Review

Dinamika Politik Muhammadiyah Dulu dan Kini

4 Mins read

Buku ini, paling tidak bisa dibilang merupakan salah satu karya penting, serta merupakan sumbangan penting bagi wacana kritis dalam diskursus politik dalam konteks ke-Indonesia-an kontemporer. Wabilkhusus bagi organisasi kemasyarakatan Muhammadiyah itu sendiri, bagi kader-kader Muhammadiyah, dan warga Muhammadiyah yang ingin terjun langsung dalam dunia politik praktis. 

Buku berjudul Paradigma Politik Muhammadiyah: Epistemologi Berpikir dan Bertindak Kaum Reformis (2020), karya Ridho al-Hamdi ini, memberikan kita gambaran komprehensif terkait investigasi paradigma politik dalam tubuh Muhammadiyah kurang lebih dari satu abad lamanya. Sejak awal, buku ini oleh penulisnya memang sudah ditasbihkan untuk mengkaji dan meneliti dinamika politik Muhammadiyah sejak tahun 1912 hingga 2020.

Dinamika Politik Muhammadiyah

Ridho al-Hamdi sepertinya sangat telaten menggali dan cukup kaya akan data-data, serta sangat serius dalam mengumpulkan bahan bacaan lama maupun sumber penelitian yang sudah dilakukan sebelumnya. Melalui buku ini, Ridho al-Hamdi hendak membangun gagasan besar terkait organisasi Muhammadiyah daripada pendahulunya.

Sudah tak diragukan lagi, Muhammadiyah sebagai organisasi kemasyarakatan tertua di Indonesia, memiliki dinamika perjalanan panjang di dunia politik. Baik politik kekuasaan, politik pemerintahan, dan politik perpartaian. Dalam sejarah perjalanan panjang tersebut, Muhammadiyah bisa dikatakan tidak begitu kaku apalagi ringit dalam kontestasi politik di Indonesia. 

Dalam catatan sejarah misalnya, Muhammadiyah sebagai sebuah organisasi memiliki hubungan ikatan erat yang sangat baik dengan berbagai pihak di dunia politik.

Misalnya, di era-era tahun 80-an hingga 90-an, Muhammadiyah bisa dibilang ikut menjembatani kelahiran sejumlah parpol (partai politik) besar di Indonesia. Sebut saja PII, Masyumi, Parmusi, dan Partai Amanat Nasional (PAN).

Walaupun, yang terakhir ini sepertinya hinnga saat ini Muhammadiyah tidak terlalu intensif, sebagaimana parpol terdahulu. Meskipun Muhammadiyah ikut menjembatani kelahiran partai, akan tetapi sebagai organisasi kemasyarakatan, tak pernah merubah dirinya sebagai partai politik dan tak pernah berafiliasi kepada kekuatan parpol mana pun.

Baca Juga  Nama Muhammadiyah: Asal-usul dan Alasan Pemilihan

Dalam kacamata kajian Ridho al-Hamdi, keikutsertaan dalam menjembatani kelahiran sejumlah partai politik di atas harus dipahami sebagai suatu kedinamisan. Serta bagian dari dinamika sikap dan posisi politik Muhammadiyah yang tak bisa lepas gerak ruang dan waktu dalam suatu kesadaran, dilandasi konsistensi sebagai organisasi kemasyarakatan yang bergerak dalam dakwah Islam Amar Ma’ruf Nahi Munkar (hal. 17).

Geneologi Gerakan Politik Muhammadiyah

Di buku ini, Ridho al-Hamdi menelusuri hierarki geneologi epistemologis atas kesadaran politik Muhammadiyah dari sejak sebelum Muhammadiyah berdiri hingga periode organisasi Muhammadiyah berdiri.

Sepertinya, untuk meneropong semua dinamika yang mempengaruhi hierarki kultural-sosial itu, Ridho al-Hamdi sangat memfokus pada sosok pribadi KH. Ahmad Dahlan sebagai pendiri, dan kondisi sosiologis yang bisa mempengaruhi munculnya organisasi Muhammadiyah.

Paling tidak, ada empat dinamika faktor yang terekam penyebab dari terbentuknya politik Muhammadiyah itu sendiri; hingga sampai kini tetap ada dan berkembang sesuai sosio-kultural kita sekarang ini.

Pertama, napas pembaruan sebagai sumber inspirasinya. Gencarnya gerakan pembaruan yang terjadi pada tahun-tahun terakhir dari abad ke-19 ikut mempengaruhi dinamika politik dalam tubuh Muhammadiyah.

Gerakan ini dijumpai oleh KH. Ahmad Dahlan ketika sedang melalukan ibadah haji kedua kalinya pada tahun 1902. Yang mana ketika itu, keadaan dunia Timur Tengah, khususnya Mesir, dilukiskan dengan gencar-gencarnya tentang dilakukannya pembaruan oleh beberapa tokoh. Seperti Jamaluddin al-Afghani dan muridnya, Muhammad Abduh.

Perjumpaan lainnya juga dilakukan KH. Ahmad Dahlan melalui pengiriman karya terbitan pembaru dari Mesir.

Sebut saja misalnya, tafsir al-Manar dan majalah al-Urwatul Wutsqa, serta karya tokoh reformis lainnya, seperti al-Muayyad, As-Siyasah, al-Liwa, dan al-Adl. Selain juga majalah yang datang dari Lebanon seperti Ats-Tsamarat, al-Funun, dan al-Qistas al-Mustaqim (59-62).

Baca Juga  Wayang Disebut Haram, Abdul Mu'ti: Media Dakwah yang Efektif

Menurut Ridho al-Hamdi, dinamika di atas menjadi penyebab berdiri Muhammadiyah, terlepas adanya sebagian masyarakat Indonesia yang sangat kental menganut mistisisme Islam dan paham keagamaan Animisme-Hinduisme.

Respon Kesadaran Pembebasan Muhammadiyah

Kedua, kesadaran pembebasan dari keterbelakangan. Kesadaran ini dianggap sebagai respon dari realitas masyakarat Indonesia, khususnya masyarakat di sekitaran kota Yogyakarta saat itu.

Di mana sebelum adanya Muhammadiyah, masyarakat masih menjalani kehidupan sinkritisme dalam praktek bid’ah, khufarat, dan syirik yang menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari.

Termasuk di mana tempat KH. Ahmad Dahlan tumbuh juga sedang menghadapi ancaman serius dari kepercayaan Hindu-Jawa.

Menurut Ridho al-Hamdi, hal ini oleh KH. Ahmad Dahlan direspon dengan membentuk sekolah di mana di dalamnya dipadukan antara ilmu-ilmu agama dan ilmu-ilmu sekuler. Pagi mengajarkan ilmu-ilmu keagamaan, sementara sore hari mengajarkan ilmu-ilmu umum (sekuler) (hal. 65-68).

Ketiga, kesadaran pembebasan dari penjajahan, di mana sejak tiga abad sebelum Muhammadiyah berdiri hingga abad ke-20, penjajahan Belanda atas bangsa Indonesia terjadi dan sangat merugikan bangsa Indonesia dalam berbagai aspek, dan bahkan sangat membenci Islam sistem pendidikan Islam.

Di mana saat itu sistem pendidikan hanya dikhususkan bagi anak-anak keturunan aristokrat Jawa, bukan pada seluruh anak-anak pribumi Indonesia.

Sebagai respon atas sistem ini, KH. Ahmad Dahlan pada 01 Desember 1911, membebaskan kaum muslim Indonesia dengan mendirikan Madrasah Ibtidaiyah Diniyah Islamiyan di Kampung Kauman, Yogyakarta, sebagai lembaga pendidikan modern Islam di Indonesia (hal. 70-74).

Empat, kesadaran pembebasan dari penetrasi Kristen. Menguatnya penetrasi kristenisasi di Jawa pada tahun 1889, bersamaan dengan didesaknya pihak Keraton Yogyakarta atas pencabutan larangan penginjilan oleh penjajah Belanda.

Hal ini oleh Ridho al-Hamdi dianggap sebagai penyebab dinamika politik Muhammadiyah, di mana saat itu, KH. Ahmad Dahlan dianggap memiliki tanggung jawab besar untuk mengkounter kegiatan misionaris Kristen.

Baca Juga  Membumikan Konsep Pancasila Sebagai Dar al-‘Ahdi Wa al-Shahadah

Dalam konteks ini, menurut Ridho al-Hamdi, KH. Ahmad Dahlan mendirikan suatu organisasi bernama Muhammadiyah (hal. 74-78).

Memetakan Klasifikasi Realitas Dinamika Sejarah

Bagi Ridho al-Hamdi, realitas dinamika sejarah di atas, menjadi semacam peta dari sumber kesadaran politik dalam tubuh diri Muhammadiyah, yang mana oleh Ridho al-Hamdi diidentifikasi dan diklasifikasi ke dalam dua hal.

Pertama, sebagai sumber keputusan resmi organisasi. Kedua, sebagai sumber pemikiran dan perilaku elite-elite Muhammadiyah (hal. 81). Kedua klasifikasi ini meminjam istilah bahasa Ahmad Syafii, atau Buya Syafii, dalam prolog-nya sebagai fase kesadaran individual (1912-1971), dan kesadaran kesadaran institusional (1971-2020).

Pada akhir membaca buku setebal 510 halaman ini, sebagaimana pengakuan penulisnya, terasa menginvestigasi dinamika yang tak pernah selesai dari waktu ke waktu.

Lebih dari itu, sebagai pembaca, kita akan sedikit lebih banyak mendapati informasi terkait paradigma politik Muhammadiyah dengan sangat komprehensif secara filosofis. 

Oleh karenanya, buku ini paling tidak sudah menjadi semacam pelengkap, dari berbagai karya-karya ilmuwan dan peneliti insider maupun peneliti outsider yang mencoba membaca wacana sosial-keagamaan dan sosial-politik Muhammadiyah.

Dan bahkan, buku ini menjadi referensi babon tentang organisasi Muhammadiyah dan politik dari tinjauan epistemoligis filosofis, sebagaimana harapan penulisnya. Gitu.

Editor: Zahra

Judul buku: Paradigma Politik Muhammadiyah: Epistemologi Berpikir dan Bertindak Kaum Reformis

Penulis: Ridho al-Hamdi

Penerbit: IRCiSoD Diva Press

Cetakan: Juli 2020

Tebal: 510 halaman

ISBN: 978-623-7378-76-9

Avatar
5 posts

About author
Mahasiswa Jurusan Pemikiran Islam dan Filsafat Islam UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.
Articles
Related posts
Review

Ketika Agama Tak Berdaya di Hadapan Kapitalisme

4 Mins read
Globalisasi merupakan revolusi terbesar dalam sejarah kehidupan manusia. Dalam buku berjudul Beragama dalam Belenggu Kapitalisme karya Fachrizal A. Halim dijelaskan bahwa globalisasi…
Review

Kitab An-Naja, Warisan Filsafat Ibnu Sina

4 Mins read
Kitab An-Naja adalah salah satu karya penting dalam filsafat Islam yang berisi tentang gagasan besar seorang filsuf bernama Ibnu Sina, yang juga…
Review

Kitab Al-Fasl Ibnu Hazm: Mahakarya Filologi Intelektual Islam Klasik

3 Mins read
Ibnu Hazm (994–1064 M), seorang cendekiawan Andalusia, dikenal sebagai salah satu pemikir paling produktif dan brilian dalam sejarah intelektual Islam. Karya-karyanya mencakup…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds