Perspektif

Di Era AI, Dimana Peran Akal dan Wahyu?

4 Mins read

Akal manusia dicipta oleh Allah sebagai bekal untuk mengarungi dan memikirkan alam raya beserta isinya serta sebagai pembeda diantara ciptaan lainnya. Dengan adanya akal, manusia diharap bisa menumbuhkan keimanan, membantu menciptakan kesejahteraan dan mencipta alat yang membantu memudahkannya dalam beraktivitas di muka bumi.

Fungsi Akal

Akal adalah peralatan ruhaniah manusia, berfungsi untuk membedakan benar dan salah yang sumbernya dari qolbu. Dia juga mampu menganalisis sesuatu, dan kemampuannya tergantung dari luas pengalaman serta tingkat pendidikan, baik formal maupun informal.

Dengan akal manusia berpikir, mencipta menemukan segala sesuatu yang bisa memudahkan pekerjaan serta aktivitas lain dalam kehidupan sehari-hari. Dengan berpikir manusia bisa menemukan suatu benda yang terkadang kecepatannya melebihi bahkan melampaui akal yang menciptakan. Contoh sederhananya dengan akal manusia bisa menciptakan kalkulator.

Kalkulator berfungsi untuk mempermudah manusia melakukan perhitungan baik itu menambah, mengali, membagi dan seterusnya. Hasil hitungan kalkulator dalam hal menambah, mengali dan membagi, serta program lain yang ada di dalamnya tidak semua orang bisa melebihi kecepatan hitungnya. Inilah contoh produk akal yang bisa melampaui akal itu sendiri.

Sekarang bagaimana dengan perkembangan akal/pikiran yang semakin pesat, dan mampu menciptakan wujud modernisasi digital dan teknologi?

Artificial Intelligence (AI)

Akhir-akhir ini banyak sekali workshop, diskusi atau apapun yang menyuguhkan bahasan tentang Artificial Intelligence. Artificial Intelligence yang kemudian disebut dengan AI adalah sebuah kecerdasan buatan yang dibuat oleh manusia. Lahirnya Artificial Intelligence bisa saja ‘menggantikan’ peran manusia, tetapi tidak untuk dimensi ruhaninya.

Kehadiran AI beserta perkembangannya tentu berdampak. Ketika peran manusia tergantikan dengan hasil karyanya sendiri, hal ini bisa menyebabkan kegelisahan karena terganggunya kenyamanan peran manusia.

Berbicara masalah AI saya diingatkan oleh pemikiran Mani Alan Turing dalam sebuah karyanya yang berjudul “ Mesin Komputasi dan Kecerdasan,” di mana karya ini terbit sekitar tahun 1950 an. Di tahun itu ternyata pemikiran teknologisasi mulai muncul. Dan salah satu dari pemikiran ini boleh dikatakan sebagai cikal tumbuhnya Artificial Intelligence.

Baca Juga  Melampaui Pluralisme: Manajemen Konflik Keagamaan di Indonesia

Turing yang bisa kita sebut sebagai bapak dari ilmu komputer menawarkan sebuah tes yang sekarang dikenal dengan “Tes Turing,” di mana interogator manusia akan mencoba membedakan antara komputer dan respon teks manusia. Tes ini yang kemudian berkembang dan menjadi bagian terpenting dari sejarah penemuan Artificial Intelligence atau kecerdasan buatan serta konsep berkelanjutan dalam filsafat karena menggunakan gagasan seputar linguistik.

***

Kecerdasan buatan/Artificial Intelligence merupakan bidang ilmu komputer terkhusus untuk dapat memecahkan masalah kognitif yang umumnya berkaitan dengan kecerdasan manusia seperti pembelajaran, pemecahan masalah, dan pengenalan pola. Singkatnya AI adalah komputer dengan karakteristik seperti otak manusia. Artificial Intelligence melibatkan pengembangan algoritma dan model matematika yang memungkinkan komputer atau sistem komputasi lainnya bisa menganalisis, memahami, dan merespon informasi dengan cara yang serupa dengan manusia.

Artificial Intelligence membuka berbagai kecanggihan teknologi komputer dan algoritma yang kompleks. Secara garis besarnya, penerapan kecerdasan buatan/Artificial Intelligence nantinya dapat melakukan hal sebagai berikut: I Thinking humanly (kecerdasan buatan bisa berpikir seperti halnya manusia); I Acting humanly (kecerdasan buatan bisa bertindak layaknya manusia); I Think rationally (kecerdasan buatan bisa berpikir secara rasional), dan I Act rationally (kecerdasan buatan bisa bertindak secara rasional).

Artificial Intelligence adalah sebuah karya penemuan yang hasilnya bisa ‘menggemparkan’ kehidupan manusia dan kemanusiaan. Hampir dari lini kehidupan beserta dengan aktivitas manusia bisa saja tergantikan dengan kecerdasan buatan ini. Artificial Intelligence (AI) akan membuka pintu bagi berbagai peluang yang dapat memberikan dampak positif dalam berbagai aspek kehidupan manusia.

***

Konsep ‘AI for good’ mendorong pemanfaatan teknologi AI untuk memecahkan masalah sosial dan kemanusiaan. Kecanggihan teknologi ini akan menjadi kekuatan yang mendorong kemajuan sosial dan mampu menggantikan ‘peran’ manusia dalam melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari seperti chatbot, pengenalan wajah, asisten virtual, dan mobil otonom. Artificial Intelligence (AI) juga berguna di berbagai bidang seperti manufaktur, keuangan dan kesehatan.

Baca Juga  Kristen Mesir: Mereka Bersorban, Bertasbih, dan Berjubah

Sekarang mulai tumbuh di belahan Asia dan Eropa pelayanan pada fasilitas umum dan privat yang menggunakan robot, teknologi mobil tanpa sopir dan lain-lainnya. Tidak menutup kemungkinan kecanggihan lainnya akan terus berkembang. Semisal, peran pekerja di pabrik atau perusahan akan beralih ke sistem robot dan aplikasi. Di bidang kesehatan, akan tercipta alat super canggih yang nantinya bisa menggantikan peranan dokter. Alat super canggih ini bisa mendeteksi kesehatan pasiennya saat masuk dengan menunjukkan rekam jejak. Alat medis ini bahkan mampu mendeteksi kesehatan pasien dalam jangka 5 tahun ke depan.

Lahan pertanian semakin sempit dan bukan lagi menggunakan tenaga manusia melainkan menggunakan tenaga mesin dan alat canggih. Transportasi, perdagangan dan kompleksitas kegiatan ekonomi akan mengalami evolusi dari sistem pembayaran tunai menjadi non tunai, termasuk penggunaan kode QR. Para guru, dosen, guru besar dalam pengajaran dan pembimbingan skripsi, tesis, dan disertasi serta kegiatan lainnya, bisa ‘diganti,’ perannya.

Di bidang keamanan, satelit akan mengendalikan drone dan tank serta alat canggih lain untuk menggantikan peran sistem keamanan suatu negara (contoh sederhananya sudah dimulai dari perang Rusia dan Ukraina). Penciptaan robot yang bukan hanya memiliki kemampuan diperintah, namun sudah ada pada level memiliki rasa, bisa bertukar pikiran bahkan laiknya manusia, robot ini bisa memenuhi hasrat seks seseorang. Dia juga mampu menganalisis kenikmatan dan kekurangan dari apa yang dilakukan. Semisal memberikan respon kamu kurang bergairah, aku tidak terlalu bernafsu dll.

Dimana Peran Akal dan Wahyu?

Akal adalah karunia untuk bisa mencipta apa saja sesuai dengan kapasitas dan kemampuan masing-masing. Akal sangat tergantung dari manusia dalam mencapai kapasitas kemampuannya. Akal akan menjadi positif ketika hadirnya bisa menciptakan suatu kebermanfaatan, pun sebaliknya akan menjadi jahat ketika adanya untuk kejahatan.

Baca Juga  Merespon Kejahatan Israel: Kekerasan Dibalas dengan Kekerasan itu Bukan Solusi yang Tepat!

Di saat kecerdasan buatan melebihi yang membuat, atau teknologi melebihi akal manusia, maka disitulah peran wahyu sebagai bingkai dari keduanya. Kehadiran wahyu akan bisa menjaga agar hasil cipta dari akal tidak keluar dari koridor yang bisa mengikis kemanusiaan seseorang.

Wahyu akan memoles akal dari segi ruhaninya. Keduanya, wahyu dan akal adalah dua alat yang tidak boleh saling menegasikan. Akal tidak lebih tinggi dari wahyu, dan wahyu pun juga tidak lebih tinggi dari akal. Artinya wahyu tanpa akal tidak ada faedahnya karena tidak bisa terserap akan substansi yang ingin disampaikan, dan akal tanpa wahyu akan menghasilkan tindakan yang bisa menyesatkan.

Diibaratkan wahyu adalah sebuah pesawat, akal adalah bandaranya. Pesawat akan landing dengan baik ketika bandara bisa menjamin keamanan dan kenyamanan landing pesawat dengan segala inovasi dan kreativitasnya.

Kekhawatiran dengan perkembangan kecerdasan buatan/Artificial Intelligence adalah bentuk kewajaran. Tetapi keyakinan semua akan bisa terlewati dengan baik adalah bentuk optimisme yang terwujud dalam ikhtiar dan tawakal. Ketika pada saat semua harus berubah, kita hanya bisa berikhtiar agar generasi yang akan datang memiliki kemampuan ruhani yang bersumber dari wahyu yang benar. Sehingga mereka akan mampu beradaptasi dengan segala kemungkinan.

Dengan wahyu, ruhani manusia akan mampu menyeimbangkan kemajuan teknologi buatan pada posisi yang saling berpengaruh dan tidak menegasikan antara satu dengan lainnya. Layaknya akal dan wahyu, manusia dan kecerdasan buatan akan memberikan kemaslahatan dan kebermanfaatan bagi alam semesta.

Editor: Soleh

Budi Winarto
1 posts

About author
Penulis Tinggal di Mojokerto Jawa Timur
Articles
Related posts
Perspektif

Pilkada dalam Narasi Pro-Perempuan: Betulan Paham atau Genderwashing Semata?

3 Mins read
Mengenal Fenomena Genderwashing Di tengah hiruk-pikuk kontestasi pemilihan kepala daerah, isu gender kerap menjadi komoditas politik untuk menarik perhatian. Para kandidat berlomba-lomba…
Perspektif

Tiga Tipologi Aktualisasi Diri Anak Muda: Tentang Aktivisme dan Pendidikan

4 Mins read
Menjadi aktivis Muhammadiyah yang kuliah di kampus Muhammadiyah itu rasanya menyenangkan. Apalagi mendapatkan beasiswa penuh dari Muhammadiyah. Ditambah dengan bantuan dana ketika…
Perspektif

Indonesia Berkemakmuran, Kemakmuran untuk Semua

4 Mins read
Menyongsong Milad ke-112 tahun ini, Muhammadiyah mengambil tajuk “Menghadirkan Kemakmuran untuk Semua”, tema yang sama juga akan digunakan sebagai identitas acara Tanwir…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds