Tajdida

Memotret Big Data Muhammadiyah, di Mana dan Dikemanakan?

4 Mins read

Beberapa waktu lalu, beredar cukup viral di facebook, whatsapp, dan sosial media lainya tulisan berjudul “Muhammadiyah Organisasi Islam Terkaya”. Tulisan tersebut menarik. Menampilkan betapa besar aset Muhammadiyah dan mentalitas Muhammadiyah yang membuat banyak pihak takjub akan organisasi Islam yang satu ini.

Adalah Fahd Pahdepie penulisnya, tokoh muda potensial, pebisnis, dan juga politisi yang dibesarkan dalam lingkungan pendidikan Muhammadiyah. Mulai dari TK Aisyiyah Bustanul Athfal, Pesantren Darul Arqam Muhammadiyah Garut, dan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (sebelum melanjutkan S2 di Monash University Australia-tentu punya cara jitu bagaimana menampilkan success story Muhammadiyah).

Menjadi Subjek Kemajuan Masyarakat di Indonesia

Besarnya  aset yang dimiliki Muhammadiyah bukanlah harta karun yang ditampilkan untuk sekadar membuktikan bahwa Muhammadiyah berperan besar dalam mewujudkan pembangunan Indonesia berkemajuan yang adil, makmur, dan sejahtera bagi masyarakatnya.

Aset sebesar itu memiliki potensi menambah daya dobrak perubahan di segala lini ketika banyak pihak berpangku tangan dengan hibah pemerintah dan swasta lainnya. Muhammadiyah memiliki kemandirian, menegaskan bahwa Muhammadiyah menjadi subjek terhadap kemajuan masyarakat dan negeri tercinta ini.

Lantas, muncul pertanyaan. Dengan aset sebesar itu, apa yang akan dilakukan? Atau hanya jadi perburuan dan kenyinyiran pihak lain?

Kapital aset Muhammdiyah sangatlah seksi diburu untuk dimanfaatkan atas nama kerja sama demi kemajuan dan kepentingan Muhammadiyah. Dalam hal ini, Muhammadiyah memanfaatkan atau justru dimanfaatkan asetnya.

Kenyinyiran sering juga muncul. Ada beberapa pihak nyinyir kepada Muhammadiyah sebagai organisasi kaya yang tidak tergadaikan oleh kepentingan apa pun seharusnya mampu menunjukkan kiprahnya jauh lebih besar dibanding organisasi yang muncul belakangan ini. Mereka berani menegaskan bergerak atas kepentingan dan representasi umat Islam.

Pengelolaan aset muhammadiyah perlu big data sebagai pusat data base yang bertebaran di semua unsur persyarikatan. Mulai dari tingkat ranting, cabang, daerah, wilayah, hingga pusat. Ibarat sapu lidi, data-data Muhammadiyah masih berupa bijian lidi atau kumpulan bijian lidi yang belum diikat dan memiliki fungsi untuk membersihkan halaman (meminjam analog Pak Agung Danarto, Sekretaris PP Muhammadiyah).

Baca Juga  Bahaya Fanatisme: Islam Bukan Agama yang Kaku

Data-data Muhammadiyah perlu diikat, diintegrasikan. Big data adalah sebuah keniscayaan yang akan membantu mengoptimalkan langkah-langkah organisasi, berupa keputusan strategik yang menegaskan Muhammadiyah sebagai gerakan dakwah Islam amar ma’ruf nahi munkar dan tajdid, menampilkan wajah Islam teduh, moderat, menampilkan kebermanfaatan hakiki.

Memotret Aset Big Data Muhammadiyah dari Negeri Seberang

Potret big data Muhammadiyah mendapatkan perhatian dari semua lini persyarikatan, tak terkecuali Cabang Muhammadiyah di luar negeri, di antaranya PCIM Malaysia dan PCIM Taiwan. Kedua tokohnya yaitu Sonny Zulhuda dan Andi Azhar, berkomunikasi intens mengenai isu pengarusutamaan big data aset Muhammadiyah.

Sedikit menengok aktivitas PCIM Malaysia yang sporadis gerakannya, baru-baru ini membuat amal usaha Muhammadiyah Wasola (Warung Soto Lamongan). Di-branded sebagai upaya diplomasi ala Cabang Muhammadiyah Malaysia. Soft diplomasi kuliner nusantara “soto lamongan“ dapat  diterima oleh berbagai lapisan masyarakat Malaysia.

Muhammadiyah Kuala Lumpur memandang potensi yang dimiliki Muhammadiyah dengan ribuan amal usahanya perlu dimasukkan dalam sentral big data Muhammadiyah.

Tak kalah dahsyat, diaspora pelaku gerakan Muhammadiyah di Taiwan juga nampak. Muhammadiyah Taiwan memiliki setidaknya 30 calon doktor di bidang IT, khususnya menguasai big data. Mencengangkan, bukan?

Jika ditambah dengan doktor-doktor Muhammadiyah di bidang yang sama di seluruh Indonesia dan cabang-cabang khusus di luar negeri, sangatlah fantastis untuk menata kelola big data yang dijalankan oleh orang-orang yang benar-benar ahli di bidangnya.

Mencontoh negara Taiwan, termasuk negara yang berhasil melakukan big data di berbagai bidang. Bersamaan teman Ketua PCIM Taiwan, seorang ahli biomedik di Taiwan ingin meneliti penanganan kanker. Dia menggunakan data-data sekunder dari pusat data kesehatan pemerintah Taiwan yang merupakan kumpulan dari seluruh data-data kesehatan, penelitian, dan pengembangan yang ter-update secara terus menerus.

Pemanfaatan data-data sekunder dapat menganalisis dan membuat hipotesis baru dalam menuntaskan penanganan kanker.

Dalam upaya pengarusutamaan big data, PCIM Malaysia dan PCIM Taiwan memandang penting agenda pemanfaatan, pengelolaan big data Muhammadiyah dalam mengindentifikasi kluster-kluster kekuatan dan kelemahan Muhammadiyah.

Baca Juga  Muhammadiyah adalah Jawaban dari Kemunduran Umat Islam

Big Data Muhammadiyah, Ada di Mana dan Mau Dikemanakan?

Satu atau dua tahun yang lalu, PP Muhammadiyah mendirikan Pusat Syiar Digital Muhammadiyah. Lembaga ini didirikan dalam upaya mengembangkan syiar dakwah dan Gerakan Muhammadiyah yang terkonsentrasi pada pengembangan website, jejaring media sosial, dan big data Muhammadiyah.

Pengembangan website dan jejaring sosial media dapat dikatakan sudah berjalan dengan baik. Berbeda dengan big data yang masih berjalan kurang maksimal.

Data-data Muhammadiyah ada di mana?

Data-data Muhammadiyah masih bertebaran di ranting, cabang, daerah, wilayah, hingga pusat. Di samping itu, banyaknya data di majelis lembaga (unsur pembantu pimpinan) dan amal usaha Muhammadiyah di berbagai bidang, memerlukan orang dapat mengawal big data, memetakan SDM, memahami gagasannya, nilai etis, dan tata kelolanya.

Hitung-hitungan potensi data amal usaha Muhammadiyah terdiri dari 3.600 ( dari PAUD, TK, SD/MI, SMP/MTs, SMA/SMK ), 174 Universitas (merger menjadi universitas menjadi 164 ), 457 rumah sakit, 500 panti asuhan/sosial, lebih 1.000 buah masjid/mushola.

Dari entitas Pimpinan, ada 18.000 dari ranting, cabang, daerah, wilayah se-Indonesia. Organisasi otonom kalau dihitung kasar, masing-masing entitas ada minimal 3 ortom. Maka, 18.000 X 3, dan anggota tak kurang dari 40 juta yang tersebar di 34 provinsi dan 32 perwakilan di luar negeri. Data-data tersebut belum disatukan atau paling tidak diinterkoneksikan.

Big Data Muhammadiyah Sangatlah Penting, Lantas Mau di Kemanakan?

Sebenarnya, data-data tersebut jika diintregasikan dalam big data, maka kekuatan tersendiri bagi Muhammadiyah dalam berperan dan tampil trengginas dengan amal usaha nyata. Tidak banyak bicara, tetapi banyak berpikir dan amalan nyata.

Contoh yang selain data-data yang banyak tertampilkan di media. Perguruan Tinggi Muhammadiyah setidaknya memiliki 2.068 doktor, 17.729 dosen, dan mahasiswa sebanyak kurang lebih 589.000.

Sederhana saja, jika ada program KKN mahasisma dari Perguruan Tinggi Muhammadiyah diarahkan pada sinergi pemberdayaan cabang dan ranting sesuai kebutuhannya lokal, bisa dipastikan cabang dan ranting akan mengalami kemajuan pergerakan dan memunculkan banyak ranting-ranting baru.

Baca Juga  Darul Arqam: Sistem Kaderisasi Muhammadiyah

Sinergi pemberdayaan ranting juga harus diperkuat dengan data-data valid dari cabang dan ranting yang terintregasi dengan big data, sehingga program tersebut tepat sasaran.

Aset Tanah Muhammadiyah

Lain lagi, jumlah aset tanah Muhammadiyah seluas 21 juta meter persegi tersebar di seantero negeri. Di antaranya sudah dimanfaatkan sebagai Amal Usaha Muhammadiyah dan pusat dakwah lainnya. Namun, informasi yang berkembang, bahwa aset tanah belum dimanfaatkan lebih dari 50% dari yang jumlah data.

Aset tanah Muhammadiyah Laboan Baju misalnya, seluas 63 hektar berada di tempat strategis, di lokasi wisata belum dimanfaatkan sampai saat ini. Padahal, sudah atas nama persyarikatan. Hal tersebut tidak diketahui banyak pihak.

Jika kemudian aset ini dimasukkan dalam big data dan dapat dikoneksikan, dari pusat ke wilayah atau daerah lainnya, maka sangat dimungkinkan adanya persebaran ta’awun. Potensi Muhammadiyah di wilayah dan daerah lainnya dapat ditransfer, untuk memberdayakan lahan-lahan yang belum produktif, dengan kesadaran bahwa seluruh aset adalah milik dan atas nama persyarikatan Muhammadiyah.

Muhammdiyah di berbagai wilayah atau daerah memiliki hak pakai dalam memanfaatkan aset ,sehingga tidak akan muncul egois kelompok dalam Muhammadiyah. Data-data harus dikoneksikan satu dengan lainnya. Langkah ke depan perlunya menempatkan big data sebagai langkah strategik persyarikatan dengan tata kelola berupa volume jutaan data, kecepatan, dan variasi juga kompleksitasnya.

Ada juga kesadaran dari bawah (ranting hingga ke pusat) untuk mengumpulkan seluruh data potensi masing-masing. Jika nantinya ada data yang terintegrasi dan terkoneksi melalui big data pusat, maka tidak akan kesusahan menampilkan data riil yang menguatkan big data.

Akhirnya, big data semakin memacu kerja-kerja amalan Muhammadiyah dalam merespons dinamika dan tantangan yang dihadapi saat ini. Bahkan, preventif untuk masa mendatang dengan landasan kebijakan/keputusan berdasarkan penelitian dan pengembangan yang terukur.

Editor: Lely N

Avatar
2 posts

About author
Sekretaris Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Denpasar
Articles
Related posts
Tajdida

Islam Berkemajuan: Agar Umat Bangkit dari Kemunduran

7 Mins read
Islam Indonesia: Berkemajuan tapi Pinggiran Pada 2015 terjadi dua Muktamar mahapenting: (1) Muktamar Islam Nusantara milik Nahdlatul Ulama, (2) Muktamar Islam Berkemajuan…
Tajdida

Ketika Muhammadiyah Berbicara Ekologi

4 Mins read
Apabila dicermati secara mendalam, telah terjadi degradasi nilai-nilai manusia, nampakyna fungsi utama manusia sebagai khalifah fil ardh penjaga bumi ini tidak nampak…
Tajdida

Siapa Generasi Z Muhammadiyah Itu?

3 Mins read
Dari semua rangkaian kajian dan dialog mengenai Muhammadiyah di masa depan, agaknya masih minim yang membahas mengenai masa depan generasi Z Muhammadiyah….

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *