

Dari Urusan Domestik ke Ruang Publik

Masyarakat Jawa semula memandang seksualitas sebagai hal yang tabu dan hanya dapat dibicarakan di ruang privat. Seksualitas, pada saat itu, hanya dipandang sebagai urusan domestik atau rumah tangga semata, hanya diketahui oleh pasangan suami istri semata.

Dalam bab kedua buku ini, dimuat dalam judul Pandangan dan Perilaku Seksual pada Masyarakat di Jawa, dijelaskan bahwa masyarakat Jawa cenderung ketat dalam perihal seksualitas. Di depan umum, laki-laki dan perempuan dilarang terlihat berduaan. Para ibu dan anak perempuan tidak pernah keluar rumah sendirian; sekurang-kurangnya mereka harus keluar dalam dua orang. Bahkan, ketika ada kegiatan desa, tempat duduk laki-laki dan perempuan akan dipisah.

Baca Juga  Sejauh Mana Gender dan Agama Mempengaruhi Konsiderasi Pemilih Muslim?

Dalam kehidupan masyarakat Jawa, seks dianggap sebagai sesuatu yang bersifat sakral dan normatif. Adanya aturan-aturan ketat seperti tergambar di atas menunjukkan bahwa masalah seks adalah urusan domestik, sama sekali tidak boleh diperlihatkan di ruang publik.

Namun, dengan masuknya politik-ekonomi liberal, industrialisasi, dan modernisasi yang dibawa oleh orang-orang Belanda, membawa perubahan signifikan pada kehidupan masyarakat Jawa. Perubahan tersebut meliputi gaya hidup, pakaian, cara bergaul hingga pandangan terhadap masalah seksual.

***

Pasca masuknya pengaruh Barat ke dalam masyarakat Jawa, seksualitas, yang awalnya dipandang sebagai hal tabu dan privat, kini mulai dibicarakan di ruang publik. Masyarakat Jawa perlahan-lahan mulai meninggalkan batas-batas normatif dalam perilaku seksualnya.

Selain pengaruh dari orang-orang Belanda, pelajar Bumi Putera yang belajar di negeri Belanda turut andil dalam menyebarkan pengaruh Barat di tengah masyarakat Jawa. Akibatnya, kehidupan masyarakat Jawa semakin bebas, sehingga nilai-nilai normatif dan adat ketimuran berangsur-angsur hilang dan ditinggalkan.

Sebagai dampak dari liberalisasi seksual, adalah menjamurnya iklan obat kuat, minuman. dan minyak untuk kebutuhan seksual, seperti menambah nafsu birahi, mengatasi pegal linu, dan menambah stamina saat atau setelah berhubungan seks.

Gayung mengatakan terdapat beberapa surat kabar pada awal abad ke-20, seperti Tjahaja Timoer dan Harian Umum menerbitkan iklan obat kuat.Agar menarik minat pembeli, iklan-iklan tersebut dikemas dengan bahasa retorik, dan ditambah dengan visualisasi perempuan memakai bra dan celana pendek tanpa ditutupi busana.

Obat-obatan tersebut telah banyak dijual di berbagai toko di Jawa, seperti misalnya di Batavia, Surabaya dan Malang. Toko-toko yang menjual obat kuat, minuman, dan minyak untuk hubungan seks, diantaranya adalah Tjoa Tian Ho, Lian Hin & Co, Tjoen Tik Tok, dan T. H. Tea Han & Co.

Kehadiran iklan obat-obatan itu diapresiasi oleh masyarakat Jawa, khususnya di daerah perkotaan. Hal ini menunjukkan suatu perkembangan dan pergeseran makna seks, dari tabu menjadi vulgar, dari privat menuju ke arah publik.

Baca Juga  Sunan Kalijaga dan "Lingsir Wengi" yang Disalahartikan

Praktik Prostitusi dan Aborsi Abad ke-20

Perubahan gaya hidup dalam masyarakat Jawa pada gilirannya menimbulkan berbagai gejala anormatif. Gejala anormatif tersebut berupa maraknya praktik prostitusi dan aborsi. Masalah prostitusi dibahas dalam bab tiga buku ini, dengan judul bab Masyarakat dan Prostitusi, sementara masalah aborsi dibahas dalam bab terakhir.

Secara umum, bentuk-bentuk kegiatan prostitusi dapat dibagi menjadi dua, yaitu terselubung dan legal (resmi). Prostitusi terselubung contohnya adalah pergundikan, nyai, selir dan sebagainya, dan\ prostitusi resmi dilakukan di rumah bordil atau tempat pelacuran lainnya.

Pada 1852, pemerintah mengeluarkan peraturan yang menyetujui komersialisasi industri seks, dengan serangkaian aturan dalam rangka menghindari tindak kejahatan yang ditimbulkan dari kegiatan prostitusi tersebut.

Meski prostitusi adalah hal yang legal, Gayung mengatakan bahwa tidak semua masyarakat menerima hal tersebut. Hal ini menunjukkan masih ada norma yang membudaya dalam masyarakat, sebagai upaya mencegah dan mereduksi perilaku prostitusi.

Maraknya prostitusi telah menimbulkan masalah kesehatan, dengan adanya ancaman penyakit kelamin seperti sifilis atau raja singa. Berbagai upaya telah dilakukan pemerintah untuk menanggulangi kasus ini, seperti mendorong para wanita penghibur di berbagai kota seperti Batavia, Bogor, dan Surabaya, untuk melakukan cek kesehatan secara berkala.

***

Selain penyakit kelamin, dampak dari kegiatan prostitusi adalah terjadinya pengguguran kandungan atau aborsi. Karena dilakukan secara tertutup dan sembunyi-sembunyi, tidak diketahui secara pasti kasus aborsi di Jawa pada abad ke-20. Satu hal yang pasti, ia marak dilakukan oleh masyarakat Jawa.

Menanggapi maraknya kasus aborsi, pemerintah membuat undang-undang, menyatakan bahwa aborsi merupakan tindak kejahata, kecuali untuk tujuan kesehatan. Namun, banyak dari perempuan yang tetap nekad melakukan aborsi dengan meminta bantuan dukun tradisional, meski tidak ada alasan kesehatan yang mendasarinya.

Baca Juga  Bagaimana Kebebasan Berfikir dalam Islam?

Secara garis besar, buku ini cukup detail dalam menjelaskan kehidupan masyarakat Jawa pada umumnya, dan perilaku seksual pada khususnya. Hanya saja, banyak sekali penulisan kata yang keliru atau typo, sehingga mungkin saja bisa membuat pembaca kebingungan dan cenderung salah paham. Hal ini juga dapat membuat kenyamanan pembaca menjadi terganggu.

Terlepas dari kekurangannya, buku ini sedikit banyak memberikan pengetahuan historis dan dapat dijadikan referensi, terutama bagi mereka yang ingin menulis tema serupa. Ia cocok dibaca oleh pelajar, pengajar, ataupun masyarakat umum, yang ingin mengetahui kehidupan seksual masyarakat Jawa pada abad ke-20.

Biodata Buku

Judul Buku: Dari Privat ke Publik: Kehidupan Seksual di Jawa Awal Abad ke-20

Penulis: Gayung Kasuma

Penerbit: Kendi

Tahun Terbit: 2020

Tebal: xxvi + 163 halaman

ISBN: 978-602-51303-5-9

Editor: Soleh


Iklan kemitraan Lazismu.org

Indra Nanda Awalludin
9 posts

About author
Penulis lepas dan peminat kajian sejarah dan filsafat
Articles
Related posts
Review

Dune 2: Perjuangan Masyarakat Adat Melawan Imperialisme

2 Mins read
Beberapa bulan lalu, baru saja dirilis film Dune 2, sekuel dari film Dune yang pertama garapan sutradara Denis Villeneuve. Film ini digadang-gadang…
Review

Burung-Burung Manyar: Kisah Nasionalisme Orang-orang yang Gagal

3 Mins read
“Tanah air ada di sana, di mana ada cinta dan kedekatan hati, di mana tidak ada manusia menginjak manusia lain.”(Burung-Burung Manyar, hlm….
Review

Kisah-Kisah Unik Cak Dlahom, Sufi dari Madura

4 Mins read
Buku dengan judul “Merasa Pintar, Bodoh Saja Tak Punya: Kisah Sufi dari Madura“ merupakan tulisan dari Rusdi Mathari yang berisikan sekumpulan cerita…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds