Inspiring

Pemikiran Kontroversial Friedrich Schwally tentang Sejarah Al-Qur’an

4 Mins read

Mengkaji tentang orientalisme dalam studi Al-Qur’an akan selalu menarik. Beberapa orientalis ada yang bersikap soft, tapi sebagian besar bersikap hard. Dari kenyataan tersebut kita akan melihat bagaimana perspektif Barat terhadap Al-Qur’an. Demikian pula menegaskan bahwa keunikan Al-Qur’an yang selalu terbuka untuk dikaji oleh siapa pun.

Setidaknya, kajian orientalis modern terhadap Al-Qur’an dapat diidentifikasi menjadi tiga; pertama, karya-karya yang berusaha mencari pengaruh Yahudi-Nasrani di dalam Al-Qur’an, kedua, karya-karya yang membahas rangkaian kronologis ayat-ayat Al-Qur’an, ketiga, karya-karya yang menjelaskan keseluruhan atau aspek-aspek tertentu dari Al-Qur’an (Fazlurrahman: 1996, xi).

Profil Friedrich Schwally

Friedrich Zacharias Schwally (w. 1919) merupakan seorang orientalis pakar Perjanjian Lama asal Hessen, Jerman, yang mengkaji Al-Qur’an dengan melakukan upaya pencarian pengaruh Yahudi-Nasrani dalam Al-Qur’an serta mencoba membahas rangkaian kronologis ayat-ayat Al-Qur’an. Singkatnya, Schwally menjadikan Perjanjian Lama sebagai alat untuk menilai keautentikan Al-Qur’an.

Schwally tersohor melalui edisi ke-2 dari Geschichte des Qorans (The History of the Qur’an), diterbitkan tahun 1909 melanjutkan karya Theodor Noldeke (w. 1930). Pada tahun 1938 dipublikasi secara keseluruhan setelah disempurnakan oleh Bergstrasser (w. 1933) dan Otto Pretzl (w. 1941). Karya ini kemudian diterjemahkan dan disebar ke berbagai negara. Pada tahun 1970 diterbitkan dalam bahasa Turkiye, dan tahun 2004 di Lebanon dalam bahasa Arab (Hilmy Pratomo: 2018, 3).

Pada kata pengantarnya, Schwally menyebutkan karya tersebut ia dedikasikan untuk gurunya; Theodor Noldeke seorang orientalis bidang sejarah Al-Qur’an asal Jerman, serta  teman-temannya yang pernah berkolaborasi dengannya; Ignaz Goldziher (w. 1921) asal Hungaria dan Christiaan Snouck Hurgronje (w. 1936) asal Belanda (Schwally: 2013, xx).

Studi Al-Qur’an yang Dilakukan Friedrich Schwally

Bagi sarjana Muslim, term qur’an dalam kaitannya sebagai kitab suci umat Islam pada prinsipnya berasal dari penggunaan Al-Qur’an sendiri dalam bahasa Arab yang didasarkan pada bentuk mashdar fu‘lan dari akar kata qara’a bermakna membaca.Dengan demikian qur’an bermakna bacaan.

Baca Juga  Apa yang Membuat Para Orientalis Tertarik untuk Mengkaji Islam?

Namun menurut Friedrich Schwally, kata qur’an merupakan derivasi dari bahasa Suryani ataupun Ibrani; qeryana, qiryani (bacaan atau yang dibaca), yang digunakan dalam liturgi Kristen. Dalam pisau analisisnya Schwally menggunakan analisis filologis, yakni berdasarkan analisis pada teks, perbandingan berbagai teks atau varian teks, penerapan kritik teks, ataupun penyelidikan mengenai asal-usul teks itu.

Menurut Schwally, jauh sebelum eksisnya Al-Qur’an, telah terjalin kontak atau interaksi yang dilakukan orang-orang Arab dengan dunia di luarnya, khususnya rumpun bangsa Semit. Melalui hubungan tersebut berbagai kata non-Arab telah diadopsi ke dalam bahasa Arab atau “diarabkan” (Schwally: 2013, 26).

Studi Al-Qur’an yang dilakukan Schwallyadalah melacak sumber dari dua agama besar sebelumnya, yakni Yahudi dan Nasrani, dan mengatakan bahwa banyak sejarah para Nabi dalam Al-Qur’an, juga dogma dan hukum yang berasal dari Yahudi (Schwally: 2013, 5).

Menurutnya, Nabi Muhammad Saw (w. 632) disebut ummi; bukan tidak bisa membaca dan menulis, melainkan tidak memiliki kitab atau kebalikan dari ahlul kitab, disebabkan karena sumber utama Nabi Muhammad Saw adalah berasal dari Yahudi.

Selain itu, perhatian Schwally berpusat pada kajian kronologi Al-Qur’an untuk merekonstruksi secara kronologis wahyu-wahyu Al-Qur’an. Melalui pemanfaatan rujukan tradisional dari kesarjanaan Islam dan memperhatikan bukti-bukti internal Al-Qur’an sendiri, yakni terkait gaya bahasa dan perbendaharaan katanya, serta rujukan-rujukan historis di dalamnya, terutama selama periode Madinah dari karir kenabian Muhammad Saw.

Hasilnya, ada empat rancang bangun kronologi yang kemudian dijelaskan oleh Schwally dalam The History of the Qur’an.  Yaitu susunan kronologis surat periode Makkah awal, tengah, akhir, dan susunan kronologis surat periode Madinah (Schwally: 2013, 63).

Surat-surat periode Makkah awal cenderung pendek-pendek. Ayat-ayatnya juga pendek-pendek serta berima. Surat-surat sering diawali dengan ungkapan-ungkapan sumpah, serta bahasanya penuh dengan tamsilan dan keindahan puitis. Terdapat 48 surat pada periode ini, surat al-‘Alaq salah satunya.

Baca Juga  Makna Interior Poligami Nabi Muhammad SAW

Setelah itu, surat-surat periode kedua atau periode Makkah tengah lebih panjang dan lebih berbentuk prosa, tetapi tetap dengan kualitas puitis yang indah. Gayanya membentuk suatu transisi antara surat-surat periode Makkah pertama dan ketiga. Tanda-tanda kemahakuasaan Tuhan dan sifat-sifat Ilahi seperti rahmah ditekankan, sementara Tuhan sendiri sering disebut sebagai al-Rahman. Deskripsi mengenai kehidupan surga dan neraka diungkapkan, serta dalam periode inilah kisah-kisah umat sebelum Nabi Muhammad Saw yang diazab Tuhan. Surat al-Mulk salah satu dari 21 surat periode ini.

Kemudian, surat-surat periode Makkah ketiga (akhir) lebih panjang dan lebih berbentuk prosa. Pada periode ini ada 21 surat. “Kekuatan puitis” yang menjadi ciri surat-surat dua periode sebelumnya telah menghilang dalam periode ini. Schwally mengemukakan bahwa penggunaan al-Rahman sebagai nama dari Tuhan berakhir pada periode ketiga, tetapi karakteristik periode kedua lainnya semakin mengental. Kisah-kisah kenabian dan pengazaban umat terdahulu dituturkan kembali secara lebih rinci, misalnya dalam surat Saba’.

Terakhir, surat-surat periode keempat (Madinah) tidak memperlihatkan banyak perubahan gaya dari periode ketiga, hanya saja terdapat perubahan pokok bahasan.

Perubahan tersebut terjadi dengan semakin meningkatnya kekuasaan politik Nabi dan perkembangan umum peristiwa-peristiwa di Madinah setelah hijrah. Pengakuan terhadap Nabi sebagai pemimpin masyarakat, menyebabkan wahyu-wahyu berisi hukum dan aturan kemasyarakatan. Tema-tema dan istilah-istilah kunci baru turut membedakan surat-surat periode ini dari periode sebelumnya. Terdapat 24 surat termasuk al-Baqarah.

Jika diperhatikan, periodisasi yang diuraikan Schwally tidak terlepas dari penanggalan Makkiyah-Madaniyah kesarjanaan Islam. Hanya saja Schwally lebih mengelaborasi secara rinci dan variatif (Taufik Adnan Amal: 2013, 122).

Kesimpulan

Studi Al-Qur’an khususnya kajian analisis teks dan sejarah merupakan khazanah intelektual dalam rangka memahami kitab suci yang hingga kini terus menjadi sumber inspirasi hukum dan moral umat Islam. Dalam konteks inilah semestinya kita merespon kajian orientalisme.

Baca Juga  Ustaz Hanan Attaki: Kekuatan Baru NU untuk Dakwah Kaum Muda

Pada dasarnya umat Islamlah yang mesti mengkaji Al-Qur’an agar dapat menyingkap sisi-sisi tersembunyi di dalamnya. Namun disinilah letak kemukjizatan Al-Qur’an, bahwa ia selalu memiliki magnet yang mampu menarik setiap orang untuk mendekatinya.

Kita tak bisa memungkiri bahwa sebagian besar kajian orientalis mengarah pada upaya menggugurkan sakralitas Al-Qur’an. Seperti dilakukan Friedrich Schwally melalui kajiannya berkesimpulan bahwa ajaran Nabi Muhammad Saw merupakan hasil adopsi dari kitab Taurat dan Injil serta wahyu yang disampaikan atas inspirasinya berdasarkan kondisi lingkungan dan kitab suci sebelumnya.

Tentu hal tersebut menyalahi keyakinan umat Islam. Melalui kajian para sarjana Muslim baik klasik maupun kontemporer telah membuktikan bahwa Al-Qur’an dalam kapasitasnya sebagai kitab samawi terakhir, tentu memuat ajaran penting terkait kitab-kitab sebelumnya, ada yang diapresiasi, namun ada juga yang dikoreksi dan, Nabi Muhammad Saw tidak dalam posisi sebagai pengarang kitab, melainkan bertugas sebagai penyampai wahyu yang datang dari Allah Swt.

Editor: Soleh

Muhammad Abdul Ghaniy Morie
7 posts

About author
Penulis di Sarangge Kahawa Institut, minat kajian Al-Qur’an dan Humaniora
Articles
Related posts
Inspiring

Bintu Syathi’, Pionir Mufassir Perempuan Modern

6 Mins read
Bintu Syathi’ merupakan tokoh mufassir perempuan pertama yang mampu menghilangkan dominasi mufassir laki-laki. Mufassir era klasik hingga abad 19 identik produksi kitab…
Inspiring

Buya Hamka, Penyelamat Tasawuf dari Pemaknaan yang Menyimpang

7 Mins read
Pendahuluan: Tasawuf Kenabian Istilah tasawuf saat ini telah menjadi satu konsep keilmuan tersendiri dalam Islam. Berdasarkan epistemologi filsafat Islam, tasawuf dimasukkan dalam…
Inspiring

Enam Hal yang Dapat Menghancurkan Manusia Menurut Anthony de Mello

4 Mins read
Dalam romantika perjalanan kehidupan, banyak hal yang mungkin tampak menggiurkan tapi sebenarnya berpotensi merusak, bagi kita sebagai umat manusia. Sepintas mungkin tiada…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *