Perspektif

Darurat Kualifikasi Dosen Indonesia

3 Mins read

Organisasi baru bernama “Paguyuban DIKTIERS” telah resmi berdiri di Hotel Grand Sahid Jaya Jakarta, 20 November 2019, dalam acara Simposium Nasional Alumni Beasiswa Pendidikan Pascasarjana Luar Negeri Pendidikan Tinggi (BPPLN Dikti). Pendirian paguyuban ini dihadiri oleh ratusan dosen alumni penerima beasiswa BPPLN Dikti yang berasal dari berbagai kampus se-Indonesia.

BPPLN Dikti merupakan beasiswa yang dikelola oleh Kemendikbud/Kemenristekdikti sejak 2008-2019 meskipun sempat off selama tiga tahun (2016-2018) akibat kebijakan pemerintah. Lahirnya paguyuban ini diharapkan menjadi wadah bagi para dosen untuk menyuarakan aspirasi mereka terkait dengan isu beasiswa dan studi luar negeri serta mensinergikan talenta-talenta mereka di berbagai sektor keilmuan.

Menurut data Dirjen Sumber Daya IPTEK dan Dikti (SDID) Kemenristekdikti per tanggal 21 November 2019, penerima beasiswa BPPLN Dikti berjumlah 4.294 dosen, 80,2 persen di antaranya sudah lulus. Ini merupakan data potensi SDM Indonesia yang luar biasa, karena sebagian dari mereka telah bergelar profesor, memiliki jabatan struktural di kampus serta menjadi konsultan di daerah masing-masing. Simposium ini mempertemukan orang-orang hebat tersebut untuk sharing tentang keilmuan mereka serta pengalaman saat studi di luar negeri dulu.

Amat disayangkan, Mendikbud Nadiem Makarim tidak bisa hadir ke acara ini tanpa alasan jelas. Padahal inilah momentum yang tepat bagi Nadiem yang berjiwa muda untuk berbicara visi perguruan tinggi di depan para dosen milenial dari berbagai daerah. Entahlah, terkadang berharap pada penguasa tak selalu sesuai harapan. Mungkin logika kampus berbeda dengan logika dagang.

Simposium yang berlangsung selama tiga hari (20-22 November 2019) ini bertema “menggali potensi daerah, membangun jejaring internasional untuk memajukan Indonesia”. Selain pendirian Paguyuban DIKTIERS, simposium ini juga menjadi ajang bagi 132 dosen yang hadir dari berbagai bidang keilmuan untuk mempresentasikan sumbangsih pemikiran mereka berdasarkan hasil riset yang telah mereka lakukan.

Baca Juga  Iman dan Ilmu (2): Penerapan Benang Ariadne dalam Kehidupan

Sumbangsih pemikiran tersebut kemudian segera menjadi buku yang disebut “Buku Putih Diktiers” bagi pembangunan Indonesia. Buku tersebut segera juga dikirim ke berbagai pihak terutama Kemendikbud, Bappenas, Kemenkeu, dan DPR RI (Komisi X) sebagai bukti nyata, bahwa dosen dalam Paguyuban DIKTIERS memiliki gagasan nyata untuk kemajuan republik ini.

Sebanyak 4.294 dosen (sudah dan akan) bergelar doktor adalah angka yang besar untuk meningkatkan kualitas para pendidik di perguruan tinggi. Dari pertemuan simposium tersebut, dapat diketahui juga, bahwa keberadaan mereka telah membantu Indonesia dalam peningkatan kualitas penulisan karya ilmiah di jurnal internasional bereputasi dan hak paten, bahkan mereka membantu dosen lain juga untuk bersama-sama dalam meningkatkan penulisan karya ilmiah di jurnal-jurnal bergensi kelas dunia.

Jika ada pertanyaan, apa bedanya lulusan doktor luar negeri dan dalam negeri? Secara umum, sekolah di manapun prinsipnya sama saja karena keilmuannya pun berasal dari induk yang sama. Namun demikian, kuliah di luar negeri setidaknya memberikan sejumlah efek berikut.

Pertama, kualitas bahasa asing (terutama Inggris) jauh lebih baik dari sebelum berangkat kuliah, karena mereka menulis disertasi doktor dalam bahasa Inggris. Belum lagi mereka yang kuliah di kampus non-English country, mereka lebih kaya pengalaman lagi dengan penguasaan bahasa negara setempat.

Kedua, kuliah di luar negeri terutama di dunia Barat memudahkan si mahasiswa dalam mengakses referensi babon yang itu semua masih agak sulit didapatkan jika kuliah di dalam negeri. Dengan ketersediaan fasilitas laboratorium dan para profesor yang ahli di bidangnya, itu juga meningkatkan kemandirian riset serta ketajaman analisa si mahasiswa. Pengembangan ilmu dan metode riset terkini tentu akan didapatkan selama kuliah.

Baca Juga  Boxed Water Partners With Rag & Bone To Tap Consumer Creativity

Ketiga, dengan kuliah di luar negeri, jangkauan international networks tentu lebih luas. Itu bisa berdampak pada kerjasama kampus asal dengan kampus di luar negeri. Dengan begitu, berbagai macam kerjasama bisa dilakukan untuk meningkatkan kualitas dan daya saing kampus.

Keempat, kuliah di luar negeri mengajarkan mahasiswa tentang cara hidup mandiri dan kreatif di tengah himpitan budaya yang berbeda dan keterbatasan fasilitas yang dimiliki. Itu semua semakin melatih kesabaran dan keuletan dalam menghadapi hidup.

Empat alasan di atas bukan berarti mengatakan, bahwa mereka yang kuliah di dalam negeri tidak jauh lebih baik. Sejumlah lulusan doktor dalam negeri juga ada yang memiliki kualitas bagus bahkan jauh lebih bagus dari mereka yang kuliah di luar negeri meski jumlahnya masih relatif belum banyak.

Keberadaan Paguyuban DIKTIERS ini mendukung visi SDM Indonesia 2045 yang diharapkan kecerdasannya mampu mengungguli bangsa-bangsa lain. Ini juga bagian dari prioritas cita-cita Jokowi. Jika demikian, mengapa kuota beasiswa dosen harus dibatasi?

Beasiswa Unggulan Dosen Indonesia Luar Negeri (BUDI-LN) yang dikelola oleh Lembaga Pengelola Dana Pendidikan Kementerian Keuangan (LPDP Kemenkeu) tidak cukup mampu untuk melakukan percepatan dalam menghasilkan manusia Indonesia yang unggul karena kuota beasiswa sangat terbatas dan target kampus adalah kampus elite dan ternama. Sedangkan kebutuhan dosen bergelar doktor masih jauh dari harapan.

Ini artinya, Indonesia masih membutuhkan banyak sekali dosen bergelar doktor. Biarlah beasiswa BUDI-LN yang dikelola LPDP tetap ada, tetapi beasiswa BPPLN Dikti juga harus tetap ada untuk dosen-dosen Indonesia. Kuota tahun 2019 untuk BPPLN hanya 100 kursi, sedangkan jumlah pendaftar lebih dari 1.600-an dosen. Ini bukti nyata, bahwa dosen Indonesia masih butuh beasiswa BPPLN Dikti. Karena itu, jangan sampai beasiswa BPPLN ini dihapus dari agenda bangsa, kecuali hanya mereka yang memang ingin menghambat kemajuan manusia unggul Indonesia.

Baca Juga  Esensi Politik Hikmah Kebijaksanaan

Paguyuban DIKTIERS mewakili 4.294 dosen sebagai anggotanya dan dosen-dosen lain pada umumnya mendesak para pengambil kebijakan (terutama Kemendikbud dan DPR RI Komisi X) untuk mampu memahami situasi ini dan menghilangkan ego-sektoral. “Darurat kualifikasi dosen Indonesia” adalah salah satu program prioritas Paguyuban DIKTIERS di samping juga advokasi kesetaraan beasiswa bagi dosen di seluruh penjuru Indonesia dengan prioritas di Kawasan T3 (terluar, terdepan, tertinggal) untuk menuju cita-cita dosen Indonesia unggul. BPPLN Dikti harus tetap ada! Tabik.

Avatar
7 posts

About author
Direktur International Program of Government Affairs and Administration (IGOV) Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY). Pengurus Lembaga Pengembangan Cabang dan Ranting Pimpinan Pusat Muhammadiyah.
Articles
Related posts
Perspektif

Moderasi Hilirisasi Haji

3 Mins read
Dalam beberapa tahun terakhir, hilirisasi haji telah menjadi sorotan penting di Indonesia. Berangkat dari visi untuk memberikan pelayanan haji yang berkualitas dan…
Perspektif

AI dan Masa Depan Studi Astronomi Islam

4 Mins read
Kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI) merupakan program komputer yang dirancang dan dihadirkan untuk dapat meniru kecerdasan manusia, termasuk kemampuan pengambilan keputusan,…
Perspektif

Pendidikan sebagai Dasar Pembentuk Nilai Hidup

3 Mins read
“Pendidikan (opvoeding) dan pengajaran (onderwijs) merupakan usaha persiapan dan persediaan untuk segala kepentingan hidup manusia, baik dalam hidup bermasyarakat maupun hidup berbudaya…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds